• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Kalau bisa Nikah dengan Mahar yang Mudah, Kenapa Pilih yang Susah?

Mahar adalah sebuah keniscayaan dalam pernikahan. Jika menikah adalah takdir, maka menikah dengan mahar yang mudah dan murah adalah pilihan

Aida Nafisah Aida Nafisah
04/09/2022
in Personal, Rekomendasi
0
Mahar yang Mudah

Mahar yang Mudah

586
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Salingers nggak usah bingung-bingung nentuin mahar, pilihlah yang paling sederhana, mudah, dan murah! Yang penting kan “SAH”

Mubadalah.id – Kemarin suamiku bercerita bagaimana proses pernikahan temannya telah menikah dua minggu lalu. Salah satu kendala yang temannya alami adalah proses menentukan mahar yang mudah. Bagaimana tidak, mahar 300 ribu rupiah bisa diubah hanya seperti membalikkan telapak tangan menjadi 10 juta rupiah.

Sebenarnya panjang cerita soal mahar temannya. Tapi kalau teman-teman punya pengalaman mengubahnya dari kesepakatan awal, mari kita bercerita, dimulai dari pengalaman aku dan suami menentukan mahar yang mudah untuk pernikahan kami dua bulan lalu.

Bagi kami mahar nikah yang kami tentukan tidak banyak dan juga tidak sedikit, hanya 260 ribu rupiah. Bagi sebagian orang nilainya luar biasa, bagi sebagian yang lain ini hanya recehan belaka. Tapi bagi kami ini nilai yang sempurna.

Ih sedikit banget maharnya!? Pragmatisnya aku suka dengan angka dua, selain dua adalah tanggal lahirku, dua juga adalah tanggal pernikahan kami. Bagiku angka dua juga adalah angka genap, pokoknya suka aja sama angka dua.

Menghadapi Intervensi Pihak Luar

Lalu bagaimana dengan intervensi dari pihak eksternal, apakah dinyinyirin orang lain atau keluarga? Aku sempat ditawari emas oleh pihak keluarga suami, tetapi aku memilih uang, tentu saja ini juga berkat saran dari keluargaku untuk tidak menyulitkan dan tidak membebani calon suami.

Baca Juga:

Bagaimana Akhlak Karimah dalam Memilih dan Melamar Pasangan Pernikahan?

Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

Kafa’ah yang Mubadalah: Menemukan Kesepadanan dalam Moral Pasutri yang Islami

Jalan Mandiri Pernikahan

Saat sudah cocok dengan nilai sebesar 260 ribu ini. Alhamdulillah sekali, kedua belah pihak keluarga sama-sama menghargai keputusan aku dan suami. Tidak ada reaksi yang berlebihan atau merendahkan.

Namun, ada saja hal-hal yang membuat suamiku ragu dengan besaran nilai yang kami tentukan di awal. Di mana saat menjalani proses validasi administrasi pernikahan di KUA, yang ternyata hal ini juga yang teman suamiku alami tadi. Mungkin hal ini juga akan dirasakan oleh teman-teman yang hendak menikah.

Waktu itu, staf KUA menanyakan kepada saya dan suami, “apakah ini cukup dan sesuai dengan standar hidup jaman sekarang?” Tanpa basa-basi aku menegaskan “ini cukup pak, tidak lebih dan tidak kurang.” Suami pun mengeluarkan senyum sumringah dengan jawabanku.

Namun saat jalan pulang, ternyata suamiku insecure. Ia kembali mengkonfirmasi, jika maharnya terasa harus ia tambah, beliau siap untuk menambah. Tetap dengan yakin aku bilang bahwa, aku masih tetap suka angka dua, dan aku tetap mau uang sebesar 260 ribu rupiah ini.

Prinsip dalam Menentukan Mahar

Ada beberapa prinsip dalam menentukan nilainya, sehingga aku bisa seyakin ini. Pertama, sebelum menikah aku menemukan sebuah harta karun dalam tulisan Kiai Faqihuddin Abdul Kodir tentang mahar di website Mubadalah.id. Sebuah Hadist sahih yang sangat mubadalah, bunyinya begini:

Dari Aisyah ra, bahwa Nabi Saw bersabda: “Sesungguhnya, di antara yang paling besar berkahnya di antara para perempuan adalah yang paling mudah dan murah dalam menentukan mahar perkawinannya”. (Sunan al-Baihaqi, no. hadits: 13295).

Ini menjadi dalil paling dasar bagi aku dan suami dalam menentukan mahar, pihak laki-laki jangan pelit dan perempuan jangan mempersulit.  260 ribu rupiah adalah angka yang paling masuk akal bagi aku dan suami. Hal ini sudah kami kalkulasikan dengan pendapatan bulanan suamiku.

Tentulah, karena  suami yang wajib memberikannya, jadi aku lebih senang menerima mahar atas hasil jerih payahnya sendiri, uang yang Ia dapat dari kerjanya sendiri.

Mahar Bukan Alat Tukar

Kedua, mahar bukanlah alat tukar. Bukan berarti setelah suami memberikan mahar lantas ia bebas mengatur hidupku. Hidupku tidak bisa terbeli oleh apapun, bagiku mahar adalah sebuah simbol komitmen dan keseriusan aku dan suami menjalani ibadah dengan durasi terpanjang ini, bagaimana nanti aku dan suami bisa memberikan perlindungan dengan penuh cinta tanpa kekerasan.

Ketiga, tidak perlu goyah dengan standar orang lain. Jika mahar dalam pernikahan saudara, teman, atau kerabat lainnya lebih besar atau lebih rendah. Itu bukanlah hal yang perlu kita bandingkan. Mungkin saja mereka memberikannya karena mereka mau, mampu, dan ikhlas menerimanya. Jadi buatlah standar kita sendiri.

Terakhir sebelum menikah, aku selalu sadar bahwa mahar adalah sebuah keniscayaan dalam pernikahan. Jika menikah adalah takdir, maka menikah dengan mahar yang mudah dan murah adalah pilihan. []

Tags: istriKesalinganMaharNikahperkawinansuami
Aida Nafisah

Aida Nafisah

Sedang belajar menjadi seorang ibu

Terkait Posts

Toleransi di Bali

Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

7 Juni 2025
Narasi Hajar

Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

6 Juni 2025
Berkurban

Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang

6 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

5 Juni 2025
Kesehatan Akal

Dari Brain Rot ke Brain Refresh, Pentingnya Menjaga Kesehatan Akal

4 Juni 2025
Pesan Mubadalah

Pesan Mubadalah dari Keluarga Ibrahim As

4 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jam Masuk Sekolah

    Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 7 Langkah yang Dapat Dilakukan Ketika Anda Menjadi Korban KDRT
  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID