• Login
  • Register
Jumat, 11 April 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Beban Kekhawatiran yang Berlebihan Menghadapi Perbedaan

Khawatir bila memahami yang berbeda dari apa apa yang selama ini diyakini, kemudian akan mengubah seluruh dirinya. Keremangan batin membuat seseorang memilih menikmati prasangka dan pergunjingan dari pada pencerahan oleh pengetahuan baru

Listia Listia
04/12/2021
in Pernak-pernik
0
Sesajen

Sesajen

110
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Bila ada beban yang membat sedih dan pusing tapi dibuat sendiri, itulah kekhawatiran. Bukan seutuhnya salah mereka juga bila kita menjumpai orang yang mudah khawatir. Mungkin ada pengalaman hidup yang tidak mudah, dan yang jelas dalam proses tumbuh kembang kepribadiannya sangat mungkin dibentuk oleh pengalaman dan lingungan yang membuatnya kecil hati, tidak percaya diri, kecerdasan dan kematangan kepribadiannya menjadi kurang berkembang maksimal karena berbagai hambatan tersebut.

Khawatir salah atau keliru itu baik, membuat orang hati-hati, dalam kondisi batin yang terang. Hal itu akan mendorong seseorang mencari kepastian menggunakan akal budi untuk menelusuri dan memahami sumber informasi, baik langsung dari buku atau jurnal ilmu pengatahuan, teks-teks suci keagamaan atau secara tidak langsung berdisksi dengan pribadi-pribadi yang telah terlebih dahulu mengkaji, sehingga mendapatkan kepastian yang terang dan menenangkan.

Namun bila kondisi batin remang-remang dan melihat hidup secara negatif, beban kekhawatiran akan membuatnya menarik diri atau menutup diri, menghindar dari pahitnya membuka wawasan. Ketika kekhawatiran menjadi menegangkan, sangat mudah muncul kemarahan (seolah pada pihak lain yang berseberangan adalah pemicu kemarahan, padahal bila dicermati, sangat mungkin kemarahan itu lebih pada diri sendiri atas ketegangan yang makin genting dan membuat dunia terasa makin gelap).

Kekhawatiran menjadi menegangkan karena pengertian yang belum tuntas tentang sesuatu. Ketegangan muncul karena  satu sisi batin tidak bersedia keluar dari kenyamanan untuk meraih cahaya pengertian baru, yang seringkali tidak mudah didapat tapi di sisi lain ada kebingungan yang menuntut mendapat jawaban. Hal-hal semacam ini mudah ditemukan misalnya  ketika menghadapi  perbedaan khususnya agama dan budaya. Khawatir salah, khawatir keliru, seringkali disikapi bukan dengan mencari dan membuka pemahaman baru, tetapi pikiran justru ditutup karena enggan memahami yang berbeda.

Khawatir bila memahami yang berbeda dari apa apa yang selama ini diyakini, kemudian akan mengubah seluruh dirinya. Keremangan batin membuat seseorang memilih menikmati prasangka dan pergunjingan dari pada pencerahan oleh pengetahuan baru. Tapi sekali lagi kondisi keremangan  ini memiliki riwayat panjang dalam tumbuh kembang kepribadian.

Baca Juga:

Lebaran Ketupat, dari Filosofi hingga Merawat Tradisi

Perbedaan Laki-laki dan Perempuan harus Diapresiasi

Perbedaan Perspektif Keadilan Hakiki bagi Perempuan dengan Perspektif Lainnya

Pengakuan Atas Pluralisme: Mereka yang Berbeda harus Dihormati

Beberapa hari lalu, ada kawan Fb yang mempertanyakan keberadaan JAI dalam kerjasama Pappirus, Sanggar Anak Alam, Rumah Kearifan dan Prodi PAI UII untuk penyelenggaraan perbincangan ‘Ngopii Yo’. “Apakah anda tahu bagaimana Ahmadiyah itu?”,kemudian kawan ini menyetarakan Ahmadiyah dengan Wahabi dan HTI yang katanya merongrong Pancasila dan demokrasi.

Saya menjawab ringan, kurang lebih“ Memang banyak yang salah paham tentang jemaat ini. Kami berbeda tapi kami kelompok yang menghormati berbedaan”, saya menyarankan untuk bertemu langsung dan melihat langsung bagaimana ajaran-ajaran mereka, fokus pada Islam rahmatan lil alamin dan Indonesia yang berkeadaban. Setelah dialog dalam beberapa komentar, Alhamdulillah beliau bersedia terbuka dan orang baik. Beliau setuju dan menjawab dengan terimakasih.

Soal kekhawatiran ini juga muncul dalam diskusi  PERGUNU DIY dengan peserta guru-guru Pendidikan Agama Islam terkait moderasi beragama pada 19 November 2021. Di awal saya memberi pengantar  bahwa arah dari upaya ini adalah kesanggupan umat semua agama untuk bekerjasama meski memiliki banyak perbedaan.

