Mubadalah.id – Islam memandang manusia sebagai makhluk yang memiliki martabat dan kehormatan, Manusia diciptakan dengan tujuan diperintahkan untuk menjadi pemelihara kehidupan di muka bumi agar saling menjaga, saling mengasihi, dan saling menyayangi satu sama lain. Menjaga kelestarian lingkungan, menjaga perdamaian, menjaga persaudaraan, dan menjaga kerukunan baik yang berbeda etnis, budaya, bahasa maupun agama serta kepercayaan.
Perempuan diciptakan Tuhan dengan penuh keistimewaan, Tuhan menganugerahi vagina tempat bergugurannya sel telur yang sekaligus membuang redusi dan kotoran yang tidak baik untuk tubuh, rahim yang bisa melindungi janin dalam kandungan, kelenjar susu yang bermanfaat bagi berlangsungnya pertumbuhan dan perkembangan bayi, tangan lembutnya untuk mengasihi sesame, dan intelektualnya yang membawa perubahan peradaban manusia menuju keadilan dan perdamaian.
Dengan keistimewaan-keistimewaan tersebut, pandanglah perempuan sebagai makhluk intelektual yang mampu berdaya dan berkarya serta membebaskan dari budaya yang mengutuk kaum perempuan dan laki-laki dari adat nenek moyang yang telah usang. Janganlah memandang perempuan sebagai makhluk seksual karena perbuatan yang tidak beradab lahir dari pikiran yang tidak beradab pula.
Hidup pada zaman kontemporer yang mana ruang-ruang nyata beralih pada ruang virtual belum sepenuhnya membuka cakrawala manusia dalam memandang sosok perempuan. Ketika perempuan bersuara dianggap melanggar norma agama, ketika perempuan berkarier di wilayah publik dianggap tidak peduli dengan keluarga, ketika diizinkan bekerja akan tetap dibebani beban ganda, ketika keluar malam dianggap murahan, dan ketika tidak menggubris pesan whatsapp dianggapnya sok jual mahal. Lah emang kami mahal, jadi perhatianmu di whatsapp tidak bisa membeli perasaan perempuan.
Dalam memandang perempuan bukankah tiap agama menuntun pemeluknya untuk menghormati sesama manusia tanpa melihat jenis kelamin, gender, ras, suku, bahkan agama. Lalu mengapa sebagai makhluk Tuhan masih banyak yang memandang perempuan sebagai makhluk lemah, bodoh, dan tak berdaya? Jauh dari itu bahkan sampai memandang perempuan sebagai manusia paling hina ketika perempuan sudah tidak perawan secara biologis yang hanya diukur dari tipisnya selaput dara.
Kemajuan sains belum sepenuhnya membuka gerbang keterbukaan pemikiran manusia. Padahal jika kita lebih melek terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, kita bisa mengetahui bahwa selaput dara ukurannya sangat tipis, selaput dara hanyalah selembar jaringan tipis dengan lubang di dalamnya yang terletak satu atau dua sentimeter di dalam lubang vagina. Ada perempuan yang memiliki bentuk selaput dara tebal, ada yang tipis dan mudah robek bahkan tanpa hubungan seksual.
Berbicara mengenai pandangan manusia pada kesucian perempuan, begitu banyak penderitaan yang diterima kaum perempuan sampai-sampai organ reproduksinya dijadikan sebagai tolak ukur kesucian.
Tak jarang mereka memandang kaum perempuan korban pemerkosaan dan korban kekerasaan seksual sebagai makhluk yang kotor. Mereka tidak melihat dan tidak berpikir akibata apa yang menimpa kaum perempuan jika kesuciannya diukur dari tipisnya selaput dara. Bahkan ketika perempuan memasuki dunia pertahanan dan keamanan ia dibatasi geraknya dengan program tidak memanusiakan perempuan yaitu tes keperawanan.
Terlalu sombong rasanya jika manusia masih memandang kesucian perempuan hanya dari tipisnya selaput dara. Manusia terlalu fokus pada substansinya dari pada esensinya sendiri. Mengapa dalam memandang perempuan hanya dari tipisnya selaput dara? Padahal selaput dara bisa robek tanpa perempuan sadari, dan hal tersebut tidak mempengaruhi terhadap kesucian seorang perempuan.
Bukankah terlalu purba memandang kesucian perempuan hanya pada tipsinya selaput dara? Padahal nilai kesucian perempuan bukan terletak pada selaput dara, tetapi terletak pada pemikirannya, intelektualnya, dan hati nuraninya dalam memanusiakan dirinya, lingkungannya, dan memanusiakan keluarga serta bangsanya.
Sampai kapan pemikiran kalian dibutakan oleh budaya tidak manusiawi? Sampai kapan kalian mau bertahan dengan adat patriarki? Sampai kapan kalian tidak memberikan hak kami? Sampai kapan kalian memandang kesucian perempuan dari organ reproduksi, dan sampai kapan kalian masih berpikir seperti ini?
Teknologi semakin canggih tidak membuat otak semakin mendidih, ilmu pengetahuan semakin maju masih membuat pemikiran terbelenggu, dan bodohnya manusia masih nyaman dengan kondisi yang seperti ini. Untuk puan-puan ayo berdaya, ayo berkarya kita semua berharga dan berhak bahagia. []
