Mubadalah.id – Dalam banyak ayat Al-Qur’an, kita temukan anjuran tegas agar manusia baik laki-laki maupun perempuan untuk bekerja. Karena bekerja bukan sekadar urusan duniawi, melainkan perintah ilahi yang sejajar dengan ibadah spiritual seperti shalat.
Sebagaimana Allah SWT memerintahkan manusia dalam Surat al-Mulk ayat 15:
“Dia-lah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya.”
Bukan hanya itu. Dalam Surah Thaha ayat 53-54, Allah menegaskan bahwa bumi ini dihamparkan, ditumbuhkan padanya berbagai tanaman, dan manusia dipersilakan makan serta menggembala hewan ternaknya. Semua ini tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang mau berpikir.
Bahkan dalam Surat al-A’raf ayat 10, Allah menyebutkan:
“Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi itu (sumber) penghidupan.”
Sayangnya, tidak sedikit orang yang justru memilih berdiam diri dan menggantungkan hidup pada belas kasihan orang lain. Padahal dalam banyak hadits, Rasulullah SAW menegaskan pentingnya bekerja.
Bahkan, Nabi SAW mengangkat teladan Nabi Dawud AS, yang selalu makan dari hasil kerja tangannya sendiri. Dalam satu riwayat, Nabi bersabda:
“Seseorang yang mengambil tali lalu pergi mencari kayu bakar, mengikatkannya di punggungnya, lalu menjualnya, itu lebih baik daripada dia meminta-minta kepada orang lain yang kadang diberi dan kadang ditolak.” (HR. Bukhari)
Sikap mandiri ini menumbuhkan harga diri, menjaga kehormatan, sekaligus menjalankan perintah Allah. Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam bukunya Pertautan Teks dan Konteks dalam Muamalah menekankan, mencari nafkah bukan sekadar soal bertahan hidup, tetapi juga bentuk nyata ibadah sosial yang terhubung langsung dengan tauhid.
Karenanya, jangan pernah merasa hina hanya karena bekerja keras. Justru, orang yang rajin berusaha, menempuh jalan halal demi memenuhi kebutuhan keluarganya, sedang mempraktikkan salah satu sunnah paling agung dari Nabi Muhammad SAW. []