Minggu, 19 Oktober 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Keadilan Gender

    SIKON CILEM UIN SSC Cirebon Angkat KUPI sebagai Gerakan Global Keadilan Gender Islam

    Metodologi KUPI

    Menelusuri Metodologi KUPI: Dari Nalar Teks hingga Gerakan Sosial Perempuan

    Trans7

    Pesantren di Persimpangan Media: Kritik atas Representasi dan Kekeliruan Narasi Trans7

    Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Belajar dari Gus Dur dan Daisaku Ikeda, Persahabatan adalah Awal Perdamaian

    Jurnalis Santri

    Sambut Hari Santri Nasional 2025, Majlis Ta’lim Alhidayah Gelar Pelatihan Jurnalistik Dasar untuk Para Santri

    Thufan al-Aqsha

    Dua Tahun Thufan al-Aqsha: Gema Perlawanan dari Jantung Luka Kemanusiaan

    Daisaku Ikeda

    Dialog Kemanusiaan Gus Dur & Daisaku Ikeda, Inaya Wahid Tekankan Relasi Lintas Batas

    Soka Gakkai

    Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

    Gus Dur dan Ikeda

    Masjid Istiqlal Jadi Ruang Perjumpaan Dialog Peradaban Gus Dur dan Daisaku Ikeda

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Feodalisme di Pesantren

    Membaca Ulang Narasi Feodalisme di Pesantren: Pesan untuk Trans7

    Membaca Buku

    Joglo Baca: Merawat Tradisi Membaca Buku di Tengah Budaya Scrolling

    Suhu Panas yang Tinggi

    Ketika Bumi Tak Lagi Sejuk: Seruan Iman di Tengah Suhu Panas yang Tinggi

    Sopan Santun

    Sikap Tubuh Merunduk Di Hadapan Kiai: Etika Sopan Santun atau Feodal?

    Aksi Demonstrasi

    Dari Stigma Nakal hingga Doxing: Kerentanan Berlapis yang Dihadapi Perempuan Saat Aksi Demonstrasi

    Pembangunan Pesantren

    Arsitek Sunyi Pembangunan Pesantren

    Eko-Psikologi

    Beginilah Ketika Kesalehan Individual dan Sosial Bersatu Dalam Eko-Psikologi

    Sampah Plastik

    Menyelamatkan Laut dari Ancaman Sampah Plastik

    Budaya Pondok Pesantren

    Budaya Pondok Pesantren yang Disalahpahami

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

    Fitrah Anak

    Memahami Fitrah Anak

    Pengasuhan Anak

    5 Pilar Pengasuhan Anak

    Pengasuhan Anak

    Pengasuhan Anak adalah Amanah Bersama, Bukan Tanggung Jawab Ibu Semata

    mu’asyarah bil ma’ruf

    Mu’asyarah bil Ma’ruf: Fondasi dalam Rumah Tangga

    Kemaslahatan dalam

    3 Prinsip Dasar Kemaslahatan dalam Perspektif Mubadalah

    Kemaslahatan Publik

    Kemaslahatan Publik yang Mewujudkan Nilai-nilai Mubadalah

    Politik

    Politik itu Membawa Kemaslahatan, Bukan Kerusakan

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Keadilan Gender

    SIKON CILEM UIN SSC Cirebon Angkat KUPI sebagai Gerakan Global Keadilan Gender Islam

    Metodologi KUPI

    Menelusuri Metodologi KUPI: Dari Nalar Teks hingga Gerakan Sosial Perempuan

    Trans7

    Pesantren di Persimpangan Media: Kritik atas Representasi dan Kekeliruan Narasi Trans7

    Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Belajar dari Gus Dur dan Daisaku Ikeda, Persahabatan adalah Awal Perdamaian

    Jurnalis Santri

    Sambut Hari Santri Nasional 2025, Majlis Ta’lim Alhidayah Gelar Pelatihan Jurnalistik Dasar untuk Para Santri

    Thufan al-Aqsha

    Dua Tahun Thufan al-Aqsha: Gema Perlawanan dari Jantung Luka Kemanusiaan

    Daisaku Ikeda

    Dialog Kemanusiaan Gus Dur & Daisaku Ikeda, Inaya Wahid Tekankan Relasi Lintas Batas

