Jumat, 24 Oktober 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Resolusi Jihad

    Resolusi Jihad Santri: Dari Angkat Senjata hingga Media Sosial

    Nyai Badriyah

    Nyai Badriyah Fayumi: KUPI Tegaskan Semua Manusia Adalah Subjek Kehidupan, Termasuk Disabilitas

    Ulama Perempuan Disabilitas

    Nyai Hj. Badriyah Fayumi: Ulama Perempuan Harus Menjadi Pelopor Keulamaan Inklusif dan Ramah Disabilitas

    Hak-hak Disabilitas

    UIN SSC Gelar Konferensi Nasional KUPI untuk Memperkuat Peran Keulamaan bagi Hak-hak Disabilitas

    Disabilitas

    PSGAD UIN SSC Dorong Kolaborasi Akademisi, Komunitas, dan Pesantren untuk Advokasi Disabilitas melalui Tulisan

    Isu Disabilitas

    Zahra Amin: Mari Menulis dan Membumikan Isu Disabilitas

    Keadilan Gender

    SIKON CILEM UIN SSC Cirebon Angkat KUPI sebagai Gerakan Global Keadilan Gender Islam

    Metodologi KUPI

    Menelusuri Metodologi KUPI: Dari Nalar Teks hingga Gerakan Sosial Perempuan

    Trans7

    Pesantren di Persimpangan Media: Kritik atas Representasi dan Kekeliruan Narasi Trans7

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Hari Santri Nasional

    Refleksi Hari Santri Nasional: Kemerdekaan Santri Belum Utuh Sepenuhnya

    Perundungan

    Kita, Perempuan, Membentengi Generasi dari Perundungan

    Konferensi Nasional KUPI 2025

    Disabilitas di Konferensi Nasional KUPI 2025: Sebuah Refleksi

    Perempuan Disabilitas

    Refleksi Perempuan Disabilitas di Hari Santri Nasional

    Fiqh al-Murūnah

    KUPI Mengenalkan Fiqh al-Murūnah bagi Pemenuhan Hak-hak Disabilitas

    Hak Politik Penyandang Disabilitas

    Hak Politik Penyandang Disabilitas: Antara Jaminan Konstitusi dan Prinsip Keadilan Islam

    Moral Solidarity

    Makna Relasi Afektif di Pesantren: Collective Pride dan Moral Solidarity Santri

    Periwayatan Hadis

    Difabel dalam Periwayatan Hadis : Melihat Islam Inklusif di Zaman Nabi

    Hak-hak Disabilitas

    UIN SSC Gelar Konferensi Nasional KUPI untuk Memperkuat Peran Keulamaan bagi Hak-hak Disabilitas

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Resolusi Jihad

    Resolusi Jihad Santri: Dari Angkat Senjata hingga Media Sosial

    Nyai Badriyah

    Nyai Badriyah Fayumi: KUPI Tegaskan Semua Manusia Adalah Subjek Kehidupan, Termasuk Disabilitas

    Ulama Perempuan Disabilitas

    Nyai Hj. Badriyah Fayumi: Ulama Perempuan Harus Menjadi Pelopor Keulamaan Inklusif dan Ramah Disabilitas

    Hak-hak Disabilitas

    UIN SSC Gelar Konferensi Nasional KUPI untuk Memperkuat Peran Keulamaan bagi Hak-hak Disabilitas

    Disabilitas

    PSGAD UIN SSC Dorong Kolaborasi Akademisi, Komunitas, dan Pesantren untuk Advokasi Disabilitas melalui Tulisan

    Isu Disabilitas

    Zahra Amin: Mari Menulis dan Membumikan Isu Disabilitas

    Keadilan Gender

    SIKON CILEM UIN SSC Cirebon Angkat KUPI sebagai Gerakan Global Keadilan Gender Islam

    Metodologi KUPI

    Menelusuri Metodologi KUPI: Dari Nalar Teks hingga Gerakan Sosial Perempuan

    Trans7

    Pesantren di Persimpangan Media: Kritik atas Representasi dan Kekeliruan Narasi Trans7

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Hari Santri Nasional

    Refleksi Hari Santri Nasional: Kemerdekaan Santri Belum Utuh Sepenuhnya

    Perundungan

    Kita, Perempuan, Membentengi Generasi dari Perundungan

    Konferensi Nasional KUPI 2025

    Disabilitas di Konferensi Nasional KUPI 2025: Sebuah Refleksi

    Perempuan Disabilitas

    Refleksi Perempuan Disabilitas di Hari Santri Nasional

    Fiqh al-Murūnah

    KUPI Mengenalkan Fiqh al-Murūnah bagi Pemenuhan Hak-hak Disabilitas

    Hak Politik Penyandang Disabilitas

    Hak Politik Penyandang Disabilitas: Antara Jaminan Konstitusi dan Prinsip Keadilan Islam

    Moral Solidarity

    Makna Relasi Afektif di Pesantren: Collective Pride dan Moral Solidarity Santri

    Periwayatan Hadis

    Difabel dalam Periwayatan Hadis : Melihat Islam Inklusif di Zaman Nabi

    Hak-hak Disabilitas

    UIN SSC Gelar Konferensi Nasional KUPI untuk Memperkuat Peran Keulamaan bagi Hak-hak Disabilitas

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Ketika Dokter Jadi Predator, Alarm Kekerasan Seksual di Layanan Kesehatan

Nama baik sejati justru lahir dari keberanian untuk mengakui kesalahan, mendengar suara korban, dan membenahi sistem dari akarnya.

Kamilia Hamidah Kamilia Hamidah
14 April 2025
in Publik, Rekomendasi
0
Kekerasan Seksual

Kekerasan Seksual

1.6k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pada Agustus 2024, India terguncang oleh kasus tragis pemerkosaan dan pembunuhan Moumita Debnath, seorang dokter magang berusia 31 tahun di R.G. Kar Medical College and Hospital, Kolkata. Tersangka utama, Sanjoy Roy, seorang relawan sipil kepolisian, tertangkap berdasarkan rekaman CCTV yang menunjukkan aktivitas mencurigakan di sekitar waktu kejadian.

Insiden ini memicu kemarahan nasional, dengan lebih dari satu juta tenaga medis melakukan mogok kerja sebagai bentuk protes terhadap kurangnya keamanan di fasilitas kesehatan. (Kompas, 24/08/2024) Mahkamah Agung India merespons dengan membentuk Gugus Tugas Nasional untuk merumuskan protokol keselamatan bagi tenaga medis. Sementara masyarakat luas menuntut reformasi menyeluruh guna mencegah terulangnya tragedi serupa. (Tempo, 20/08/2024)

Sementara itu, pada minggu-minggu ini di negeri ini, kita menyaksikan kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh seorang dokter residen (PPDS) terhadap pasien di sebuah rumah sakit pendidikan di Bandung. Kasus ini bukan hanya mengusik rasa keadilan masyarakat, tetapi juga membuka borok dalam sistem pelayanan kesehatan kita. Di mana selama ini dianggap sebagai ruang aman dan profesional.

Peristiwa ini tidak semata-mata tentang seorang pelaku, tetapi mencerminkan kegagalan sistemik dalam memastikan keselamatan dan martabat pasien di ruang-ruang layanan medis. Ketika seorang dokter yang seharusnya menyembuhkan justru menjadi pelaku kekerasan seksual, maka yang terlukai bukan hanya tubuh korban, tetapi juga kepercayaan publik terhadap profesi medis.

Rapuhnya Perlindungan terhadap Pasien

Kedua peristiwa ini, meskipun terjadi di dua negara yang berbeda, menyuarakan kegentingan yang sama. Yakni tentang rapuhnya perlindungan terhadap pasien. Terutama perempuan, di lingkungan medis yang semestinya steril dari kekerasan dan pelecehan.

Baik di India maupun di Indonesia, kasus kekerasan seksual di rumah sakit bukan hanya persoalan individu pelaku, tetapi menjadi cermin dari lemahnya sistem pengawasan, absennya protokol perlindungan yang efektif, dan minimnya ruang aman bagi korban untuk bersuara.

Ketika tragedi serupa terulang lintas batas negara, kita dipaksa untuk melihat bahwa persoalan ini bukan insiden terpisah. Melainkan bagian dari pola yang lebih besar dan mendalam.

Beberapa waktu lalu, saya sempat menjalani tindakan operasi kecil yang memerlukan pembiusan lokal. Selama beberapa jam setelah prosedur itu, tubuh saya terasa mati rasa, tak berdaya. Bahkan untuk sekadar menggerakkan kaki pun tidak mampu.

Dalam kondisi itu, sempat terlintas di benak saya—pikiran buruk yang coba saya singkirkan—bagaimana kalau ada orang berniat jahat? Bukankah dalam keadaan seperti ini, saya tak mungkin melawan? Namun, saya buru-buru menenangkan diri. Toh, sepanjang proses transisi dari ruang operasi ke ruang perawatan, saya selalu didampingi perawat yang sigap dan profesional.

