Mubadalah.id – Islam hadir di muka bumi ini untuk manusia dan kemanusiaan. Islam hadir dengan ajaran, akidah, syari’ah dan aturan-aturannya adalah untuk kemaslahatan manusia di muka bumi ini dan di akhirat nanti. Bahkan Islam menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Salah satu bentuk elaborasi dari nilai-nilai kemanusiaan itu adalah pengakuan yang tulus terhadap kesamaan dan kesederajatan manusia. Semua manusia adalah sama dan sederajat di mata Allah Swt. Yang membedakan hanyalah prestasi dan kualitas takwanya.
Dalam hal ini, perlu ditegaskan bahwa ajaran tauhid sebagai inti ajaran Islam adalah yang mengajarkan bagaimana berketuhanan. Dan juga menuntun manusia bagaimana berkemanusiaan dengan benar.
Tauhid secara bahasa berarti mengesakan Allah Swt. Yaitu, keimanan dan keyakinan bahwa Tuhan yang benar hanyalah satu atau esa.
Menurut Al-Qur’an
Dalam ungkapan bahasa Arab adalah wahid, yang menjadi kata asal dari istilah tauhid itu sendiri. Kalimat yang representatif adalah la iliha illa Allah, Tidak ada Tuhan selain Allah. Inilah kalimat tauhid. Surat dalam al-Qur’an yang menjadi representasi dari ajaran tauhid adalah surat yang ke-112. Yaitu surat al-Ikhlas, atau surat kemurnian dan ketulusan.
(1) Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa. (2) Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (3) Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. (4) Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia. (QS. al-Ikhlas, 112: 1-4).
Tetapi pengertian tauhid dalam Islam, tidak sekedar pengakuan keesaan Allah Swt, yang bersifat transendental semata. Tauhid juga memiliki implikasi horizontal, untuk manusia dan kemanusiaan.
Karena sejatinya, tauhid juga untuk manusia. Bukan untuk kepentingan Allah Swt. Kita bisa merujuk pada beberapa ayat al-Qur’an mengenai ketauhidan terhadap Allah Swt.
Surah Al-Ikhlas, sebagai inti ajaran tauhid, seperti telah disebutknya, di dalamnya disebutkan mengenai beberapa ajaran penting tentang tauhid, yakni Allah adalah Esa, Allah adalah tempat bergantung, Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, serta tidak ada satu pun makhluk di alam semesta ini yang menyamai Allah. []
Sumber: Buku Pertautan Teks dan Konteks dalam Muamalah karya Dr. Faqihuddin Abdul Kodir