    Soka Gakkai

    Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

    Gus Dur dan Ikeda

    Masjid Istiqlal Jadi Ruang Perjumpaan Dialog Peradaban Gus Dur dan Daisaku Ikeda

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Feodalisme di Pesantren

    Membaca Ulang Narasi Feodalisme di Pesantren: Pesan untuk Trans7

    Membaca Buku

    Joglo Baca: Merawat Tradisi Membaca Buku di Tengah Budaya Scrolling

    Suhu Panas yang Tinggi

    Ketika Bumi Tak Lagi Sejuk: Seruan Iman di Tengah Suhu Panas yang Tinggi

    Sopan Santun

    Sikap Tubuh Merunduk Di Hadapan Kiai: Etika Sopan Santun atau Feodal?

    Aksi Demonstrasi

    Dari Stigma Nakal hingga Doxing: Kerentanan Berlapis yang Dihadapi Perempuan Saat Aksi Demonstrasi

    Pembangunan Pesantren

    Arsitek Sunyi Pembangunan Pesantren

    Eko-Psikologi

    Beginilah Ketika Kesalehan Individual dan Sosial Bersatu Dalam Eko-Psikologi

    Sampah Plastik

    Menyelamatkan Laut dari Ancaman Sampah Plastik

    Budaya Pondok Pesantren

    Budaya Pondok Pesantren yang Disalahpahami

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

    Fitrah Anak

    Memahami Fitrah Anak

    Pengasuhan Anak

    5 Pilar Pengasuhan Anak

    Pengasuhan Anak

    Pengasuhan Anak adalah Amanah Bersama, Bukan Tanggung Jawab Ibu Semata

    mu’asyarah bil ma’ruf

    Mu’asyarah bil Ma’ruf: Fondasi dalam Rumah Tangga

    Kemaslahatan dalam

    3 Prinsip Dasar Kemaslahatan dalam Perspektif Mubadalah

    Kemaslahatan Publik

    Kemaslahatan Publik yang Mewujudkan Nilai-nilai Mubadalah

    Politik

    Politik itu Membawa Kemaslahatan, Bukan Kerusakan

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hukum Syariat

Kapan Talak Jatuh?

Jawaban atas Kegamangan Memahami Hukum Agama dan Hukum Negara

Marzuki Wahid Marzuki Wahid
9 Januari 2021
in Hukum Syariat, Rekomendasi
0
Talak

Talak

427
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dewasa ini, banyak muslim(ah) gamang menjalani kehidupan agama di Indonesia. Di antaranya adalah kegamangan menghadapi  dualisme hukum: hukum agama (dinive law) dan hukum negara (state law), terutama ketika keduanya bertentangan. Seperti tentang hukum kapan talak jatuh? Mana yang harus diikuti?

Di antaranya adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam Pasal 39 Ayat (1) disebutkan “Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhenti mendamaikan kedua belah pihak.”

Setelah 27 tahun, pasal ini diafirmasi oleh Kompilasi Hukum Islam (KHI) melalui Inpres Nomor 1 Tahun 1991. Pada Pasal 115 KHI dinyatakan: “Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama, setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.” Lebih jauh dari itu, KHI mendefinisikan talak adalah “Ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan dengan cara sebagaimana dimaksud di dalam pasal 129, 120 dan 131.“

Dua tahun sebelumnya, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama juga menjelaskan hal yang sama dalam Pasal 66 Ayat (1) yang berbunyi “Seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan isterinya mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan sidang guna penyaksian ikrar talak.”

Dengan demikian, ketentuan hukum negara sangat jelas bahwa talak bagi muslim(ah) hanya bisa jatuh di hadapan sidang Pengadilan Agama. Artinya, ikrar talak yang diucapkan di luar sidang Pengadilan Agama dinyatakan tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Kesimpulan ini dipertegas Pasal 123 KHI yang menyatakan: “Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang Pengadilan.“ Berkekuatan hukum tetap ditegaskan Pasal 153 ayat (4) yang berbunyi: “Bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak jatuhnya Putusan Pengadilan Agama yang mempunyai kekuatan hukum tetap, sedangkan bagi perkawinan yang putus karena kematian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak kematian suami. “

Nah, bagi sebagian kalangan muslim(ah) ketentuan ini dianggap bertentangan dengan ketentuan hukum fiqh. Dalam pemahaman mereka, ketentuan hukum fiqh selama ini tidak mengharuskan ikrar talak dinyatakan di hadapan sidang Pengadilan.

