Mubadalah.id – Dengan akal pikiran, manusia diberikan kebebasan untuk memilih jalan hidupnya, termasuk memilih pemikiran atau pandangan orang dan memilih keyakinan agamanya.
Keyakinan agama adalah bagian dalam diri manusia yang paling personal, eksklusif, dan tersembunyi. Hanya Allah Swt yang mengetahui isi hati dan pikiran seseorang.
Oleh karena itu, maka tidak ada kekuatan apa pun dan siapa pun selain Allah Swt. yang bisa memaksanya. Ayat al-Qur’an dengan jelas menyatakan:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sesungguhnya, telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat…” (QS. al-Baqarah (2): 256).
Di dalam ayat al-Qur’an yang lain, Allah Swt menyatakan bahwa keputusan pilihan orang untuk berkeyakinan atau bebas beragama pada akhirnya merupakan kehendak-Nya.
Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang boleh memaksakan kehendaknya. Al-Qur’an menyatakan bahkan, ketika Nabi Muhammad Saw sangat menginginkan agar orang yang dicintainya beriman kepada-Nya dan mengikuti seruan-Nya.
Allah Swt menegaskan:
“Sesungguhnya, kamu (Muhammad) tidak akan apat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi. Tetapi, Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. al-Qashash (28): 56).
Secara lebih jauh, kebebasan beragama, al-Qur’an menyebutkan :
“Dan, katakanlah (hai Muhammad): Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu. Maka, barang siapa yang ingin (beriman), hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir), biarlah ia kafir…” (QS. al-Kahfi (18): 29).
Para ulama sepakat mengatakan bahwa keimanan adalah hidayah atau anugerah dari Allah Swt.
Imam al-Ghazali, seorang sufi besar Islam, dalam bukunya, Faishalut Tafriqah Bainal Islam wal Zandaqah, mengatakan:
Iman adalah cahaya yang Allah Swt berikan kepada hamba-hamba-Nya sebagai anugerah dan hadiah dari sisi-Nya. []