Selasa, 18 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Bedah Buku #Reset Indonesia

    Bedah Buku #Reset Indonesia: Membongkar Kegagalan Sistemik Negeri Ini

    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Kampus Menjadi Ruang

    Bersama Melawan Bullying: Kampus Harus Menjadi Ruang Aman

    Tinder

    Kelindan Teror dalam Aplikasi Tinder

    CBB

    Cewek Bike-Bike (CBB): Bukan Sekadar Kayuhan, Tapi tentang Merayakan Tubuh Perempuan

    Al-Ummu Madrasatul Ula

    Menafsir Al-Ummu Madrasatul Ula: Keluarga Sebagai Sekolah Pertama

    Peran Pemuda

    Peran Pemuda dalam Merawat Indonesia

    Male Loneliness

    Male Loneliness dan Solusi Ta’aruf: Memahami untuk Mengatasi Kesepian

    Publik tentang Pesantren

    Krisis Pemahaman Publik tentang Pesantren

    Bullying ABK

    Bullying ABK di Sekolah Reguler, Seberapa Rentan?

    Pesantren sebagai Tempat

    Pesantren: Tempat Pembentukan Peradaban

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Bedah Buku #Reset Indonesia

    Bedah Buku #Reset Indonesia: Membongkar Kegagalan Sistemik Negeri Ini

    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Kampus Menjadi Ruang

    Bersama Melawan Bullying: Kampus Harus Menjadi Ruang Aman

    Tinder

    Kelindan Teror dalam Aplikasi Tinder

    CBB

    Cewek Bike-Bike (CBB): Bukan Sekadar Kayuhan, Tapi tentang Merayakan Tubuh Perempuan

    Al-Ummu Madrasatul Ula

    Menafsir Al-Ummu Madrasatul Ula: Keluarga Sebagai Sekolah Pertama

    Peran Pemuda

    Peran Pemuda dalam Merawat Indonesia

    Male Loneliness

    Male Loneliness dan Solusi Ta’aruf: Memahami untuk Mengatasi Kesepian

    Publik tentang Pesantren

    Krisis Pemahaman Publik tentang Pesantren

    Bullying ABK

    Bullying ABK di Sekolah Reguler, Seberapa Rentan?

    Pesantren sebagai Tempat

    Pesantren: Tempat Pembentukan Peradaban

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hukum Syariat

Kapan Talak Jatuh?

Jawaban atas Kegamangan Memahami Hukum Agama dan Hukum Negara

Marzuki Wahid Marzuki Wahid
9 Januari 2021
in Hukum Syariat, Rekomendasi
0
Talak

Talak

429
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dewasa ini, banyak muslim(ah) gamang menjalani kehidupan agama di Indonesia. Di antaranya adalah kegamangan menghadapi  dualisme hukum: hukum agama (dinive law) dan hukum negara (state law), terutama ketika keduanya bertentangan. Seperti tentang hukum kapan talak jatuh? Mana yang harus diikuti?

Di antaranya adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam Pasal 39 Ayat (1) disebutkan “Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhenti mendamaikan kedua belah pihak.”

Setelah 27 tahun, pasal ini diafirmasi oleh Kompilasi Hukum Islam (KHI) melalui Inpres Nomor 1 Tahun 1991. Pada Pasal 115 KHI dinyatakan: “Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama, setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.” Lebih jauh dari itu, KHI mendefinisikan talak adalah “Ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan dengan cara sebagaimana dimaksud di dalam pasal 129, 120 dan 131.“

Dua tahun sebelumnya, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama juga menjelaskan hal yang sama dalam Pasal 66 Ayat (1) yang berbunyi “Seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan isterinya mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan sidang guna penyaksian ikrar talak.”

Dengan demikian, ketentuan hukum negara sangat jelas bahwa talak bagi muslim(ah) hanya bisa jatuh di hadapan sidang Pengadilan Agama. Artinya, ikrar talak yang diucapkan di luar sidang Pengadilan Agama dinyatakan tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Kesimpulan ini dipertegas Pasal 123 KHI yang menyatakan: “Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang Pengadilan.“ Berkekuatan hukum tetap ditegaskan Pasal 153 ayat (4) yang berbunyi: “Bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak jatuhnya Putusan Pengadilan Agama yang mempunyai kekuatan hukum tetap, sedangkan bagi perkawinan yang putus karena kematian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak kematian suami. “

Nah, bagi sebagian kalangan muslim(ah) ketentuan ini dianggap bertentangan dengan ketentuan hukum fiqh. Dalam pemahaman mereka, ketentuan hukum fiqh selama ini tidak mengharuskan ikrar talak dinyatakan di hadapan sidang Pengadilan.