Alasannya adalah para ulama dari empat mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hanbali (jumhûr ’ulâmâ) sepakat bahwa adanya saksi bukanlah syarat bagi sahnya talak. Karena talak adalah hak suami. Bila suami menggunakan hak tersebut, meski tanpa kehadiran seorang saksi, bahkan meskipun istri tidak di hadapannya, atau dia hanya menuliskan sepucuk surat, maka talak dinyatakan sah dan berdampak hukum. Ini adalah ijmâ’ (konsensus) para ulama fiqh menurut al-Muza’i dalam Taysîr al-Bayân sebagaimana dijelaskan al-Syaukani dalam Nayl al- Authâr.

Oleh karena itu, dalam kitab Kifâyat al-Akhyâr, Imam Taqiy al-Din al-Hishni menulis:  “Falaw qâla anti thâliqun aw muthallaqatun aw yâ thâliqu aw yâ muthallaqatu waqa’at thalâqu“ (Seandainya suami berkata (pada istrinya): “Engkau talak” atau “engkau ditalak” atau “Wahai perempuan talak” atau “Wahai perempuan yang ditalak”, maka jatuhlah talak itu). Tidak diperlukan saksi. Suami bisa mentalak istrinya kapan saja dan di mana saja.

Dalam soal ini, sebetulnya terjadi ikhtilâf di kalangan ulama fiqh. Ibn Katsir dalam kitab tafsirnya mengutip dari Ibn Juraij bahwa Atha’ berkata: Lâ yajûzu fî nikâhin wa thalâqin wa rijâ’in illâ syâhida ’adlin kamâ qâla Allâh ’azza wa jalla illâ an yakûna min ’udzrin (Tidak boleh dalam nikah, talak, dan rujuk kecuali dua orang saksi sebagaimana difirmankan Allah azza wa jalla, kecuali karena ada alasan syar’i).

Imam Abu Ja’far Muhammad al-Baqir, sebagaimana dikutip Sayyed Sabiq dari al-Wasâ’il, juga  berkata: “Talak yang diperintahkan Allah dalam Kitab-Nya dan disunnahkan oleh Rasulullah SAW adalah suami menceraikan istrinya setelah suci dari haidnya dan mempersaksikan talaknya itu kepada dua orang laki-laki yang adil, sedang perempuannya masih dalam keadaan suci (dari haid) dan belum disetubuhi.

Dan suami berhak untuk merujuknya selama belum berlalu tiga kali suci. Talak dengan prosedur selain ini adalah batil dan bukan talak“. Hal ini ditegaskan oleh Imam Ja’far al-Shadiq: “Man thallaqa bi ghairi syuhûdin fa laysa bi thalâqin“ (Barangsiapa yang menceraikan istrinya dengan tanpa saksi-saksi, maka itu bukan talak yang sah).

Banyak sekali ulama kontemporer mendukung pendapat bahwa ikrar talak harus ada saksi. Di antaranya adalah Syaikh Muhammad Abduh, Syaikh Ahmad Syakir dalam Nidhâm al-Thalâq fi al-Islâm, Syaikh Muhammad Nashir al-Din al-Albani, Syaikh Muhammad Abu Zahrah, Syaikh Jad al-Haqq Ali Jad al-Haqq, Syaikh Muhammad al-Ghazali, Syaikh Sayyed Sabiq, Abd al-Rahman al-Shabuniy, dan banyak ulama lainnya.

Ulama Indonesia melalui KHI mengikuti pendapat kedua bahwa ikrar talak harus dinyatakan di hadapan saksi, dalam hal ini sidang Pengadilan Agama. Dalam proses peradilan pasti dihadirkan saksi-saksi. Demikian juga ketika ikrar talak, dewan hakim menyaksikannya.

Lalu, pertanyaannya adalah mana yang harus diikuti: hukum negara (UU) atau hukum agama (fiqh)?

Jawabannya jelas, hukum negara atau hukum fiqh yang sudah ditetapkan oleh negara wajib diikuti. Alasannya, pertama, hukum negara dalam hal ini UU Perkawinan bersifat mengikat (ilzâmun, imperatif) bagi warga negara Indonesia, termasuk muslim(ah).