Persoalan yang dihadapi umat manusia saat perubahan iklim, kerusakan ekosistem dan  kesenjangan sosial-ekonomi global  karena kerakusan manusia makin nyata.  Segi kemanusiaan yang memiliki ajaran moral yang tegas dan sistemik agar orang memiliki kewaspadaan atas gaya hidup rakus atau memfasilitasi kerakusan adalah ajaran agama-agama. Namun ketika umat beragama bertikai atau jalan sendiri-sendiri dan tidak mampu bekerjasama, kekuatannya tidak bakal besar dalam menghadapi beragai persoalan kemanusiaan ini.  Bukankah mengasihi adalah akhlak Tuhan yang harus ditiru manusia untuk semua ciptaan?

Mengajak berfikir panjang kadang juga tidak mudah. Salah satu peserta bertanya, “Bagaimana rambu-rambunya?”, yang sangat khawatir dengan diskusi sangat mendalam tentang perbedaan agama-agama sehingga dia justru memaknai pluralisme sebagai sikap merelatifkan dan mencampuradukkan semua agama, suatu pengertian yang tidak tepat dan cenderung menyesatkan)  Entah karena khawatiran soal identitas, atau kekhwatiran ‘aqidahnya melemah’ atau kekhawatiran lain atau ego yang tidak siap terbuka saja.

Menanggapi pertanyaan tentang ‘rambu-rambu’ ini saya agak mengutip penalaran Mba Nyai Nur Rofiah , “Rambu-rambunya adalah akhlakul karimah. Aqidah seperti apa pun tidak boleh menghasilkan perilaku yang bertentangan dengan ahlak karimah, hukum fiqh mana pun tidak boleh menghasilkan perilaku yang melanggar akhlak karimah, karena misi sejak awal adalah meninggikan akhlak mulia.

Sebagaimana diketahui aqidah maupun hukum fiqh dirumuskan para ulama kemudian setelah mushaf al Quran dijadikan satu kitab. Maka rambu-rambu itu adalah akhlak karimah”. Dengan pemahaman yang baik akan menumbuhkan sikap menghormati dan persaudaraan kemanusiaan yang tulus, bukankah ini justru yang lebih berpeluang menghadirkan rahmat?

Kita bernafas di udara yang sama, di bumi yang sama.  Apakah hanya karena kekhawatiran membiarkan hidup menjadi suram? memilih berbeban serba khawatir atau berani sedikit lelah berhadiah ketenangan memasuki pintu penuh cahaya menuntun pada keluasan? []

 

Tags: KekhawatiranModerasi Beragamaperbedaanpluralisme
Listia

Listia

Pegiat pendidikan di Perkumpulan Pendidikan Interreligus (Pappirus)

Terkait Posts

Keadilan

Tafsir Maqashidi Berbasis Keadilan Gender Meniscayakan Konsep Kemaslahatan

10 April 2025
Teman Difabel

Realita Teman Difabel: Tantangan Tersembunyi yang Harus Kita Pahami!

10 April 2025
Tafsir Maqashidi

Tafsir Maqashidi Tegaskan Kesetaraan Perempuan dan Laki-laki sebagai Warga Negara Terhormat

10 April 2025
Tafsir Maqashidi

Tafsir Maqashidi Meniscayakan Pentingnya Relasi Suami Istri

10 April 2025
Gender dan

Visi Besar Al-Qur’an tentang Perempuan dan Gender

10 April 2025
Pernikahan Poligami

Al-Qur’an Melarang Pernikahan Poligami

9 April 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Teman Difabel

    Realita Teman Difabel: Tantangan Tersembunyi yang Harus Kita Pahami!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tafsir Maqashidi Berbasis Keadilan Gender Meniscayakan Konsep Kemaslahatan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menilik Masjid Ramah Musafir: Buka 24 Jam!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ibnu Qayyim Al-Jauziyah: Kontribusi Ulama Perempuan dalam Khazanah Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tafsir Maqashidi Meniscayakan Pentingnya Relasi Suami Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Darurat Pelecehan Seksual: Ketika Keteladanan Retak, dan Pendidikan Kesehatan Reproduksi Diabaikan
  • Tafsir Maqashidi Berbasis Keadilan Gender Meniscayakan Konsep Kemaslahatan
  • Realita Teman Difabel: Tantangan Tersembunyi yang Harus Kita Pahami!
  • Tafsir Maqashidi Tegaskan Kesetaraan Perempuan dan Laki-laki sebagai Warga Negara Terhormat
  • Serial Drama Malaysia Bidaah, Kekerasan Seksual Berkedok Nikah Batin

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID