• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Kepemimpinan Bu Nyai Muflihah dan Manajemen Pendidikan di Pesantren

Dapat kita sebut pak Kiai sebagai bapak figure atau father figure sedangkan ibu Nyai sebagai ibu figure atau mother figure.

Halimatus Sa'dyah Halimatus Sa'dyah
19/07/2024
in Personal
0
Manajemen Pendidikan di Pesantren

Manajemen Pendidikan di Pesantren

801
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Analisis yang memberikan kesan bahwa perempuan di pesantren tidak memiliki kekuatan dalam otoritasnya tidaklah tepat. Selama ini ada anggapan masyarakat dalam menggambarkan otoritas perempuan di pesantren terbelakang, sebagai pengurus dapur santri saja. Hal ini berdasarkan argumen pada subordinasi perempuan yang kita samakan di dalam rumah tangga.

Tulisan ini tentu saja untuk memahami kompleksitas nyata kehidupan perempuan di pesantren. Misalnya, praktik pemisahan antara jenis kelamin telah kita pahami sebagai contoh polarisasi berbasis gender. Pemisahan jenis kelamin secara fisik dan simbolis secara otomatis berarti adanya ruang yang terpisah bagi laki-laki dan perempuan, dan akibatnya mobilitas fisik perempuan terbatas pada rumah tangga.

Kepengurusan yayasan di Pondok Pesantren Mamba’ul Maarif Denanyar Jombang yang didominasi oleh perempuan menjadi alasan untuk mengangkat tema kepemimpinan perempuan dalam manajemen pendidikan di pesantren.

Tradisi di pesantren ini, pucuk pimpinan bisa diberikan pada perempuan di kepengurusan ketua yayasan, bendahara dan sekretaris. Menantu laki-laki yang menikah dengan dzurriyah Kiai Haji Bishri Sansuri, sekalipun memiliki kompetensi, tetap tidak bisa memegang kewenangan tinggi.

Garis Dzuriyyah

Pesantren ini tidak memandang laki-laki maupun perempuan dalam pembagian amanah kepemimpinan, melainkan berdasarkan garis dzuriyyah dan kompetensi yang ia miliki. Syarat tersebut harus dimiliki secara mutlak dalam menempati posisi tersebut kepengurusan yayasan di lembaga pesantren ini.

Pesantren memasukkan banyak nilai yang berasal dari tradisi Jawa, termasuk pemahaman tentang kekuasaan, tetapi faktor yang paling penting dalam mempengaruhi praktik hubungan gender dalam konteks pesantren adalah konsep hierarki sosial Jawa. Seperti yang telah Hull tegaskan, “kelas ekonomi yang berbeda umumnya menyiratkan perbedaan yang sangat penting dalam posisi perempuan”.

Baca Juga:

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Masyarakat tradisional Jawa memiliki tiga kelas utama: ningrat (bangsawan), priyayi (kelas menengah) dan wong cilik (kelas bawah). Bu Nyai Muflihah memiliki posisi kuat karena garis ketururnan atau dzurriyah, serta didukung dengan posisi suami sebagai mursyid Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, yaitu Gus Tamim Ramli.

Bu Nyai Muflihah Shohib sebagai Ketua Yayasan

Kekuasaan atas nama kesetaraan pada perempuan, seperti yang tersirat dalam bias laki-laki sebelumnya, serta mampu menjadi tatanan yang dinegosiasikan. Hal ini menjadi proses dialektis kehidupan sosial yang sedang berlangsung. Di mana pesantren juga bisa perempuan pimpin, bukan hanya kedua laki-laki saja.  Suatu gambaran struktur sosial yang  terakui sebagai jenis hubungan sosial tertentu serta memiliki pengaruh dalam manajemen pesantren.

Diskusi tentang hubungan gender berdasarkan pada dua pertimbangan utama. Pertama, cita-cita keperempuanan Jawa merupakan sumber pengaruh penting dalam kebijakan gender rezim Orde Baru Indonesia, di mana upaya-upaya dilakukan untuk menyeragamkan keragaman nilai dan praktik terkait gender di Nusantara.

Kebijakan-kebijakan tersebut memiliki pengaruh yang besar terhadap hubungan gender Indonesia. Dalam banyak hal masih tetap muncul pada periode pasca-Orde Baru. Pertimbangan kedua terkait dengan dampak budaya tradisional Jawa terhadap pemahaman relasi gender.

Keberhasilan pesantren pimpinan Bu Nyai Muflihah menjadikan mutu pendidikan sebagai acuan. Selain pengalaman kepemimpinannya yang pernah menjadi anggota DPRD Jombang, tingkat kualitas gaya kepemimpinannya dengan sisi feminin yang tinggi sebagai pedoman.

Keberhasilan pesantren terkait implementasi pencapaian mutu pendidikannya dapat kita persepsikan secara beragam, berupa perbaikan terus-menerus serta pemenuhan dari harapan pelanggan yaitu wali santri dan alumni.

Kepemimpinan Transformasional Ulama Perempuan

Prinsip dan karakter Kepemimpinan Transformasional ulama perempuan di Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif, yaitu, pertama Mengidentifikasi dirinya sebagai agen perubahan. Kedua, pemimpin memiliki visi yang jelas (visioner) dan terkomunikasikan kepada bawahan. Ketiga, berani. Keempat, motor penggerak nilai. Kelima, pembelajar sepanjang masa.

