Rabu, 3 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Transisi Energi

    Gerakan 16 HAKTP: Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan Menguatkan Transisi Energi Berkeadilan

    Fahmina

    Marzuki Rais: Fahmina Tumbuh dari Kontrakan, Kuat di Pendidikan, Meluas Lewat Jejaring Asia

    Fahmina

    Marzuki Rais Beberkan Tantangan Advokasi dan Misi Keberagaman Fahmina

    Inklusif

    Peringati Seperempat Abad, Fahmina Kuatkan Gerakan Pendidikan Inklusif

    Demokrasi

    Kelas Diskusi Islam & Demokrasi Fahmina Soroti Rapuhnya Demokrasi dan Pengalaman Diskriminasi Kelompok Minoritas

    Kekerasan Seksual

    Kelas Diskusi Islam dan Gender Fahmina Ungkap Masalah Laten Kekerasan Seksual dan Perkawinan Anak

    Fahmina yang

    Fahmina Luncurkan Buku “Bergerak untuk Peradaban Berkeadilan” di Harlah ke-25

    25 Tahun Fahmina

    Fahmina Akan Gelar Peringatan 25 Tahun, Ini Rangkaian Acaranya

    P2GP

    P2GP Harus Diakhiri: KUPI Minta Negara Serius Libatkan Ulama Perempuan dalam Setiap Kebijakan

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Dosa Struktural

    Dosa Struktural Sebagai Penyebab Bencana Alam Sumatera

    Pendidikan Karakter

    Pendidikan Karakter, dari Keluarga hingga Perguruan Tinggi

    Pengalaman Biologis

    Melihat Perempuan dengan Utuh: Tubuh, Pengalaman Biologis, dan Kesetaraan yang Lebih Manusiawi

    Kekuasaan

    Ketika Kekuasaan Jadi Alat Perusak Alam

    Jurnalisme Inklusi

    Menghapus Stigma, Menguatkan Suara: Pentingnya Jurnalisme Inklusi bagi Difabel

    Kerusakan

    Ketika Manusia Lebih Memilih Kerusakan

    Darurat Bencana Alam

    Indonesia Darurat Kebijakan, Bukan Sekedar Darurat Bencana Alam

    Khalifah di Bumi

    Manusia Dipilih Jadi Khalifah, Mengapa Justru Merusak Bumi?

    Kerusakan Alam

    Bergerak Bersama Selamatkan Bumi dari Kerusakan Alam

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Transisi Energi

    Gerakan 16 HAKTP: Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan Menguatkan Transisi Energi Berkeadilan

    Fahmina

    Marzuki Rais: Fahmina Tumbuh dari Kontrakan, Kuat di Pendidikan, Meluas Lewat Jejaring Asia

    Fahmina

    Marzuki Rais Beberkan Tantangan Advokasi dan Misi Keberagaman Fahmina

    Inklusif

    Peringati Seperempat Abad, Fahmina Kuatkan Gerakan Pendidikan Inklusif

    Demokrasi

    Kelas Diskusi Islam & Demokrasi Fahmina Soroti Rapuhnya Demokrasi dan Pengalaman Diskriminasi Kelompok Minoritas

    Kekerasan Seksual

    Kelas Diskusi Islam dan Gender Fahmina Ungkap Masalah Laten Kekerasan Seksual dan Perkawinan Anak

    Fahmina yang

    Fahmina Luncurkan Buku “Bergerak untuk Peradaban Berkeadilan” di Harlah ke-25

    25 Tahun Fahmina

    Fahmina Akan Gelar Peringatan 25 Tahun, Ini Rangkaian Acaranya

    P2GP

    P2GP Harus Diakhiri: KUPI Minta Negara Serius Libatkan Ulama Perempuan dalam Setiap Kebijakan

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Dosa Struktural

    Dosa Struktural Sebagai Penyebab Bencana Alam Sumatera

    Pendidikan Karakter

    Pendidikan Karakter, dari Keluarga hingga Perguruan Tinggi

    Pengalaman Biologis

    Melihat Perempuan dengan Utuh: Tubuh, Pengalaman Biologis, dan Kesetaraan yang Lebih Manusiawi

    Kekuasaan

    Ketika Kekuasaan Jadi Alat Perusak Alam

    Jurnalisme Inklusi

    Menghapus Stigma, Menguatkan Suara: Pentingnya Jurnalisme Inklusi bagi Difabel

    Kerusakan

    Ketika Manusia Lebih Memilih Kerusakan

    Darurat Bencana Alam

    Indonesia Darurat Kebijakan, Bukan Sekedar Darurat Bencana Alam

    Khalifah di Bumi

    Manusia Dipilih Jadi Khalifah, Mengapa Justru Merusak Bumi?

    Kerusakan Alam

    Bergerak Bersama Selamatkan Bumi dari Kerusakan Alam

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Kerudung Petani: Kekangan atau Alat Perlawanan?

Feminisme Barat sangat sinis terhadap kerudung. Tapi petani perempuan membuktikan yang sebaliknya.

Miftahul Huda Miftahul Huda
16 Oktober 2020
in Kolom, Personal
0
Kisah Ngasirah

Kisah Ngasirah, ibu dari Sosrokartono dan Raden Ajeng Kartini

245
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Malam semakin menggulita, tapi rapalan dzikir terus digemakan oleh ratusan petani di bawah tratak menghadap panggung. Di atas panggung berdiri seorang agamawan yang sedang memimpin istighasah. Di samping kanan kiri panggung telah berbaris para simpatisan dari berbagai daerah—mungkin juga berbagai agama—ada dari Bandung, Garut, Maluku, Kanada (seorang mahasiswi program pertukaran pelajar), dan saya sendiri dari Demak; sedang mengikuti khusuknya acara bersama petani di Kulon Progo.

Acara tersebut berlangsung selama dua hari (13-14/3/2019) yang diselenggarakan PPLP-KP (Paguyuban Petani Lahan Panta Kulon Progo) dalam menyambut ulang tahunnya yang ke-13. Malam hari diawali dengan istighasah dan disambung ceramah dari kiai; lalu pagi sampai siang hari diisi dengan refleksi sesama petani dari berbagai komunitas di Jawa. Itu bukan sekedar acara doa bersama atau pengajian yang umum di panggung-panggung desa; melainkan sebuah acara untuk menguatkan memori bersama sebagai masyarakat yang tertindas—mustadz’afin.

Ratusan petani dari empat desa, baik laki-laki atau perempuan—bahkan selain petani, berkumpul dalam satu tempat di mana mereka menelurkan semangat melawan tambang pasir besi. Suasana malam seketika berubah seperti berselimut beludru, nuansa perlawanan menghangatkan panggung rakyat.

Umumnya masyarakat pedesaan, khususnya yang menjadikan Islam sebagai keyakinan, kerudung menjadi sehelai kain yang menempel di manapun perempuan beraktivitas—kecuali di dalam rumah. Saya selalu melihat kerudung ketika mereka berkumpul dalam rapat, ketika bertani di ladang, atau ketika menjamu saya sebagai tamu di rumah mereka. Namun, “arti penting” kerudung sering luput dari tatapan mata para penikmat dinamika gerakan.

Saya mencoba mengesampingkan kecurigaan feminisme Barat perihal kerudung, yang mereka anggap sebagai pengekangan/pembatasan/perbudakan. Ini sepenuhnya konteks Indonesia, di mana posisi kerudung menjadi simbol perlawanan pada pra-reformasi dan menjadi simbol pengekangan pada pasca-reformasi.

Merancang Kerudung Perlawanan untuk Petani

Petani perempuan dalam konteks ini adalah objek konstruksi: harus menutup auratnya. Dengan demikian level kenyamanan perempuan di ruang publik adalah bentukan budaya, bukan terberi—menurut pandangan konstruktivis.

Pada diskursus ini saya meminjam dua gagasan Marie Mc Andrew dalam Muslim Diaspora  (Andrew 2006). Pertama tentang konstruktivisme heterosentris, yaitu anggapan kerudung sebagai bentuk warisan budaya yang bernuansa ideologis. Dengan kata lain, setiap perempuan yang menggunakan kerudung adalah korban dari hegemoni kuasa patriarki yang bercokol pada budaya. Oleh karenanya, perempuan dianggap teralienasi dari niat tulus mereka mengenakan kerudung.

Para aktivis yang menggunakan pandangan pertama ini berusaha keras mendekonstruksi ideologi yang tersemat di balik kerudung. Alih-alih membebaskan perempuan dari “ketertindasan”, gerakan aktivisme malah tersesat dalam usaha menciptakan identitas bersama daripada mempertahankan pluralisme.

Perempuan akan dianggap belum menempati posisi setara dalam ruang sosial atau agama, dan mereka—perempuan muslim—telah gagal mencetak identitas asli mereka, karena kerudung ditakar sebagai warisan etnis/budaya yang kuat nuansa ideologi dominatifnya.

Pada tahap yang mengkhawatirkan, gerakan aktivisme tersebut akan jatuh pada islamophobia. Kerudung menjadi plot seksis dan fundamentalis sebagai dasar menggerakkan opini publik untuk melarang ekspresi keragaman agama di muka umum. Tetapi saya membatasi pada tahap paling mengkhawatirkan tersebut (islamophobia), karena di Indonesia Islam menjadi kepercayaan mayoritas.

Pandangan konstruktivisme heterosentris menjadi tidak kompatibel dengan apa yang terjadi pada petani perempuan Kulon Progo. Sebab ketika di ruang publik dan melakukan penolakan proyek pertambangan, kerudung melekat erat di kepala mereka. Kalau dianggap belum setara, kenyataanya mereka bisa hadir dalam aksi penolakan, beraktivitas di ladang bersama laki-laki, dan mengikuti rapat menentukan gerak organisasi. Bahkan, satu petani perempuan berkesempatan berbicara di atas panggung mewakili petani Kulon Progo pada acara siang itu.

Pandangan yang kedua adalah konstruktivisme individualistis. Pandangan ini mengakui budaya (dan etnis) adalah hasil konstruksi, namun yang membuatnya berbeda dengan konstruktivis heterosentris adalah pengakuannya terhadap hak prerogatif individu. Artinya, seseorang sebagai subjek aktif dalam membentuk identitasnya seperti yang ia inginkan dengan mengaitkan otonomi moral orang lain terhadap dirinya sendiri. Ini seperti ada rasa tubuh individu menjadi milik sosial.

Pandangan yang kedua ini mengakui secara penuh perempuan sebagai subjek sosial yang mampu memutuskan pilihan untuk tubuhnya sendiri. Sebagaimana petani perempuan, mengenakan kerudung adalah pilihan individu—seperti yang sudah saya sebut di atas—secara tulus. Dan kerudung membersamai mereka di setiap aksi reclaiming dan mempertahankan ruang hidup; tak jarang mereka bersuara menyampaikan pengalaman pahit yang tak terbantahkan.

Bagian pilihan ini—memakai kerudung—bukan sekedar memburu pengakuan moral, tapi juga pengakuan atas keagamaan mereka di ruang publik. Pilihan ini juga pernah dipraktikkan oleh dua organisasi feminis di Quebec:  Fédération des femmes du Québec dan devout Muslim Women, dalam memperjuangkan pengakuan keberagamaan dan hak-hak mereka sebagai perempuan muslim.

Dalam konteks yang berbeda, slametan (istighasah) sebagai representasi keadaan selamat. “Dadi Wong Wadon: Representasi Sosial Perempuan Jawa di Era Modern”, (Permanadeli 2015). Yakni selamat dari perampasan ruang hidup, menjadi ruang pengakuan moral-keagamaan dan eksistensi perempuan di ruang publik.

Saya perlu mengakui, bahwa konstruktivisme individualistis memiliki kelemahan—yang merugikan bagi perempuan. Karena berbasis interaksionisme sosial, pandangan tersebut syarat akan relasi kuasa sebagai penentu nilai moral. Bahkan, pilihan pribadi untuk mengenakan atau melepas kerudung terkadang tidak direstui oleh kelompok masyarakat.

Jadi, tidak menutup kemungkinan terjadinya stereotipe terhadap petani perempuan yang tidak mengenakan kerudung. Namun sejauh bersama para petani, saya tidak menemukan gesekan di antara mereka: perempuan berkerudung dan beberapa tidak berkerudung berkerumun dengan laki-laki. Mereka semua adalah sama. []

 

 

Tags: Hijabkemanusiaankerudungperempuanpetani
Miftahul Huda

Miftahul Huda

Peneliti isu gender dan lingkungan.

Terkait Posts

Pengalaman Biologis
Personal

Melihat Perempuan dengan Utuh: Tubuh, Pengalaman Biologis, dan Kesetaraan yang Lebih Manusiawi

3 Desember 2025
Kekerasan Perempuan
Keluarga

Al-Qur’an: Membela Perempuan dan Menolak Kekerasan

2 Desember 2025
Harta Perempuan
Keluarga

Ketika Perempuan Meluruskan Pemahaman Umar bin Khattab tentang Hak Harta

2 Desember 2025
Menentukan Pasangan Hidup
Keluarga

Islam Lindungi Hak Perempuan dalam Menentukan Pasangan Hidup

1 Desember 2025
Adhal
Publik

Adhal: Kekerasan Terhadap Perempuan yang Dilarang Al-Qur’an

30 November 2025
Mimi Monalisa
Sastra

Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

30 November 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kompilasi Hukum Islam

    Mungkinkah Kita Melahirkan Kompilasi Hukum Islam Baru?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Belajar Keteguhan dari Bambu: Perempuan, Pengetahuan, dan Ekologi di Omah Petroek

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bergerak Bersama Selamatkan Bumi dari Kerusakan Alam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Manusia Dipilih Jadi Khalifah, Mengapa Justru Merusak Bumi?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Silabus Lingkungan untuk Pejabat dan Pemilik Modal, Mengapa Ini Penting?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Dosa Struktural Sebagai Penyebab Bencana Alam Sumatera
  • Pendidikan Karakter, dari Keluarga hingga Perguruan Tinggi
  • Melihat Perempuan dengan Utuh: Tubuh, Pengalaman Biologis, dan Kesetaraan yang Lebih Manusiawi
  • Ketika Kekuasaan Jadi Alat Perusak Alam
  • Menghapus Stigma, Menguatkan Suara: Pentingnya Jurnalisme Inklusi bagi Difabel

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID