• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Kasus KDRT Vena Melinda, Sebuah Pelajaran bagi Pasangan Suami Istri

Maraknya kekerasan dalam rumah tangga, seperti kasus KDRT Vena Melinda, bisa menimpa siapa saja tanpa kecuali

Halimatus Sa'dyah Halimatus Sa'dyah
12/01/2023
in Publik
0
Kasus KDRT Vena Melinda

Kasus KDRT Vena Melinda

1.7k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sebelum mengulas tentang kasus KDRT Vena Melinda, kita perlu mengingat kembali tujuan dari perkawinan. Dalam membentuk keluarga sejahtera dan bahagia sebagaimana aturan dalam Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan menegaskan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri.

Tujuan dari seorang laki-laki dan perempuan memasuki jenjang perkawinan adalah membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia, kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Secara umum keluarga adalah organisasi terkecil dalam masyarakat dan terbentuk karena adanya ikatan perkawinan.

Keluarga adalah unit sosial yang berperan  sangat besar terhadap perkembangan sosial dan kepribadian anggota keluarganya. Apapun yang terjadi dalam keluarga berdampak pada perasaan anggota keluarga, baik berupa kebahagiaan, kenyamanan, kedamaian, sejahtera, kepuasan secara fisik, mental dan ekonomi.

Keluarga yang tidak harmonis adalah terjadinya anggota keluarganya yang merasa adanya tidak adil dalam mendapat perlakuan  oleh pihak lainnya dari keluarga tersebut. Hal ini menjadi peristiwa yang rentan terjadinya kekerasan baik fisik, psikis, ekonomi dan seksual.

Perempuan sering kali mendapat kekerasan berupa fisik dalam rumah tangga. Seperti yang baru terjadi dalam kasus artis Venna Melinda. Di mana artis yang biasa terlihat harmonis dan romantis di media dengan usia perkawinan yang belum genap satu tahun itu. Venna tiba-tiba melaporkan suaminya sebagai pelaku KDRT. Tindakan tepat dari korban yang langsung melapor polisi dengan melakukan visum sebagai bukti kuat atas perlakuan kekerasan yang menimpa dirinya.

Baca Juga:

Separuh Mahar untuk Istri? Ini Bukan Soal Diskon, Tapi Fikih

Tidak Ada Cinta Bagi Ali

Laki-laki Harus Bertanggung Jawab terhadap Anak Biologis yang Lahir di Luar Nikah: Perspektif Maqasid Syari’ah

Perempuan Rentan Menjadi Korban Kekerasan dalam Perkawinan Poligami

KDRT masih Marak

Maraknya kekerasan dalam rumah tangga, seperti kasus KDRT Vena Melinda, bisa menimpa siapa saja tanpa kecuali. Kekerasan adalah peristiwa yang tidak mengandung maslahat. Apalagi jika perlakuan kekerasan karena korban adalah seorang perempuan, yang kerap dianggap lemah serta tak berdaya.

Berumah tangga seharusnya mengandung prinsip keadilan hakiki bagi perempuan, sehingga ia harus mendapat perlindungan dan tidak mendapat perlakuan kasar dari siapapun. Terutama ketika perempuan justru malah menjadi korban kekerasan oleh suaminya, hal tersebut termasuk menjadi bagian dari pengalaman sosial perempuan. Yakni berupa kekerasan fisik, psikis dan seksual.

Pengalaman sosial  ini akan berdampak besar, ketika seorang perempuan harus melewati pengalaman biologis. Contohnya menstruasi, nifas ataupun istihadoh yang menimbulkan sakit perut, mudah lelah dan lemas, termasuk hamil selama sembilan bulan pun demikian. Wahnan ‘ala wahnin.

Rasa sakitnya proses melahirkan, serta menyusui hingga dua tahun lama waktunya, mengakibatkan perempuan menjadi tidak leluasa dalam beraktivitas. Bahkan masa menjalani awal menopause bagi perempuan juga mengakitbatkan tubuh menjadi lebih lelah dan terasa sakit.  Alih-alih mendapat dukungan, perempuan malah menjadi korban kekerasan.

Kembali pada kasus KDRT yang menimpa Vena Melinda, adalah merupakan pernikahan kedua dari masing-masing kedua belah pihak, baik Venna Melinda begitupun pihak Ferry Irawan. Sebagai seorang  artis yang pernah menjadi Putri Indonesia, dan pernah menjabat sebagai anggota DPR RI  ini terkenal dengan kepandaiannya, kebaikannya,  sikap lemah lembutnya. Sehingga netizen menyayangkan atas kejadian tersebut, karena netizen sudah memprediksi bahwa pasangan suami istri ini tidak setara dalam beragam hal. nampak dari beberapa acara podcast maupun berita gosip, pihak laki-laki memiliki karakter yang manipulatif. netizen memperingatkan bahwa Venna sebaiknya tidak menikah dengan Ferry.

Marital Rape

Dalam pemberitaan ini, minim yang berkomentar dari netizen memojokkan posisi Venna. Tidak seperti kasus lainnya semisal Lesty Billar atau artis lainnya, yang justru memojokkan korban. Namun di sisi lain, netizen sangat menyayangkanmengapa kasus KDRT ini menimpa Venna. Di mana mereka menganggap Vena merepresentasikan artis yang memiliki keilmuan cukup baik untuk bebas dari perlakuan tidak adil dari pasangannya.

Berita kasus KDRT Vena Melinda ini cukup jelas mengarah pada marital rape. Di mana ada salah satu tayangan podcast ketika Venna menjelaskan pasangannya adalah orang yang tidak bisa ia tunda jika ingin terpenuhi kebutuhan seksualitasnya. Tentu ini mengarah pada kasus kekerasan seksual. Marital rape dianggap lebih serius apabila di dalamnya terdapat kasus pemukulan, atau kekerasan fisik pada korban.

Mengenal 5 Pilar Perkawinan

Membaca ulang lima pilar penyangga kehidupan rumah tangga, yakni komitmen dalam sebuah pernikahan yang berdasarkan kesepakatan. Di mana seorang perempuan menerima perjanjian dari laki-laki yaitu calon suaminya  (mitsaqan ghalidzan) dalam prosesi akad nikah.

Kedua, suami istri adalah pasangan yang saling membutuhkan. Sebagaimana disebutkan dalam Alqur’an (Qs. Al-Baqoroh ayat:187)  “Hunna libasun lahun wa antum libasun lahunna”, artinya “Mereka adalah pakaianmu, dan kamu adalah pakaian mereka.”

Pilar selanjutnya adalah perilaku untuk saling memperlakukan dengan baik satu sama lain atau kita sebut mu’asyarah bilma’ruf. Tidak boleh saling menyakiti, saling menghargai, saling menghormati. Bahwa nilai kesalingan dan kebaikan harus hadir di antara kedua belah pihak dalam menjalankan pernikahan. termasuk dalam hal menggauli pasangan, harus meminta izin dan berdasarkan kesepatakan kesediaan dari pasangan. Nah dalam poin ini pasangan kurang dalam memperlakukan pasangan dengan baik

Pilar keempat adalah perilaku untuk saling bermusyawarah dalam mengambil keputusan terkait urusan rumah tangga. Salah satu pihak tidak boleh berlaku otoriter dan superior. Saling mengisi  kekurangan dan berkomitmen untuk memperbaiki kesalahan dalam membangun rumah tangga. Apalagi masing-masing dari keduanya pernah mengalami kegagalan di perkawinan sebelumnya.

Pilar terakhir adalah saling ridla, atau disebut ‘an taradlin. Seseorang akan merasa nyaman apabila ada rasa penerimaan dalam diri. Saling mengasihi, memberi rasa nyaman dan cinta. Lalu saling menghargai di setiap keputusan yang diambil dari masing-masing pihak di luar urusan perkawinan. Selain itu, saling memberi dukungan dalam menjalankan aktivitas masing-masing termasuk dalam bekerja, beraktifitas di dlaam dan di luar rumah.

5 Pilar Perkawinan belum Banyak Dipahami

Korban mendapat stigma negatif karena seringnya arti tersebut mengupload momen-momen kemesraan bersama pasangan yang dianggap sebagai hal tabu karena sudah berusia tidak lagi muda. Sehingga menjadi boomerang manakala mendapatkan perlakuan kekerasan dalam rumah tangganya, hal ini tentu menjadi poin bahan bullying netizen.

Korban berharap mendapatkan dukungan dan solusi dari kasus yang menimpanya. Mengapa? Hal ini tidak lain karena pelaku adalah pasangan hidupnya sendiri. Orang yang sebelumnya sangat ia cintai, berharap dapat saling memberi kebahagiaan satu sama lain, namun malah tega menyakiti.

Pelaku yang dulunya menjadi harapan Vena untuk bisa menjalani biduk rumah tangga yang kedua, dengan tujuan agar bisa bahagia selama sisa hidupnya, justru sebaliknya. Maka harapan tersebut pupus sudah. Pelaku memaksa melakukan hubungan seksual di luar keinginan pasangannya. Pelaku membatasi pekerjaan istrinya, pelaku tidak menyetujui pasangannya kembali di ranah politik sebagai pilihan profesinya.

Dapat kita tebak bahwa kelima pilar dalam pernikahan tidak mereka implementasikan di kehidupan rumah tangga yang mereka jalani. Korban tentu menjadi tidak nyaman, serta tidak mendapat perlakuan dengan baik. Hubungan yang dibangun keduanya adalah hubungan yang tidak setara , dan hak salah satu pihak juga terabaikan. []

 

 

 

 

 

Tags: Ferry IrawanKasus KDRTKDRTKDRT laporkanperkawinanVena Melinda
Halimatus Sa'dyah

Halimatus Sa'dyah

Penulis adalah  konsultan hukum dan pengurus LPBHNU 2123038506

Terkait Posts

Peran Aisyiyah

Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

20 Mei 2025
Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas

Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama

20 Mei 2025
Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version