Alasannya adalah para ulama dari empat mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hanbali (jumhûr ’ulâmâ) sepakat bahwa adanya saksi bukanlah syarat bagi sahnya talak. Karena talak adalah hak suami. Bila suami menggunakan hak tersebut, meski tanpa kehadiran seorang saksi, bahkan meskipun istri tidak di hadapannya, atau dia hanya menuliskan sepucuk surat, maka talak dinyatakan sah dan berdampak hukum. Ini adalah ijmâ’ (konsensus) para ulama fiqh menurut al-Muza’i dalam Taysîr al-Bayân sebagaimana dijelaskan al-Syaukani dalam Nayl al- Authâr.

Oleh karena itu, dalam kitab Kifâyat al-Akhyâr, Imam Taqiy al-Din al-Hishni menulis:  “Falaw qâla anti thâliqun aw muthallaqatun aw yâ thâliqu aw yâ muthallaqatu waqa’at thalâqu“ (Seandainya suami berkata (pada istrinya): “Engkau talak” atau “engkau ditalak” atau “Wahai perempuan talak” atau “Wahai perempuan yang ditalak”, maka jatuhlah talak itu). Tidak diperlukan saksi. Suami bisa mentalak istrinya kapan saja dan di mana saja.

Dalam soal ini, sebetulnya terjadi ikhtilâf di kalangan ulama fiqh. Ibn Katsir dalam kitab tafsirnya mengutip dari Ibn Juraij bahwa Atha’ berkata: Lâ yajûzu fî nikâhin wa thalâqin wa rijâ’in illâ syâhida ’adlin kamâ qâla Allâh ’azza wa jalla illâ an yakûna min ’udzrin (Tidak boleh dalam nikah, talak, dan rujuk kecuali dua orang saksi sebagaimana difirmankan Allah azza wa jalla, kecuali karena ada alasan syar’i).

Imam Abu Ja’far Muhammad al-Baqir, sebagaimana dikutip Sayyed Sabiq dari al-Wasâ’il, juga  berkata: “Talak yang diperintahkan Allah dalam Kitab-Nya dan disunnahkan oleh Rasulullah SAW adalah suami menceraikan istrinya setelah suci dari haidnya dan mempersaksikan talaknya itu kepada dua orang laki-laki yang adil, sedang perempuannya masih dalam keadaan suci (dari haid) dan belum disetubuhi.

Dan suami berhak untuk merujuknya selama belum berlalu tiga kali suci. Talak dengan prosedur selain ini adalah batil dan bukan talak“. Hal ini ditegaskan oleh Imam Ja’far al-Shadiq: “Man thallaqa bi ghairi syuhûdin fa laysa bi thalâqin“ (Barangsiapa yang menceraikan istrinya dengan tanpa saksi-saksi, maka itu bukan talak yang sah).

Banyak sekali ulama kontemporer mendukung pendapat bahwa ikrar talak harus ada saksi. Di antaranya adalah Syaikh Muhammad Abduh, Syaikh Ahmad Syakir dalam Nidhâm al-Thalâq fi al-Islâm, Syaikh Muhammad Nashir al-Din al-Albani, Syaikh Muhammad Abu Zahrah, Syaikh Jad al-Haqq Ali Jad al-Haqq, Syaikh Muhammad al-Ghazali, Syaikh Sayyed Sabiq, Abd al-Rahman al-Shabuniy, dan banyak ulama lainnya.

Ulama Indonesia melalui KHI mengikuti pendapat kedua bahwa ikrar talak harus dinyatakan di hadapan saksi, dalam hal ini sidang Pengadilan Agama. Dalam proses peradilan pasti dihadirkan saksi-saksi. Demikian juga ketika ikrar talak, dewan hakim menyaksikannya.

Lalu, pertanyaannya adalah mana yang harus diikuti: hukum negara (UU) atau hukum agama (fiqh)?

