• Login
  • Register
Minggu, 1 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Kafa’ah dalam Pernikahan Penyandang Disabilitas

Sebagian penyandang disabilitas memiliki keterbatasan yang menjadikannya tidak bisa memenuhi rukun pernikahan

Shivi Mala Shivi Mala
21/02/2025
in Personal
0
Kafa'ah dalam Pernikahan

Kafa'ah dalam Pernikahan

1.3k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Persoalan kafa’ah merupakan bagian penting yang perlu untuk calon mempelai pelajari sebelum melaksanakan pernikahan. Secara umum, Kafa’ah memiliki arti kesepadanan, keserasian, keselarasan, dan kesesuaian antara calon suami dan calon istri. Lalu bagaimanakah dengan penyandang disabilitas? Apakah ‘setara’ tersebut berarti penyandang disabilitas hanya boleh menikah dengan sesama penyandang disabilitas?

Penyandang Disabilitas Boleh Menikah

Al-Qur’an telah menjelaskan terkait penciptaan makhluk yang berpasang-pasangan, yaitu pada Qs. Az Zariyat (49) :

وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ

“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar engkau mengetahui (kebesaran Allah)”

Sedangkan pada hukum fikih, pernikahan memiliki hukum yang beragam. Pernikahan bisa berhukum mubah dan bisa berubah menjadi wajib, sunnah, makruh dan haram. Perubahan hukum tersebut tergantung situasi, niat dan latar belakang pernikahan.

Baca Juga:

Budaya Gosip dan Stigma atas Perempuan dalam Film Cocote Tonggo (2025)

Belajar dari Malaysia Soal Akses Difabel

Tantangan Difabel: Aku Tidak Berbeda, Hanya Hidup dengan Cara yang Berbeda

“Normal” Itu Mitos: Refleksi atas Buku Disabilitas dan Narasi Ketidaksetaraan

Dalam sebuah diskusi pada kolom komentar sosial media, terdapat keresahan penyandang disabilitas dalam pernikahan. Antara lain ketidak percayaan diri untuk menikah bahkan pelarangan dari orang tua. Tentu hal ini imbas dari stigma masyarakat yang cenderung memandang berbeda penyandang disabilitas.

Terlebih lagi,  kafa’ah sering menjadi bahan diskusi sebelum melaksanakan pernikahan. Secara kasat mata, penyandang disabilitas memang memiliki keterbatasan, tetapi sebagai manusia pasti mereka juga memiliki value yang menunjang kekurangannya. Konsep ini sebenarnya sama saja seperti manusia pada umumnya yang memiliki kekurangan dan kelebihan.

Kafa’ah Pernikahan Penyandang Disabilitas

Rukun Nikah ada 5 hal, yaitu  Ada mempelai laki-laki dan perempuan, ada wali, ada saksi, mengucapkan ijab oleh wali atau wakil wali dan mengucapkan Qabul bagi mempelai laki-laki. Sedangkan dalam Undang-Undang pernikahan syarat pernikahan adalah ketika mempelai minimal telah mencapai usia 19 tahun.

Kafa’ah memang bukan syarat dan rukun pernikahan, tetapi setiap orang yang hendak menikah seyogyanya mempertimbangkan hal itu. Kafa’ah dalam pernikahan menjadi modal awal untuk mewujudkan pernikahan yang sakinah mawaddah wa rahmah meminimalisir ketidaksepahaman.

Dalam buku Fiqh Penguat Penyandang Disabilitas hasil karya Lembaga Bahtsul masail PBNU, konsep kafa’ah dalam pernikahan memiliki beberapa faktor pertimbangan, yaitu : a. Darah (nasab), b. Hirfah (profesi), c. agama d. merdeka, dan tidak ada kekurangan.

Konsep tersebut berlaku baik pernikahan non disabilitas, salah satunya penyandang disabilitas, atau keduanya penyandang disabilitas, Jika sudah mempertimbangkan hal ini dan merasa mampu untuk menjalankan pernikahan, maka pernikahan dapat terwujud.

Dalam kehidupan sehari-hari, tentu pernah tampak penyandang disabilitas yang menikah dan bisa membangun keluarga. Begitulah seharusnya implementasi hukum Islam dalam memandang hukum pernikahan, yaitu tidak membedakan penyandang disabilitas atau bukan.

