Mubadalah.id – Dalam ajaran Islam, kemaslahatan anak menjadi prioritas. Karena itu, untuk menuju kemaslahatan tersebut, perspektif kasih sayang menjadi landasan utama dalam semua fase pendidikan anak yang tumbuh kembang menjadi dewasa.
Kemaslahatan anak ini bisa kita wujudkan dengan kerangka maqashid al-syari’ah. Yaitu untuk melindungi nyawa dan jiwa anak (hifzh al-nafs), dan melindungi akal dan pengetahuannya (hifzh al-‘aql).
Kemudian, melindungi harta dan sumber daya ekonominya (hifzh al-mal), melindungi fungsi reproduksinya (hifzh al-nasl), dan melindungi nalar spiritualnya (hifzh al-din).
Teks Hadis pemukulan pada Sunan Abi Dawud di atas bisa kita intepretasikan ulang dengan kerangka maqashid al-syari’ah.
Dalam kerangka maqashid al-syari’ah, Hadis di atas bisa kita interpretasikan sebagai sanksi tegas yang mendidik atas pelanggaran yang dilakukan seorang anak.
Sanksi ini harus kita sesuaikan dengan tujuan pendidikan dan kita selaraskan dengan usia tumbuh kembang anak.
Misalnya, bentuk sanksinya adalah kita jauhkan dari mainan, atau kita kurangi jam main yang biasa ia miliki sebelumnya. Atau dengan melakukan kerja-kerja sosial untuk kepentingan keluarga dan masyarakat.
Dalam kerangka maqashid al-syari’ah, sanksi kita perlukan untuk menumbuhkan kesadaran anak tentang pentingnya komitmen pada aturan main atau kesepakatan.
Sanksi harus lebih tegas lagi jika berhadapan dengan anak-anak pelaku kejahatan yang merusak secara sosial.
Sebagaimana banyak tersiar dalam berbagai berita, anak-anak juga melakukan kejahatan seperti yang orang dewasa lakukan. Seperti mencuri, berbuat cabul, pelecehan seksual, bahkan membunuh.
Dalam konteks mendidik, anak-anak yang menjadi pelaku kejahatan harus diberi sanksi yang tegas agar tidak mengulangi perbuatannya.
Islam, sebagaimana ditegaskan Hadis nomor 2484 Nabi Saw. dalam kitab Shahih al-Bukhari, tidak hanya menganjurkan perlindungan manusia agar tidak menjadi korban kezaliman, tetapi juga dilindungi agar tidak menjadi pelaku. []