“Kami sangat berterima kasih pada Mubadalah yang telah bersedia berbagi ilmunya di sini, di Ponpes Tarbiyatul Islam Al Falah Salatiga. Karena berbagi satu huruf saja tidak ternilai harganya.”
Mubadalah.id – Begitu penuturan Ibu Nyai Hj Latifah Zoemri di sambutan penutupnya dalam kegiatan Pelatihan Penulisan dan Konten Kreatif Mubadalah.id di PPTI Al Falah Salatiga bersama Unit Kegiatan Santri (UKS) Inspirasi Santri (In-Santri). Kegiatan tersebut telah usai tergelar pada Rabu dan Kamis, 30-31 Oktober 2024. Tentu saja hatiku merasa tergetar mendengar kata sambutan beliau.
Sebelumnya kegiatan ini memang sudah lama kami rencanakan, atas permintaan Mbak Nyai Hj Siti Rofiah, putri sulung Ibu Nyai Hj Latifah Zoemri. Dia merupakan alumni Dawrah Kader Ulama Perempuan (DKUP) Fahmina, sehingga kami terhubung melalui jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI).
Saya dan teman-teman redaksi tiba di Salatiga pada Selasa malam. Panitia kegiatan langsung menyambut kami, dan menyiapkan tempat istirahat yang sangat nyaman. Sambil menunggu, panitia menempatkan kami dalam ruangan pengurus pondok.
Kembali pada moment kedatangan kami di pesantren. Secara kebetulan di samping kamar pengurus itu, ada ruangan penerima tamu yang sekaligus pesantren gunakan sebagai tempat pengajian diniyyah malam. Samar-samar kami mendengar santri putri sedang mendaras hafalan kitab al- Amtsilah at-Tashrifiyah. Sungguh syahdu sekali!
Ulama Perempuan dari Salatiga
Tak banyak yang mengetahui jika pondok pesantren ini diampu oleh pengasuh perempuan. Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam (PPTI) Al Falah Kota Salatiga berdiri pada tahun 1986 oleh Almukarrom KH. M Zoemri RWS bersama sang istri Ibu Nyai Hj. Latifah Zoemri.
Melansir dari website lembaga, sepeninggal Kiai, dalam rutinitas sehari hari, kegiatan belajar mengaji pengampunya langsung oleh Ibu Nyai Hj Latifah bersama dengan dewan asatidz.
Kurikulum di PPTI Al Falah sendiri lebih condong pada pengajaran kitab kuning. Meskipun demikian, santri yang mau menghafal Al Qur’an juga diperbolehkan. Hafalan biasanya langsung dengan Ibu Nyai, ataupun dengan puteri bungsu beliau Ning Nyai Siti Nur Halimah Al Hafidzah.
Meneguhkan Otoritas Ibu Nyai
Jika menilik sejarah berdirinya pesantren hingga perkembangannya kini, maka layak kita mengapresiasi dan meneguhkan otoritas ulama perempuan terhadap Ibu Nyai Hj Latifah Zoemri melalui kepemimpimpinannya. Sebab tak banyak pondok pesantren di Indonesia yang dipimpin oleh perempuan.
Terlebih lagi penyebutan elemen-elemen yang terdapat dalam pondok pesantren menurut Zamakhsyari Dhofier dalam buku “Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai” adalah keberadaan pondok, masjid, pengajaran kitab Islam klasik, santri, dan kiai.
Dalam catatan tersebut tidak menyebutkan nama nyai. Meskipun misalkan pengasuh pesantren adalah kiai, kita tak bisa menafikan peran penting nyai, atau istri kiai, atau putri-putri kiai yang turut berpartisipasi dalam mengelola dan memajukan pondok pesantren.
Ke depan, saya berharap akan lebih banyak pondok pesantren yang mengapresiasi, menghadirkan dan meneguhkan otoritas Ibu Nyai dalam setiap kegiatan, dan pengambilan keputusan apapun.
Ibu Nyai yang Mengayomi
“Seluruh yang hadir dalam ruangan ini saya ijazahi doa keutamaan, semoga Allah beri kemudahan dalam segala hal. Terkabulkan segala hajatnya.”
Dawuh Ibu Nyai Hj Latifah Zoemri sebelum menutup kalimat sambutannya. Kami mengamini secara bersamaan. Terasa sekali beliau menjadi sosok ibu yang mengayomi seluruh santri. Saya pikir beruntung sekali santri yang belajar menimba ilmu di PPTI Al Falah ini.
Sepertinya ke depan harus ada kesempatan berbincang khusus dengan beliau untuk menelusuri jejak keilmuan. Misal di mana beliau menimba ilmu, kepada siapa saja beliau pernah berguru dan menuntut ilmu. Saya berharap para santri di PPTI Al Falah bisa melanjutkannya, sebab ini penting menjadi jejak sejarah yang tak lagi history, tapi herstory.
Keutamaan Ilmu dan Ilmu
Terakhir menyambung dari kalimat awal Ibu Nyai Hj Latifah Zoemri tentang keutamaan ilmu di pembuka tulisan ini, saya menukil riwayat tentang keutamaan ilmu dan ulama. Riwayat berdasarkan pada kitab Lubab al-Hadits karya Syekh Muhyiddin al-Asyi. Di antara keutamaan ilmu dan ulama itu adalah:
Duduk di majelis ilmu pada saat menuntut ilmu lebih baik daripada memerdekakan seribu budak. Dalam kitab Lubabul Hadis, Imam Al-Suyuthi menyebutkan satu riwayat yang bersumber dari Ibnu Mas’ud, bahwa Nabi Saw bersabda;
يَا ابْنَ مَسْعُوْدٍ، جُلُوْسُكَ سَاعَةً فِيْ مَجْلِسِ العِلْمِ، لاَ تَمَسُ قَلَماً، وَلاَ تَكْتُبُ حَرْفًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ عِتْقِ أَلْفِ رَقَبَةٍ، وَنَظَرُكَ إِلىَ وَجْهِ العَالِمِ خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَلْفِ فَرَسٍ تَصَدَّقْتَ بِهَا فِيْ سَبِيْلِ اللهِ، وَسَلاَمُكَ عَلىَ العَالِمِ خَيْرٌ لَكَ مِنْ عِبَادَةِ أَلْفِ سَنَةٍ
“Wahai Ibnu Mas’ud, dudukmu sesaat di dalam suatu majelis ilmu, kamu tidak sempat memegang pena dan tidak sempat menulis satu huruf (pun) lebih baik bagimu daripada memerdekakan seribu budak. Pandanganmu kepada wajah seorang yang berilmu lebih baik bagimu daripada seribu kuda yang kau sedekahkan di jalan Allah. Dan ucapan salammu kepada orang yang berilmu lebih baik bagimu daripada beribadah seribu tahun.” []