Siapapun memiliki hak untuk sebagai bentuk menjalankan sebagian dari syariat agama; termasuk penyandang disabilitas. Pernikahan penyandang disabilitas juga harus atas dasar keridhaan bukan paksaan pihak manapun.

Menurut pendapat ulama’ mu’tamad, penyandang disabilitas sensorik seperti tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, disabilitas sebab cedera dan sejenisnya tidak diperhitungkan dalam konsep kafa’ah ini, artinya dapat mengikuti standar kafa’ah pernikahan seperti manusia non disabilitas.

Tetapi calon suami dan calon istri boleh melakukan khiyar (memilih) atas disabilitas tertentu sebelum terjadi pernikahan.Bagi laki-laki terdapat 5 hal yang menyebabkan adanya khiyar yaitu junun (gila), judzam (lepra), barash (belang), al jabbu (putusnya kemaluan) dan al ‘unnah (impoten).

Sedangkan bagi perempuan terdapat 5 hal yang dapat menyebabkan khiyar yaitu junun (gila), judzam (lepra), barash (belang), terdapat daging yang menghalangi tempat jima’ dan al qarnu terdapat tulang yang tumbuh di dalam tempat jima’ perempuan. Meskipun begitu, kembali pada syarat sah dan hukum pernikahan, konsep Kafa’ah yang bukanlah suatu hal yang dapat membatalkan keabsahan pernikahan.

Penyesuaian dalam Pernikahan Penyandang Disabilitas

Sebagian penyandang disabilitas memiliki keterbatasan yang menjadikannya tidak bisa memenuhi rukun pernikahan. Misalnya prosesi pengucapan lafaz akad nikah bagi tuna wicara.  Mempelai laki-laki dapat mengganti dengan menggunakan bahasa isyarat atau menuliskan kalimat ijab kabul.

Sementara enurut Imam Ibn Hajar Al-Haitami; Tokoh Mazhab Syafi’i, pernikahan seperti itu adalah sah, asalkan proses ijab kabul tidak diwakilkan kepada orang lain.

Ulama pemerhati kajian disabilitas juga telah mengkaji berkaitan musafahah ketika akad nikah bagi penyandang disabilitas. Meskipun biasanya dalam akad nikah berjabat tangan antara wali dan mempelai laki-laki,  jabat tangan (musafahah)  bukan syarat sah pernikahan. Sehingga akad nikah tanpa berjabat tangan; misal menggunakan kaki tetap boleh dan sah pernikahannya.

Jadi, disabilitas bukanlah halangan dalam menikah meskipun terdapat penyesuaian tertentu. Setiap manusia memiliki hak yang sama untuk menikah dan membangun rumah tangga. Sebab jodoh adalah rahasia Allah yang tidak bisa manusia perkirakan menggunakan logika. []

Tags: Fikih DisabilitasInklusiIsu DisabilitasKafa'ah dalam PernikahanPenyandang Disabilitaspernikahan
Shivi Mala

Shivi Mala

Islamic Law Enthusiast

Terkait Posts

Pandangan Subordinatif

Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

31 Mei 2025
Joglo Baca SUPI

Joglo Baca SUPI: Oase di Tengah Krisis Literasi

31 Mei 2025
Disabilitas dan Seni

Kreativitas tanpa Batas: Disabilitas dan Seni

31 Mei 2025
Difabel di Dunia Kerja

Menjemput Rezeki Tanpa Diskriminasi: Cara Islam Memandang Difabel di Dunia Kerja

30 Mei 2025
Memahami AI

Memahami Dasar Logika AI: Bagaimana Cara AI Menjawab Permintaan Kita?

30 Mei 2025
Kehendak Ilahi

Kehendak Ilahi Terdengar Saat Jiwa Menjadi Hening: Merefleksikan Noble Silence dalam Perspektif Katolik

29 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jilbab

    Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Makna Hijab dan Jilbab dalam al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kreativitas tanpa Batas: Disabilitas dan Seni

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Makna Hijab dan Jilbab dalam al-Qur’an
  • Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila
  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)
  • Tren Mode Rambut Sukainah

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID