Mubadalah.id – Dalam ajaran Islam, inti dari seluruh perintah dan larangan sesungguhnya bermuara pada satu tujuan yaitu membentuk manusia yang memiliki akhlak mulia.
Rasulullah Saw. menegaskan, “Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (Musnad Ahmad, no. 9074).
Akhlak mulia inilah yang menjadi fondasi dalam seluruh bentuk relasi manusia baik dalam lingkup sosial, pertemanan, maupun rumah tangga.
Namun, dalam praktik sosial keagamaan, masih sering muncul bahwa perempuan atau istri didorong untuk taat dan berbakti kepada suami. Sementara suami tidak mendapat tekanan moral yang sama untuk berbuat baik kepada istrinya.
Padahal, jika kita kembali kepada sumber-sumber ajaran Islam, baik Al-Qur’an maupun Hadits, jelas bahwa akhlak mulia bersifat universal dan saling timbal balik.
Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam Buku Qiraah Mubadalah menjelaskan bahwa semangat Islam tidak pernah berpihak hanya pada satu jenis kelamin. Ia mengajarkan kesalingan dan keadilan dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam relasi rumah tangga.
Karena itu, tidak ada alasan lagi untuk menuntut istri agar berbakti tanpa menuntut hal yang sama dari suami.
Bakti suami terhadap istrinya adalah bagian dari akhlak mulia yang sama pentingnya dengan bakti istri terhadap suaminya. Dalam Musnad Ahmad (no. 10247), Rasulullah Saw. bersabda:
“Keimanan yang paling sempurna di antara orang-orang beriman adalah yang paling baik akhlaknya, dan yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik perilakunya terhadap istrinya.”
Hadits ini menunjukkan bahwa ukuran kesempurnaan iman seseorang bukan pada statusnya sebagai laki-laki. Melainkan pada kualitas akhlaknya terutama dalam memperlakukan pasangan hidupnya. []