Ibu Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm., menuliskan tentang kelahiran dengan judul “Sehari dalam Setahun” dalam bukunya, Nalar Kritis Muslimah. Kebetulan, awal bulan Oktober saya berulang tahun di tengah pandemi.
Dalam tulisan itu beliau mengatakan bahwa konon manusia mengalami kelahiran berkali-kali. Yang pertama adalah kelahiran biologis melalui rahim Ibu. Yang kedua, kelahiran sosial saat kita mulai menyadari keberadaan orang lain. Ketiga, kelahiran intelektual saat kita menyadari keberadaan akal manusia. Keempat, kelahiran spiritual saat kita menyadari keberadaan Tuhan. Dan masih banyak kelahiran lainnya.
Dalam kelahiran biologis, kita membutuhkan orang lain secara langsung dalam proses kelahiran ini. Namun dalam kelahiran sosial, intelektual dan spiritual, kita melalui proses kesadaran dan pemaknaan dalam diri sendiri. Ada peran orang lain tapi tidak secara langsung.
Seperti yang kita tahu bahwa manusia adalah makhluk individual dan sosial, yang berarti memiliki kebutuhan personal dan interpersonal. Kedua kebutuhan ini tetap melibatkan peran orang lain, sehingga manusia saling tolong menolong sebagai hubungan resiprokal.
Allah memberikan manusia karunia berupa fisik yang sempurna, dibekali akal sejak lahir, Berinteraksi dengan manusia lain sepanjang hayat dan dapat mengenal Tuhan sejak kecil. Tapi, tidak semua manusia menggunakan karunia tersebut untuk berbuat baik. Sebagian malah menyalahgunakan karunia tersebut.
Dibalik itu semua, sekali dalam setahun, manusia dapat mengingat hari kelahirannya. Waktu ketika pertama kali terlahir di dunia, pada kelahiran pertama secara biologis dan diikuti dengan kelahiran-kelahiran lainnya. Hari yang istimewa untuk disyukuri sendiri dan bersama orang lain.
Mengingat, memanjatkan doa dan mengucapkan selamat pada hari kelahiran orang lain adalah salah satu kebaikan yang biasa kita lakukan sebagai makhluk sosial. Kita pasti senang saat orang lain berdoa dan mengapresiasi kita setidaknya satu hari dalam satu tahun. Perasaan dicintai, bersyukur dan momen-momen tak terduga yang membuat hidup layak dirayakan.
Sebagai manusia dengan bahasa cinta kalimat afirmasi, saya suka ucapan dan tulisan yang personal saat hari istimewa, terutama saat hari ulang tahun. Melegakan untuk mengetahui bahwa ada orang-orang yang peduli pada kita sehingga kita merasa layak dicintai dan mencintai. Sebuah momen juga untuk menguatkan hubungan dengan orang di sekitar kita.
Semakin bertambah usia, lingkar pertemanan akan semakin kecil dan yang menyempatkan waktu untuk mengirimkan ucapan dan doa yang di-amin-kan bersama juga semakin sedikit. Semakin bertambah pula syukur kita atas orang-orang yang hadir selama ini.
Yang harus saya sayangkan adalah ada teman yang berhenti mengucapkan selamat saat hari istimewa seperti hari ulang tahun dan hari Ibu, karena menurut mereka itu bukan budaya Islam. Naluri saya yang bekerja dalam menanggapi ini adalah, jika sesuatu itu baik, mengapa tidak dilakukan?
Mengucapkan selamat, memanjatkan doa, dan memberikan apresiasi adalah hal yang bisa kita lakukan untuk mengisi tangki cinta orang lain. Apalagi cuma satu tahun sekali. Berbagi momen istimewa akan mendekatkan kita dengan orang lain, sebagai ikhtiar menjaga silaturahmi.
Tidak perlu perayaan seperti kue ulang tahun, acara kejutan di tempat yang mewah, atau kado yang mahal untuk membuat orang di sekitar kita merasa dicintai lebih besar dari hari biasanya. Manusia butuh afirmasi dari manusia lain untuk mengetahui apa yang harus mereka modifikasi dan memaknai tiap-tiap peristiwa dalam hidup.
Ada dua pemahaman bagi saya untuk menjaga hubungan yang baik dengan orang lain. Pertama, perlakukan orang lain seperti kita ingin diperlakukan. Kedua, perlakukan orang lain seperti orang lain itu ingin diperlakukan. Yang baik menurut kita, belum tentu baik untuk orang lain. Yang diinginkan orang lain, juga tidak mudah kita lakukan jika tak terbiasa.
Kesalingan adalah standar saya dalam menjalin relasi, baik dengan orangtua, keluarga, sahabat, teman, guru dan teman kerja. Mengucapkan doa dan duka cita saat ada kerabat yang meninggal, menjenguk saat ada tetangga sakit, dan memberikan hadiah pada hari bahagia teman, adalah ikhtiar menjaga hubungan yang resiprokal.
Meski terlambat, segeralah mengucapkan selamat dan mendoakan orang terdekat kita agar mereka tahu ada yang mendoakan mereka. Kalau ingat, jangan ditunda atau gengsi untuk mengucapkan. Semua yang kita lakukan akan terpantul pada diri kita sendiri.
Kata Ibu Dr. Nur, “Sehari dalam setahun, kita diingatkan untuk tidak hanya menjadi makhluk biologis, tapi juga makhluk sosial, intelektual, dan spiritual”. Izinkan saya mengingat momen bahagia saat seharian diguyur doa indah, ucapan manis, dan kado-kado yang penuh kejutan. Juga bersyukur dengan membagikan makanan kepada orang-orang terdekat hingga orang asing sekalipun.
Selamat ulang tahun, Wanda. Selamat ulang tahun, kepada teman-teman yang mungkin bulan ini juga berulang tahun. Selamat memaknai perjalanan kita, mengapresiasi proses belajar kita dan bersyukur atas anugerah tak terhingga yang Tuhan limpahkan tanpa syarat.
“It’s a mistake to take family and close colleagues for granted. When those closest to you feel ignored and betrayed, everything you have can collapse in an instant.”
– Haemin Sunim