Mubadalah.id – Nama lengkap Ibn Hazm adalah Ali bin Ahmad bin Said bin Hazm bin Ghalib bin Saleh bin Khalaf bin Ma’dan bin Sufyan bin Yazid Al-Farisi. Lahir di Kordoba, Andalusia, pada Bulan Ramadhan tahun 384 H, ia dikenal sebagai imam fikih aliran Zhahiri, sebuah aliran fikih literal yang didirikan oleh Daud al-Zhahiri. Aliran ini menolak penggunaan teori qiyas (analogi). Ia wafat 1064 H.
Az-Dzahabi berkata, “Di tangan Ibn Hazm, kecerdasan dan kritisisme berpikir kaum intelektual berakhir. Ilmunya sangat luas tentang al-Qur’an, Sunnah Nabi, mazhab-mazhab fikih dan sekte bahasa Arab, sastra, logika dan syair.”
Bahkan, Ibn Hazm termasuk penulis produktif. Karyanya diperkirakan mencapai empat ratus buku ukuran tipis, tebal dan berjilid-jilid. Karyanya yang terkenal antara lain al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, Ibthal al-Qiyas, al-Fishal fi al-Milal wa al-Nihal, Thawq al-Hamamah, Maratib al-Ijma, dan al-Muhalla.
Pemikir dan intelektual besar ini pernah menjabat sebagai menteri pada masa khalifah Al-Mustadhir Billah Abdurrahman bin Hisyam pada tahun 414 H. Namun tidak lama, Abdurrahman bin Hisyam terbunuh dan ia masuk ke dalam penjara.
Pada masa Khalifah Hisyam al-Mu’tamad Billah bin Muhammad bin Abdul Malik bin Abdurrahman An-Nashir Ibn Hazm kembali menjadi menteri. Namun di tengah masa jabatannya, Ibn Hazm mengundurkan diri dan lebih memfokuskan hidupnya pada dunia keilmuan.
Belajar dari Perempuan
Dari mana Ibn Hazm memperoleh pengetahuan dan kecerdasan sedemikian hebat itu? Dalam salah satu tulisannya, ia mengaku bahwa ia belajar kepada banyak sekali perempuan cerdas dan alim.
Bahkan, dari mereka, ia belajar membaca al-Qur’an sekaligus menghafalnya, belajar menulis dan memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan dasar dan sastra.
Kemudian, dalam Thawq al-Hamamah, “Kalung Merpati”, sebuah buku tentang cinta, ia menceritakan:
“Aku sering menghadiri pengajian para perempuan dan aku mengetahui rahasia-rahasia mereka karena aku mendapat didikan di pangkuan mereka. Dan aku tumbuh besar di tangan mereka. Aku tak mengenal laki-laki kecuali setelah aku menjadi dewasa. Bahkan, para perempuanlah yang mengajari aku al-Qur’an, puisi-puisi dan kaligrafi.” []