Mubadalah.id – Kita tidak sedang membahas sebuah film dengan judul sama, berbagi suami, besutan Nia Dinata, yang berkisah tentang lakon para suami yang sangat gemar berpoligami. Pun, bukan hendak mengulas wajah-wajah melas yang para suami sakiti, dan wanita kedua, ketiga dan seterusnya yang biasa kita saksikan dalam tayangan Suara Hati Istri-nya Indosiar.
Justru kita sedang bertanya, apakah hanya drama poligami dan perselingkuhan saja yang memaksa istri harus rela berbagi suami? Padahal bisa jadi hati istri sering terlukai dan menjadi nomor sekian dari prioritas hidup suami karena beberapa hal yang yang sangat dekat dengan kehidupan rumah tangganya. Lalu siapa dan apa saja pihak ketiga yang membuat suami berbagi dan bagaimana bisa?
Keluarga
Betapa sering kita jumpai bahkan mungkin alami sendiri, konflik rumah tangga justru terpicu oleh keluarga suami. Entah itu mertua, ipar, keponakan, saudara. Dalam banyak kasus para istri sering (merasa) sebagai pihak yang menjadi korban, yang harus mengalah, dan mengerti.
Nasihat mikul dhuwur mendhem jero, yang selama ini dijadikan alasan permakluman istri jika terpaksa berbagi suami dengan keluarganya, baik waktu, uang, maupun perhatian. Label menantu durhaka, istri ga tau diri akan disematkan jika istri mengajukan protes.
Pekerjaan
Memenuhi nafkah dan kebutuhan keluarga, adalah alasan klasik untuk suami yang lebih banyak menghabiskan waktu demi pekerjaannya. Untuk para istri yang hanya fokus mengurus keluarga justru tantangannya semakin besar. Harapan untuk sedikit mendapat perhatian, alih-alih menerima pujian setelah capek dan stres seharian mengurus keluarga hanya menimbulkan serpihan kecewa yang pada akhirnya akan berakumulasi pada kesedihan dan keputusasaan.
Hobi
Kesenangan atau hobi yang katanya sebagai penghilang kejenuhan dari rutinitas kerja dan kesibukan, mau tidak mau pada akhirnya juga “merenggut” suami dari istri. Keadaan ini semakin parah jika hobi suami ternyata membutuhkan biaya besar seperti menjadi kolektor atau anggota klub tertentu. Jangankan tabungan, bisa-bisa dana primer untuk pemenuhan kebutuhan keluarga ikut melayang demi memenuhi hobi.
Apa Saja Batasannya?
Pertanyaannya kemudian, apakah salah jika suami perhatian kepada keluarganya, bekerja keras, dan menyalurkan hobi? Tentu saja tidak, sepanjang suami tidak melampaui batas. Lalu kriteria apa yang bisa menjadi batasan suami termasuk dalam kategori yang terbagi dan menyakiti?
Keluarga suami sudah menjadi pihak ketiga jika nafkah yang ia berikan pada mereka jauh lebih besar daripada untuk mencukupi kebutuhan istri dan anaknya. Selalu siaga dan datang jika keluarganya meminta dia ada. Menyudutkan istri dan lebih membela keluarganya jika ada pengaduan. Membiarkan istri menjadi asing saat acara bersama keluarga besarnya. Memprioritaskan kepentingan saudara, ipar ataupun keponakan dibanding istri dan anak sendiri.
Hal-hal yang acapkali kita temui atau bahkan alami ini terkesan sepele. Namun percayalah, itu semua adalah bom waktu yang siap meledak setiap saat ketika istri tidak lagi sanggup menjaga stabilitas emosinya.
Pekerjaan menjadi pihak ketiga jika suami sudah memprioritaskannya jika dibandingkan keluarga. Ia bahkan masih tetap bekerja saat berada di rumah. Tidak ada pembicaraan selain pekerjaan, komunikasi hanya dominan seputar gaji, kenaikan karir, bos, teman kerja, karyawan, deadline, dan keluhan lainnya.
Sering terlambat bahkan membatalkan acara bersama keluarga, suami menjadi kurang bersosialisasi dan menutup diri. Suami enggan bicara dan mendengarkan dan berbagi. Rumah hanyalah serasa tempat singgah dan puncaknya adalah dia lebih merasa nyaman dan bahagia di tempat kerja daripada di rumah.