Keenam, mempercayai orang lain. Ketujuh, terjadinya proses pembelajaran, pemberdayaan, dan pengembangan inovasi dan kreativitas potensi bagi bawahan. Kedelapan, terwujudnya budaya kerja sama dan iklim kerja organisasi yang kondusif.

Kesembilan, memiliki kemampuan menghadapi kompleksitas, ambiguitas, dan ketidakpastian. Kesepulih, melibatkan peran serta bawahan dalam pemecahan masalah-masalah strategis organisasi

Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Pondok Pesantren

Definisi mutu pendidikan pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang merefleksikan dari definisi mutu pendidikan berdasarkan Undang-Undang Sisdiknas No. II Tahun 2003. Definisi tersebut adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran.

Tujuannya agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang dia perlukan pada masyarakat, bangsa dan negara.

Korelasi mutu dengan pendidikan pondok pesantren adalah kemampuan lembaga pendidikan dalam pengelolaan secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen terkait. Mampu menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut. Proses pengubahan sikap dan tata laku anggota pesantren atau kelompok untuk mendewasakan diri mendekat kepada Allah SWT melalui upaya bimbingan, pengajaran dan pelatihan.

Suatu Lembaga Pendidikan kita katakan berhasil dalam konteks mutu dan efektif jika memiliki kapasitas untuk memaksimalkan tujuan-tujuan dan fungsi-fungsinya. Selain itu dapat terukur dalam pencapaiannya. Tekanan pada perbedaan intake dan output atau nilai tambah (value added) sebuah pendidikan pondok pesantren mengandung dua karakteristik yaitu hasil dan proses.

Nah indikator utamanya adalah akademik dan non akademik, keduanya merupakan sesuatu yang memengaruhi output santri. Prestasi akademik dapat kita indikasikan melalui performa santri dalam Ujian Nasional serta alumninya dapat terserap di perguruan-perguruan tinggi. Adapun prestasi non-akademik yaitu santri memiliki indikasi performa kepribadian dan karakternya yang bermoral.

Kepemimpinan Moralis

Kepemimpinan transformasional lebih berkenaan dengan kepemimpinan moralis pada nilai yang para pimpinan lembaga pendidikan anut. Sistem nilai memberikan kepercayaan memahami pengalaman dan intuisi. Menerima otoritas sakral dan perasaan sebagai cara menyelesaikan permasalahan sepenuhnya. Kepemimpinan transformasional memusatkan perhatiannya pada nilai etika pemimpin sebagai hal pokok praktik-praktik kepemimpinan dan administrasi.

Sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Sisdiknas 2003, Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi orang beriman dan taat kepada Tuhan Yang Maha Esa, bermoral, sehat, berpengetahuan, cerdas, kreatif dan merdeka, dan untuk menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Dalam Undang-undang tersebut terdapat penekanan pada nilai-nilai religious dan moral, kompensasi intelektual dan nilai-nilai demokratis.

Meskipun negara Indonesia bukan negara teokratik, namun agama memegang peranan penting dalam aktifitas masyarakat. Faktanya, UUD 1945 menekankan bahwa setiap warga negara untuk memeluk agama. Dalam ranah Pendidikan, nilai-nilai religius tersebut terintegrasi dalam standar Pendidikan. Nilai tersebut termanifestasikan dalam kepribadian diri santri. Tujuan-tujuan religius dan moral seringkali terulang secara eksplisit dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Indonesia.

Pendidikan nonformal adalah proses Pendidikan yang dilaksanakan sebagai pengganti, atau tambahan, dan atau pelengkap. Bagi sekolah formal sebagai penyokong Pendidikan seumur hidup. Pendidikan informal terdiri atas aktivitas-aktivitas pembelajaran yang independent dan biasanya terlaksana oleh keluarga dan masyarakat.

Pendidikan Formal, Informal dan Non Formal

Dalam konteks ini pesantren sebagai penyelenggara Pendidikan baik formal, informal dan nonformal. Undang-Undang Sisdiknas mengkonfirmasi undang-undang Pendidikan sebelumnya, menyatakan bahwa sekolah di Indonesia terbagi ke dalam tipe formal, non-formal dan informal. Pendidikan formal terdiri atas Pendidikan dasar, menengah dan Pendidikan tinggi.

Pendidikan formal di pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang menyelenggrakannya manajemen Pendidikan berbasis madrasah mulai dari Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah hingga Madrasah Aliyah. Sedangkan untuk Pendidikan non formal adalah kegiatan santri di luar jam pelajaran madrasah namun masih terkelola di bawah naungan madrasah.

Adapun Pendidikan informal yang seharusnya didapatkan dari keluarga dan masyarakat, maka unit asrama di bawah kepengasuhan tiap-tiap asrama mengambil alih perannya. Maka dapat kita sebut pak Kiai sebagai bapak figure atau father figure sedangkan ibu Nyai sebagai ibu figure atau mother figure.

 

Tags: Perempuan UlamapesantrenPondok PesantrenPondok Pesantren Denanyarulama perempuan
Halimatus Sa'dyah

Halimatus Sa'dyah

Penulis adalah  konsultan hukum dan pengurus LPBHNU 2123038506

Terkait Posts

Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

17 Mei 2025
Suami Pengangguran

Suami Pengangguran, Istri dan 11 Anak Jadi Korban

16 Mei 2025
Keadilan Semu

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

15 Mei 2025
Memahami Disabilitas

Memahami Disabilitas: Lebih Dari Sekadar Tubuh

14 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version