Jawabannya jelas, hukum negara atau hukum fiqh yang sudah ditetapkan oleh negara wajib diikuti. Alasannya, pertama, hukum negara dalam hal ini UU Perkawinan bersifat mengikat (ilzâmun, imperatif) bagi warga negara Indonesia, termasuk muslim(ah).

Ada suatu kaidah fiqhiyyah berbunyi hukmul hâkim ilzâmun wa yarfa’ul khilâf (keputusan negara adalah mengikat dan menghilangkan perbedaan). Jika suatu masalah sudah menjadi keputusan negara, maka itulah yang berlaku dan mengikat.

Kedua, hukum negara tentang ikrar talak harus di hadapan sidang pengadilan juga diambilkan dari hukum fiqh. Jika negara sudah memutuskan salah satu pendapat dari banyak pilihan pendapat fiqh, maka keputusan negara mengikat dan perbedaan diakhiri.

Ketiga, keputusan talak harus di hadapan sidang pengadilan dipandang lebih adil dan bisa mengurangi kesewenang-wenangan. Jika nikah wajib disaksikan oleh dua orang saksi yang adil, maka talak pun seharusnya demikian. Seseorang tidak bisa sewenang-wenang memutus ikatan pernikahan tanpa mempertimbangkan suara pasangannya. Pengadilan adalah tempat yang tepat untuk memperoleh keadilan.

Keempat, perlindungan terhadap hak-hak perempuan semakin nyata melalui proses pengadilan. Di hadapan sidang pengadilan, istri bisa bersuara atas tuduhan suami dan sebaliknya. Istri bisa menuntut hak-haknya dan memastikan hak-hak terpenuhi bila terjadi perceraian.

Kelima, suami dan istri memperoleh kepastian hukum atas peristiwa perceraiannya. Putusan pengadilan atas perceraian memberikan kekuatan dan kepastian hukum yang bisa digunakan suami dan istri untuk menentukan sikap pasca-perceraian.

Dengan demikian, “perceraian hanya bisa jatuh di hadapan sidang pengadilan“ adalah maslahat bagi suami dan istri, sekaligus menolak kemafsadatan bagi keduanya (jalb al-mashâlih wa daf’ul mafâsid). Wallâhu a’lam bish Shawâb []

 

 

Tags: Fiqih PerkawinanHukum KeluargaislamKompilasi Hukum IslamPengadilan agamaperceraiantalak
Marzuki Wahid

Marzuki Wahid

KH Marzuki Wahid. akrab di panggil Kang Zeky adalah pendiri Fahmina dan ISIF Cirebon

Terkait Posts

Penyusuan Anak
Keluarga

Konsep Penyusuan Anak dalam Islam

11 November 2025
Disabilitas
Publik

Memperjuangkan Kontestasi Makna: Mengapa ‘Disabilitas’ Lebih Manusiawi dari ‘Cacat’

6 November 2025
Perempuan Haid yang
Keluarga

Saatnya Umat Islam Mengakhiri Stigma terhadap Perempuan Haid

5 November 2025
Perempuan Haid bukan
Keluarga

Islam Memuliakan Perempuan Haid, Bukan Mengasingkannya

4 November 2025
Kawin-Cerai
Keluarga

Tafsir Qur’ani atas Fenomena Kawin-Cerai Selebriti

4 November 2025
Haid dalam
Keluarga

Islam Menghapus Stigma Haid Perempuan: Dari Mata Iblis ke Martabat Kemanusiaan

4 November 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Peran Pemuda

    Peran Pemuda dalam Merawat Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menafsir Al-Ummu Madrasatul Ula: Keluarga Sebagai Sekolah Pertama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Krisis Pemahaman Publik tentang Pesantren

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Male Loneliness dan Solusi Ta’aruf: Memahami untuk Mengatasi Kesepian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bullying ABK di Sekolah Reguler, Seberapa Rentan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bersama Melawan Bullying: Kampus Harus Menjadi Ruang Aman
  • Kelindan Teror dalam Aplikasi Tinder
  • Cewek Bike-Bike (CBB): Bukan Sekadar Kayuhan, Tapi tentang Merayakan Tubuh Perempuan
  • Menafsir Al-Ummu Madrasatul Ula: Keluarga Sebagai Sekolah Pertama
  • Peran Pemuda dalam Merawat Indonesia

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID