• Login
  • Register
Selasa, 3 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Kenapa Harus Ada Juru Bahasa Isyarat dalam Siaran Pers Penetapan Idulfitri Itu?

JBI bukan sekadar pelengkap, tetapi bagian dari upaya memastikan akses informasi bagi teman tuli sebagai subjek penuh dalam berbagai kesempatan.

Fatmawati Fatmawati
03/04/2025
in Publik
0
Juru Bahasa Isyarat

Juru Bahasa Isyarat

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sebagian masyarakat Muslim di Indonesia mungkin begitu menantikan momen Hari Raya Idulfitri. Kita juga terbiasa menunggu pengumuman dari pemerintah mengenai penetapan hari-hari besar Islam, termasuk awal Syawal yang menjadi penanda Idulfitri.

Setiap tahun, Menteri Agama menyampaikan hasil sidang isbat melalui siaran pers yang muncul di stasiun televisi. Di tengah kemajuan teknologi, berbagai pihak kemudian menyebarkan video siaran langsung tersebut dalam durasi lebih pendek melalui media sosial, termasuk TikTok.

Sejak penentuan awal puasa sebulan lalu, saya merasa resah setiap kali membaca kolom komentar. Saya berharap keresahan itu sirna dalam unggahan video penentuan hari raya Idulfitri, kemarin. Namun, ternyata tidak. Keresahan itu terus berlanjut, dan saya semakin miris saat kembali membaca komentar-komentar yang muncul.

Keresahan ini muncul akibat respons netizen terhadap Juru Bahasa Isyarat (JBI) yang mendampingi Menteri Agama dalam siaran pers. Ada yang menulis bahwa JBI tersebut “asik sendiri,” sementara komentar yang lain membandingkan gerakan JBI dengan tren velocity. Komentar-komentar semacam ini tidak hanya muncul sekali, tetapi berulang bahkan dalam dua kesempatan siaran pers tersebut: penentuan awal puasa dan awal Syawal.

Saat penentuan awal puasa, saya tidak buru-buru berburuk sangka. Sebab, ada banyak kemungkinan di balik komentar tersebut. Pertama, bisa jadi netizen yang berkomentar benar-benar tidak mengetahui peran JBI. Kedua, mungkin netizen tersebut sengaja menjadikannya sebagai candaan. Atau, bisa saja mereka hanya ikut-ikutan, mengingat konten dan kolom komentar di aplikasi tersebut kerap menjadikan sesuatu sekadar bahan tren.

Baca Juga:

Kreativitas tanpa Batas: Disabilitas dan Seni

Belajar dari Malaysia Soal Akses Difabel

“Normal” Itu Mitos: Refleksi atas Buku Disabilitas dan Narasi Ketidaksetaraan

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

Peran Juru Bahasa Isyarat dan Hak Informasi

Setiap individu berhak mendapatkan informasi, termasuk mereka yang memiliki hambatan dalam komunikasi verbal, seperti teman tuli. Peran penting JBI sebagai penghubung antara komunitas tuli dan masyarakat luas, memastikan bahwa informasi yang penyampaiannya secara lisan juga dapat diakses dalam bentuk visual melalui bahasa isyarat.

Dalam konteks siaran resmi, kehadiran JBI bukan sekadar pelengkap, tetapi bagian dari implementasi hak asasi manusia. Negara wajib memenuhi hak aksesibilitas informasi bagi penyandang disabilitas, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Selain itu, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas (CRPD) melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011, yang menegaskan pentingnya aksesibilitas komunikasi bagi penyandang disabilitas.

Kehadiran JBI dalam acara formal pemerintah, seperti siaran pers, bukan sekadar formalitas, melainkan representasi nyata untuk mewujudkan inklusivitas dan akses informasi yang setara bagi teman tuli.

Oleh karena itu, penting memastikan JBI memiliki ruang visual yang cukup dalam siaran, bukan sekadar pelengkap di sudut layar.

Kurangnya pemahaman terhadap peran ini sering kali berujung pada anggapan keliru, bahkan menjadikannya bahan candaan, padahal JBI berperan vital dalam memastikan hak informasi bagi teman disabilitas.

Isu Disabilitas dalam Perspektif Keadilan Hakiki

Dalam melihat realitas tersebut, kita bisa menggunakan perspektif keadilan hakiki sebagai pijakan berpikirnya. Sebagaimana diutarakan oleh Bu Nyai Nur Rofiah dalam Ngaji RAIN beberapa waktu lalu. Bahwa relasi difabel dan non-difabel seharusnya tidak didasarkan pada standar orang non-difabel semata, melainkan pada pemenuhan hak yang adil bagi setiap individu sesuai dengan kebutuhannya.

Lebih lanjut dalam penjelasannya, Bu Nyai Nur Rofiah juga mengajak agar kita dapat menciptakan relasi difabel dan non-difabel yang berkeadilan. Dengan kesadaran bahwa non-difabel sebagai ‘pihak kuat’ bukan malah menjadikan ‘kekuatan’ sebagai alasan untuk melemahkan pihak rentan, yaitu teman difabel. Hal inilah yang dapat mewujudkan kearifan sosial yang nantinya tidak lagi menggunakan perspektif non-difabel.

Jadi, keberadaan JBI bukan sekadar pelengkap, tetapi bagian dari upaya memastikan akses informasi bagi teman tuli sebagai subjek penuh dalam berbagai kesempatan.

Maka, ketika tayangan mengabaikan JBI atau menjadikan mereka sebagai bahan candaan, itu menunjukkan bahwa masih ada relasi yang timpang. Dengan adanya komentar yang muncul di media sosial tersebut juga memungkinkan adanya pelemahan terhadap eksistensi teman-teman disabilitas. []

Tags: Difabel TuliIsu DisabilitasJBIJuru Bahasa IsyaratKeadilan Hakiki
Fatmawati

Fatmawati

Aku perempuan, maka aku ada.

Terkait Posts

Perbedaan Feminisme

Perbedaan Feminisme Liberal dan Feminisme Marxis

2 Juni 2025
Teknologi Asistif

Penyandang Disabilitas: Teknologi Asistif Lebih Penting daripada Mantan Pacar

2 Juni 2025
Ketuhanan

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

1 Juni 2025
Perempuan Penguasa

Sejarah Para Perempuan Penguasa Kerajaan Wajo, Sulawesi Selatan

31 Mei 2025
Ruang Aman bagi Anak

Fenomena Inses di Indonesia: Di Mana Lagi Ruang Aman bagi Anak?

30 Mei 2025
Kasus Argo

Kasus Argo UGM dan Sampai Kapan Nunggu Viral Dulu Baru Diusut?

30 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Perbedaan Feminisme

    Perbedaan Feminisme Liberal dan Feminisme Marxis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Penyandang Disabilitas: Teknologi Asistif Lebih Penting daripada Mantan Pacar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bagaimana Akhlak Karimah dalam Memilih dan Melamar Pasangan Pernikahan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa dan Untuk Apa Perempuan Memakai Jilbab?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menyoal Jilbab dan Hijab: Antara Etika Sosial dan Simbol Kesalehan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membaca Ulang Makna Aurat dalam Al-Qur’an
  • Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan
  • Menyoal Jilbab dan Hijab: Antara Etika Sosial dan Simbol Kesalehan
  • Perbedaan Feminisme Liberal dan Feminisme Marxis
  • Mengapa dan Untuk Apa Perempuan Memakai Jilbab?

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID