Takwa sebagai standar kafaah manusia termasuk suami-istri adalah sesuatu yang terbuka dan dinamis.
Mubadalah.id – Dalam berinteraksi sosial, kita kadang tak kuasa menghindar dari relasi kelas, baik berbasis jenis kelamin, ras, maupun lainnya. Di masyarakat Arab, jenis kelamin, bangsa, dan suku agaknya paling menentukan. Ketiganya bersifat tertutup karena bawaan lahir.
Merespons hal ini, Allah Swt menegaskan bahwa ketiganya sama sekali bukan standar kualitas manusia. Allah Swt kemudian memberikan standar baru yang terbuka, yaitu ketakwaan.
Hal ini berarti bahwa seorang perempuan Indonesia bersuku Jawa yang bertakwa lebih mulia daripada seorang laki-laki Arab bersuku Quraisy yang tidak bertakwa. Jika keduanya bertakwa, berarti sama-sama mulia. Apa pun poSisi keduanya dalam sebuah relasi sosial.
Takwa dapat dipahami sebagai sebuah kesadaran untuk menjaga dan menyelaraskan diri dengan status melekat hanya sebagai hamba Allah Swt (tauhid) dan amanah melekat sebagai khalifah fil ardh yang bertugas mewujudkan kemaslahatan di muka bumi. Takwa adalah kombinasi iman dan perbuatan baik, atau iman yang menggerakkan perbuatan baik.
Pergeseran standar dalam melakukan relasi sosial ini juga terjadi dalam relasi perkawinan. Rasulullah mengubah standar kafaah (sepadan) calon suami-istri yang umum dipegang masyarakat, yaitu kekayaan, keturunan, kesempurnaan fisik, dan agama, menjadi hanya agama yang intinya adalah takwa.
Kemaslahatan
Iman sebagai unsur penting dalam takwa berada di hati dan tidak terukur. Namun, indikasi iman yaitu perbuatan baik adalah sesuatu yang terukur. Ukurannya adalah kemaslahatan.
Iman juga dinamis, yazidu wa yangushu (naik dan turun). Kapan saja kita berbuat buruk atau melahirkan mafsadah, iman kita sedang turun. Sebaliknya, kapan saja kita berbuat baik, iman sedang naik.
Ujian iman sejatinya terjadi setiap detik sepanjang hayat. Kadang berupa sesuatu yang menyenangkan sehingga kita berat untuk menolaknya.
Karenanya, laki-laki dan perempuan mesti bekerja sama sebagai mitra. Keduanya mesti bahu-membahu memelihara dan memupuk iman agar punya daya dorong kuat untuk melahirkan kemaslahatan di muka bumi, termasuk di dalam keluarga.
Takwa sebagai standar kafaah manusia termasuk suami-istri adalah sesuatu yang terbuka dan dinamis. Jadi, apa pun latar belakang kita, kalau latar depannya sama, insya Allah Swt kita bisa sekufu dengan siapa pun. []