Ada suatu kaidah fiqhiyyah berbunyi hukmul hâkim ilzâmun wa yarfa’ul khilâf (keputusan negara adalah mengikat dan menghilangkan perbedaan). Jika suatu masalah sudah menjadi keputusan negara, maka itulah yang berlaku dan mengikat.

Kedua, hukum negara tentang ikrar talak harus di hadapan sidang pengadilan juga diambilkan dari hukum fiqh. Jika negara sudah memutuskan salah satu pendapat dari banyak pilihan pendapat fiqh, maka keputusan negara mengikat dan perbedaan diakhiri.

Ketiga, keputusan talak harus di hadapan sidang pengadilan dipandang lebih adil dan bisa mengurangi kesewenang-wenangan. Jika nikah wajib disaksikan oleh dua orang saksi yang adil, maka talak pun seharusnya demikian. Seseorang tidak bisa sewenang-wenang memutus ikatan pernikahan tanpa mempertimbangkan suara pasangannya. Pengadilan adalah tempat yang tepat untuk memperoleh keadilan.

Keempat, perlindungan terhadap hak-hak perempuan semakin nyata melalui proses pengadilan. Di hadapan sidang pengadilan, istri bisa bersuara atas tuduhan suami dan sebaliknya. Istri bisa menuntut hak-haknya dan memastikan hak-hak terpenuhi bila terjadi perceraian.

Kelima, suami dan istri memperoleh kepastian hukum atas peristiwa perceraiannya. Putusan pengadilan atas perceraian memberikan kekuatan dan kepastian hukum yang bisa digunakan suami dan istri untuk menentukan sikap pasca-perceraian.

Dengan demikian, “perceraian hanya bisa jatuh di hadapan sidang pengadilan“ adalah maslahat bagi suami dan istri, sekaligus menolak kemafsadatan bagi keduanya (jalb al-mashâlih wa daf’ul mafâsid). Wallâhu a’lam bish Shawâb []

 

 

Tags: Fiqih PerkawinanHukum KeluargaislamKompilasi Hukum IslamPengadilan agamaperceraiantalak
Marzuki Wahid

Marzuki Wahid

KH Marzuki Wahid. akrab di panggil Kang Zeky adalah pendiri Fahmina dan ISIF Cirebon

Terkait Posts

Siti Ambariyah
Figur

Menelaah Biografi Nyai Siti Ambariyah; Antara Cinta dan Perjuangan

18 Oktober 2025
Suhu Panas yang Tinggi
Publik

Ketika Bumi Tak Lagi Sejuk: Seruan Iman di Tengah Suhu Panas yang Tinggi

18 Oktober 2025
Berdoa
Publik

Berdoa dalam Perbedaan: Ketika Iman Menjadi Jembatan, Bukan Tembok

16 Oktober 2025
Difabel Muslim
Publik

Pedoman Qur’an Isyarat; Pemenuhan Hak Belajar Difabel Muslim

16 Oktober 2025
Memperlakukan Anak Perempuan
Hikmah

Rasulullah, Sosok Tumpuan Umat Manusia dalam Memperlakukan Anak Perempuan

14 Oktober 2025
Menjaga Lingkungan
Publik

POV Islam dalam Menjaga Lingkungan

13 Oktober 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Guruku Orang-orang dari Pesantren

    Guruku Orang-orang dari Pesantren; Inspirasi Melalui Lembaran Buku KH. Saifuddin Zuhri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • SIKON CILEM UIN SSC Cirebon Angkat KUPI sebagai Gerakan Global Keadilan Gender Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Arsitek Sunyi Pembangunan Pesantren

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membaca Ulang Narasi Feodalisme di Pesantren: Pesan untuk Trans7

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membaca Ulang Narasi Feodalisme di Pesantren: Pesan untuk Trans7
  • Joglo Baca: Merawat Tradisi Membaca Buku di Tengah Budaya Scrolling
  • Menelaah Biografi Nyai Siti Ambariyah; Antara Cinta dan Perjuangan
  • Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga
  • Ketika Bumi Tak Lagi Sejuk: Seruan Iman di Tengah Suhu Panas yang Tinggi

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID