Mubadalah.id – Perempuan adalah ciptaan Tuhan yang dianugerahi potensi dan kemampuan yang sama dengan laki-laki. Perempuan, karena itu, memiliki potensi dan kemampuan untuk berperan dan bekerja sebagaimana laki-laki. Mereka bisa menjadi pemimpin, baik dalam ruang domestik maupun ruang publik.
Di atas prinsip inilah maka tidak ada halangan bagi seorang perempuan menjadi kepala keluarganya, meski ada laki-laki (suami) di sana, sepanjang ia memiliki syarat-syarat kepemimpinan.
Kepemimpinan dalam konteks apapun selalu dikaitkan dengan syarat integritas, kapabilitas (kemampuan), dan bukan atas dasar jenis kelamin. Perbedaan biologi tidak seharusnya menjadi alasan untuk menghalanginya sebagai pemimpin.
Peran Pemimpin Agama Perempuan
Sebagaimana pemimpin agama pada umumnya, pemimpin agama perempuan juga mempunyai peran yang sama. Peran-peran pemimpin antara lain adalah mendidik, mengayomi dan mengadvokasi pihak-pihak yang dizalimi.
Dalam kerangka peran pendidikan, maka pernimpin agama perempuan bisa memberikan contoh yang baik bagaimana membangun relasi keluarga yang penuh penuh harmoni sebagaimana tujuan perkawinan di atas.
Pertama, pemimpin perempuan dapat melakukan rekonstruksi atas wacana-wacana keagamaan yang mendiskriminasi perempuan menjadi wacana-wacana baru yang adil gender, dan kemudian mensosialisasikannya di masyarakat.
Wacana keagamaan yang tidak adil jender masih cukup mendominasi kerangka berpikir masyarakat. Ia masih menjadi mindset sosial mainstream. Berbagai kekerasan terhadap perempuan dan pembatasan atas peran-peran perempuan sering merujuk pada landasan pemikiran keagamaan tersebut.
Kedua, pemimpin agama perempuan sebaiknya bisa menjadi sumber rujukan bagi setiap keluh kesah dan problem sosial masyarakat, baik secara individu. Sekaligus memberikan jalan keluarnya.
Ini terutama menyangkut problem kekerasan yang kaum perempuan alami. Terdapat banyak sekali ajaran agama yang bisa menjadi solusi problem-problem individu maupun sosial.
Ketiga, pemimpin agama perempuan sudah saatnya melakukan pembelaan terhadap nasib sesamanya dengan membentuk atau mendirikan lembaga-lembaga advokasi di masyarakat. []