Mubadalah.id – Jalaluddin Rakhmat atau yang akrab saya panggil Kang Jalal, merupakan nama salah satu cendekiawan Muslim Indonesia yang tersohor. Pembawaannya kalem. Tenang. Saya mendapatkan ketenangan yang luar biasa dari pemikiran dan sosok Kang Jalal.
Awal mula perkenalan beliau tentu saja ketika saya menempuh bangku kuliah. Islam Aktual judul bukunya. Terjejer rapi dengan buku-buku pemikiran Islam lainnya seperti Islam Rasional karya Prof. Dr. Harun Nasution, Islam Transformatif karya Moeslim Abdurrahman, berikut buku-buku KH. Abdurrahman Wahid, Prof. Dr. Nurcholish Madjid, dan lain masih banyak lagi.
Pemikiran keislamannya berpandangan jauh ke depan dan kontemplatif. Saya sendiri masih sulit meneladani ketenangan pikiran dan kepribadian Kang Jalal. Padahal ketenangan yang terpatri dalam diri Kang Jalal adalah inti dari Islam.
Gestur tubuhnya, teduh wajahnya, cara ia berjalan, dalam menyampaikan ceramah, gaya menulisnya, semuanya dilakukan dengan tenang. Kalau tidak keliru, saya pernah bertemu Kang Jalal dalam diskusi bulanan JIL dan diskusi di kampus IAIN Cirebon yang memang sudah lampau sekali. Tetapi kesan dan pesan yang ia sampaikan sungguh mengesankan.
Ya saya melihat cermin Islam yang tenang dari Kang Jalal. Ia tidak pernah menonjolkan pemikirannya agar diikuti dan diapresiasi orang. Pemikirannya yang kaya mencerminkan bacaannya juga kaya. Kang Jalal tidak pernah gagah-gagahan bahwa ia itu Sunni atau Syiah.
Pemikiran dan amaliahnya sehari-hari benar tenang dan berjalan apa adanya. Pemikirannya dalam bentuk tulisan dan lisan, mengalir begitu saja, tanpa menekan-nekan, tanpa merasa gagah punya kawan atau jemaah yang banyak. Ia gentle menyampaikan setiap pemikirannya tanpa takut dengan protes dan intimidasi.
Spirit Islam yang tenang Kang Jalal menjadi cerminan betapa kokohnya ilmu dan prinsipnya dalam membangun perspektif yang merdeka. Acap kali saya mendengar kabar bahwa setiap kali diskusi menghadirkan Kang Jalal, mendapatkan intimidasi dan pembubaran dari pihak yang tidak senang. Mereka enggan dialog, inginnya menang sendiri, tidak mau mendengarkan penjelasan Kang Jalal. Dan hebatnya lagi Kang Jalal tidak pernah takut dengan itu semua, ia tetap dengan jalan hidupnya yang tenang. Ia hadapi semuanya dengan tenang.
Saya menyaksikan kesempatan kajian Kang Jalal di laman Facebook IJABI yang secara rutin menayangkan kajian maqashidus syariah ala Kang Jalal. Masih seperti yang dulu. Kang Jalal menjelaskan pemikiran demi pemikirannya dengan tenang dan runut. Spirit ketenangan yang dimiliki Kang Jalal, sangat sulit saya temukan dari tokoh-tokoh yang lain. Selain ia tidak menonjolkan akidah apa yang ia anut, Kang Jalal juga bukan tipe cendekiawan Muslim yang hitam-putih. Ia dapat bergaul dengan siapapun. Identitas akidahnya tidak membuat ia saklek dan apalagi mau menang sendiri.
Saya masih ingat betul. Ketika KH. Abdullah Gymnastiar mengatakan bahwa ia pernah sowan karena terinspirasi oleh pemikiran dan kepribadian Kang Jalal yang tenang. Bahkan ia pernah meminta didoakan oleh Kang Jalal. Baik Aa Gym maupun Kang Jalal keduanya memang berdomisili di Bandung. Andai saja umat Muslim tidak ditakut-takuti oleh MUI dan sebagian besar para tokoh Muslim lainnya tentang keteguhan akidah Kang Jalal, saya yakin sekali akan ada banyak orang yang menaruh hati akan keluhuran akhlak Kang Jalal.
Kang Jalal yang berperangai tenang itu kini telah pulang, Insya Allah dengan tenang. Dengan membawa sekarung pahala dan amal yang insya Allah diridai Allah. Kang Jalal yang telah mewariskan wajah Islam yang tenang. Islam yang tidak petengtengan. Islam yang pembawaannya tidak grasah-grusuh.
Jujur saya kehilangan sosok Kang Jalal yang tenang itu. Saya akan berusaha menjadi Muslim yang lebih tenang lagi, kalau tidak seratus persen seperti Kang Jalal, ya minimalnya ada mirip-miripnya saja sudah untung dan berkah. Pemikirannya soal pluralisme, kesetaraan gender, spiritualitas Islam dan lain sebagainya sudah tidak ada yang meragukan lagi.
Selamat jalan Kang Jalal. Selamat menempuh perjalanan pulang. Semoga semakin tenang bersama Tuhan. Semoga husnul khatimah. []