Mubadalah.id – Jika merujuk pandangan KH. Husein Muhammad tentang tafsir Gus Dur terkait hifzh al-nasl, maka Gus Dur memaknainya sebagai perlindungan atas hak-hak seksualitas dan atas hak-hak kesehatan reproduksi.
Gus Dur menerima dengan tangan terbuka orang semacam Dorce Gamalama yang harus berganti kelamin dan Inul Daratista yang lihai menggoyang-goyangkan bagian tubuhnya.
Ia juga bersedia menjadi penasihat kelompok dengan orientasi seksual yang tak lazim dan tak umum.
Ia tak pernah menyebut mereka sebagai “menyimpang seks” yang wajib dimusnahkan dari muka bumi, sebagaimana dilontarkan oleh banyak orang.
Pendeknya, baginya, jika keberadaan diri adalah given, yang Tuhan ciptakan, maka kita harus menerima dan menghargainya.
Melalui interpretasi-interpretasi Gus Dur yang genuine, mendasar, dan kontekstual, sebagaimana contoh tersebut.
Dan tampak sekali betapa komitmen Gus Dur dalam memperjuangkan terwujudnya penghargaan dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia.
Baginya, prinsip-prinsip kemanusiaan universal atau hak-hak asasi manusia sejalan dengan dan tidak lain adalah visi agama-agama, terutama Islam.
Dari basis pikiran-pikiran ini, lalu mengalirlah gagasan-gagasan Gus Dur yang lain: pluralisme, toleransi, demokrasi, hak asasi manusia, dan tema-tema kemanusiaan lainnya.
Oleh karena itu, Pancasila dan Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yang di dalamnya mengandung semua isme, dalam pandangannya, adalah kompatable dengan Islam.*
*Sumber: tulisan KH. Husein Muhammad, dalam buku Samudra Kezuhudan Gus Dur.