Hobi adalah kegemaran, kesenangan istimewa pada waktu senggang, bukan pekerjaan utama. Artinya jika suami lebih banyak menghabiskan waktu, tenaga, pikiran, dan biaya demi hobinya, itu adalah alarm bagi kehidupan rumah tangga.
Meski terdengar hobi yang sederhana misalnya memancing, akan tetapi jika menjadi memancing di laut, yang biasanya jaraknya jauh, istri juga sudah mulai diliputi kecemasan sejak suami berangkat, membayangkan kondisi yang bukan-bukan tentang laut.
Pun misal, hobi mengoleksi replika. Jika hanya membeli satu atau beberapa harganya masih terjangkau, tapi jika sudah sampai memborong puluhan hingga ratusan item, bisa-bisa uang belanja melayang demi hobi ini. Hobi touring, yang notabene jalan raya rawan terjadinya kecelakaan. Jika suami terlalu banyak jadwal dan acara bersama klubnya, istri hanya diliputi kecemasan setiap suami pergi melakukan hobinya.
Jalan Tengah sebagai Solusi
Lalu bagaimana caranya supaya suami tetap dapat memperhatikan keluarga, bekerja dan melakukan hobi tanpa harus mengorbankan hak istri? Ya, jalan tengah adalah solusi yang harus kita ambil agar semua bisa berjalan sesuai koridornya. Suami bahagia dan istripun tidak menderita tekanan batin yang ujung-ujungnya memicu perang dingin, keretakan, pertengkaran hingga hancurnya mahligai rumah tangga.
Komunikasikan Harapan Bersama
Suami dan istri adalah dua individu yang berbeda. Masing-masing memiliki perspektif, tujuan, dan keinginan. Tentu tidak sama terkait batasan dan kadar apa yang dapat melukai, atau terlukai oleh satu sama lain. Di sinilah pentingnya komunikasi dengan kepala dingin untuk menyelaraskan isi hati dan pikiran. Suami menyampaikan alasan-alasan logis mengapa dia harus condong pada keluarga, pekerjaan, juga hobinya.
Istri juga memberikan masukan hal-hal apa saja yang membuatnya merasa terabaikan. Satu dua kali pembicaraan mungkin belum akan menemukan titik temu, tapi kita harus yakin dengan niat baik untuk saling membahagiakan satu sama lain celah-celah pemicu keretakan itu dapat kita minimalisir.
Buat Kesepakatan
Setelah berbicara dari hati ke hati tentang harapan terhadap satu sama lain, buatlah daftar kesepakatan. Misalnya kapan suami berkunjung atau menghabiskan waktu bersama keluarga, hobi hingga aturan untuk tidak membawa pekerjaan ke rumah. Lalu kesepakatan berapa uang yang boleh ia habiskan untuk selain kepentingan keluarga.
Begitupun dengan pekerjaan, kita harus ingat uang tidak dapat mengganti waktu yang terlewat. Sedekat apapun dengan klien dan kolega, saat suami tertimpa musibah, keluargalah yang akan merasa paling kehilangan dan berempati. Jadi, mulailah luangkan waktu untuk sekedar makan bersama, liburan dekat rumah atau sekedar bercengkerama dengan istri dan anak.
Ingatlah Kembali Tujuan Awal Menikah
Lakukan pillow talk menjelang tidur. Lima sampai sepuluh menit yang intens. Fokus pada diri kita sebagai pasangan suami istri, tanpa bahasan anak-anak, keluarga, pekerjaan, apalagi media sosial. Ingat-ingat lagi romantisme ketika bertemu pasangan pertama kali, saat jatuh cinta, momen pernikahan, hal-hal yang kita sukai.
Berbagi mimpi untuk masa depan, liburan, petualangan dan hal-hal positif lainnya yang akan menguatkan dan me-recharge cinta sebagai suami istri. Ingatlah bahwa dulu suami dan istri saling berjanji untuk membahagiakan satu sama lain, lalu apakah hal itu masih relevan dengan yang terjadi sekarang?
Suami istri ibarat burung yang masing-masing hanya memiliki satu sayap, keduanya hanya bisa terbang jika saling berpelukan. Jadi sudah selayaknya masing-masing berusaha menguatkan, mencintai dan membahagiakan tanpa melupakan porsi kebahagiaan pribadi. Jika sudah sama-sama saling mengerti semoga tidak akan ada lagi istri yang menderita karena “tidak sengaja” berbagi suami. []