Mubadalah.id – Perayaan Hari Santri tidak terjadi tanpa alasan. Perjuangan santri sejak masa penjajahan selalu bergelora hingga memperoleh kemerdekaan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, dengan perjuangan ini santri selayaknya dikenang oleh sejarah dalam mempertahankan bangsa Indonesia.
KH. Hasyim Asy’ari adalah ulama sekaligus pejuang spiritual bangsa yang menyerukan dan menggerakkan para santri untuk berjuang melawan penjajah. Beliau seringkali membuat fatwa-fatwa untuk melawan penjajah. Mulai dari mengharamkan kaum muslimin untuk bekerjasama dengan para penjajah hingga mewajibkan berperang melawan penjajah untuk meraih kemerdekaan bangsa Indonesia.
Perlawanan melawan penjajah bermula hanya sebatas perlawanan kultural saja, tapi seiring berjalannya waktu dengan semangat para santri untuk berjuang melawan penjajah, perjuangan ini berubah menjadi perlawanan bersenjata.
Sebagaimana dikutip dari NU Online, sejarah telah mencatat bahwa perlawanan bersenjata ini tidak hanya dilakukan oleh kaum laki-laki saja, namun kaum perempuan juga turut serta berperang melawan penjajah.
Seraya berperang dengan senjata, santri juga memperkuat riyadhoh rohaniahnya dengan berbagai wirid, doa, dan hizib yang diajarkan langsung oleh para ulama. Karena mereka percaya bahwa riyadhoh rohaniah ini akan mendatangkan kekuatan, pertolongan, dan keridhoan dari Allah SWT.
Banyak peperangan yang melibatkan para santri dan ulama, antara lain perang Ambarawa, perang Jawa yang dipimpin Pangeran Diponegoro, perang Surabaya, dan perang Aceh. Adapun dalam perlawanannya, para santri hanya bermodalkan senjata tradisional yaitu bambu runcing. Bambu runcing diibaratkan sebagai pendirian yang kokoh, kuat, tegak lurus dan tajam.
Berbagi macam strategi para santri dan ulama mengusir para penjajah. Semua hal ini tidaklah mudah bagi para santri, karena sembari menuntut ilmu mereka juga harus ikut berjuang melawan penjajah sehingga para santri, ulama dan bangsa Indonesia meraih kemerdekaan Indonesia.
Perjuangan Santri Masa Kini
Setiap masa, santri memiliki tantangannya masing-masing. Dahulu para santri berjuang melawan penjajah menggunakan senjata, saat ini di era teknologi yang semakin kompleks, para santri juga mendapatkan tuntutan untuk berjuang untuk menghadapi kehebatan teknologi, mengembangkan dan menyebarkan dakwah melalui media sosial, serta berjuang melawan kejahatan dalam media sosial, khususnya hoaks dan ujaran kebencian “hate speech”.
Berdasarkan kutipan dari kominfo.go.id, pada triwulan pertama tahun 2023, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) mengidentifikasi ada 425 isu hoaks yang beredar di media digital. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai 393 isu hoaks.
Hoaks dan ujaran kebencian melalui media sosial merupakan tantangan besar bagi masyarakat bahkan negara. Karena hal tersebut dapat menghancurkan sebuah sistem secara cepat tanpa kasat mata, sehingga masalah ini sangat berbahaya. Masalah ini harus dihadapi oleh semua kalangan, khususnya bagi santri.
Santri mempunyai peran dalam melawan segala kejahatan dalam media sosial, menggunakan pengetahuan dan jari-jarinya untuk berjuang melawan hoaks dan ujaran kebencian. Sehingga segala kejahatan dalam media digital dapat tertutup dengan informasi yang baik dan bermanfaat. Apalagi saat ini di masa pemilu, hoaks dan ujaran kebencian sering terjadi. Hal ini, dapat kita lakukan dengan berbagai cara, salah satunya melalui media sosial.
Hoaks dan ujaran kebencian dilakukan dengan berbagai tujuan, diantaranya menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap masing-masing kandidat, membentuk opini publik yang buruk, merusak citra baik masing-masing kandidat, dan masih banyak lagi yang lainnya. Hal ini memberikan dampak yang sangat negatif dan merugikan bagi semua pihak yang terkena dampak hoaks dan ujaran kebencian.
Peran Santri
Oleh karena itu, santri juga mempunyai peran untuk menolak dan menghilangkan budaya buruk tersebut, mengalihkan segala informasi buruk menjadi informasi yang baik dan akurat. Sehingga pengguna media sosial dapat mengambil manfaat dari dampak positif. Islam sangat menentang segala sesuatu yang menimbulkan kebencian dan menyebarkan berita hoaks. Sebagaimana terdapat dalam surat al-Hujurat ayat 12 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (keraguan), karena sebagian prasangka itu adalah dosa. Dan jangan mencari keburukan orang dan jangan saling menggunjing. Apakah ada di antara kalian yang suka memakan daging saudaramu yang sudah mati? Maka kamu pasti akan merasa jijik padanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”
Saya sebagai santri Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina selalu belajar untuk selalu berpikir kritis, tidak mudah percaya dengan berita yang tersebar di media sosial. Di pondok ini, saya belajar untuk selalu mengklarifikasi setiap berita yang saya dapatkan. Karena tidak semua berita yang ada di media sosial itu benar. Sehingga sebagai pengguna media sosial harus menyerapnya sebaik mungkin.
Semua tantangan ini seharusnya para santri kuasai dan hadapi dengan kemampuan ilmiahnya. Karena pada hakikatnya santri bukan hanya sekedar memahami ilmu agama saja, namun juga perlu paham pengetahuan umum. Maraknya hoaks dan ujaran kebencian di media sosial sangat mempengaruhi kehidupan bangsa.
Oleh karena itu, sudah selayaknya sebagai santri harus berjuang dan melakukan perlawanan dengan kemampuan ilmiahnya untuk memunculkan segala hal-hal yang baik dan informatif, karena perlu kita tekankan bahwa yang harus selalu muncul dan membumbung tinggi adalah segala hal yang baik, informasi yang memberi manfaat dan menyejukkan, bukan hoaks dan ujaran kebencian yang menguasai dan merusak moral bangsa. []