Tapi hari ini, pikiran buruk itu bukan lagi sekadar kekhawatiran liar. Ia menjelma jadi kenyataan pahit yang menimpa keluarga pasien perempuan di salah satu rumah sakit pendidikan di Bandung (berita terakhir korban bertambah dua orang).

Mencoreng Institusi Kesehatan

Seorang dokter residen menyalahgunakan kepercayaan dan wewenangnya, menggunakan obat bius untuk melumpuhkan korban, lalu melakukan kekerasan seksual. Emosi dan marah, itu yang saya rasakan. Sebab yang dulu saya bayangkan dengan cemas, kini benar-benar terjadi. Bukan pada saya, tapi pada seseorang yang mestinya justru terlindungi dalam sistem layanan kesehatan.

Pengalaman ini membuat saya merenung, bahwa rasa aman pasien bukan hanya soal hasil tindakan medis yang berhasil, tapi juga tentang memastikan mereka tidak menjadi sasaran empuk dari pelaku kejahatan yang bersembunyi di balik jas putih.

Kita semua mengetahui bahwa profesi tenaga kesehatan selama ini terbangun atas dasar kepercayaan, empati, dan dedikasi. Pasien datang dalam kondisi paling rentan baik secara fisik maupun psikologis dan menyerahkan tubuh serta rahasianya untuk tertangani.

Relasi ini seharusnya berlandaskan etika dan tanggung jawab tinggi. Tetapi pada kenyataannya kasus ini telah mencoreng institusi kesehatan, karena ketika jas putih dijadikan tameng untuk menyembunyikan kekerasan, maka rumah sakit kehilangan makna dasarnya sebagai tempat pemulihan. Yang lebih mengkhawatirkan, jangan-jangan kasus-kasus seperti ini bukan hanya terjadi sekali.

Bisa jadi kasus kekerasan seksual oleh tenaga kesehatan pernah muncul ke permukaan. Namun banyak pula yang terpendam dalam diam akibat minimnya sistem pelaporan, ketakutan korban, dan budaya institusional yang defensif.

Potensi Kekerasan Seksual di Rumah Sakit

Penting untuk kita catat bahwa potensi kekerasan seksual di rumah sakit tidak hanya datang dari tenaga medis terhadap pasien, tetapi juga bisa terjadi dari pasien kepada perawat atau dokter, maupun dari pengunjung terhadap staf rumah sakit.

Pelecehan ini dapat berbentuk verbal seperti komentar yang tidak pantas, fisik melalui sentuhan yang tidak diinginkan, hingga kekerasan seksual secara langsung. Namun, ketika pelakunya adalah tenaga medis, dimensi kekuasaannya menjadi sangat kompleks.

Bisa kita pastikan korban tidak berani bersuara karena takut tidak dipercaya, takut akan stigma, atau bahkan takut mengalami pembalasan dalam bentuk perawatan yang tidak optimal. Relasi kuasa yang timpang ini dapat menjadikan kasus pelecehan di lingkungan kesehatan tidak terdeteksi dan tidak tertangani secara adil.

Setidaknya ada sejumlah faktor risiko yang turut memperbesar kemungkinan terjadinya kekerasan seksual di layanan kesehatan. Pertama, kurangnya pengawasan dan sistem monitoring yang ketat, terutama di ruang-ruang tertutup seperti kamar rawat inap, ruang tindakan, atau ICU.

Kedua, rendahnya pemahaman tenaga kesehatan mengenai pelecehan seksual dan kurangnya pelatihan tentang kesadaran gender dan etika profesional. Ketiga, ketiadaan kebijakan internal yang tegas dan sistem pelaporan yang aman dan responsif.

Keempat, budaya hierarkis di institusi kesehatan yang membuat para junior merasa takut melaporkan kesalahan senior atau pengampu mereka. Dan kelima, normalisasi budaya patriarki dan candaan seksual yang sering dianggap wajar di lingkungan kerja, yang sejatinya adalah bentuk kekerasan yang dilegitimasi.

Momentum untuk Perubahan

Peristiwa pemerkosaan di RS Bandung harus menjadi momentum untuk perubahan. Dunia medis tidak bisa lagi berlindung di balik kalimat “hanya ulah oknum.” Ini saatnya untuk menghadirkan reformasi sistemik. Setiap fasilitas kesehatan, baik negeri maupun swasta, perlu memiliki kebijakan anti-pelecehan seksual yang jelas dan mengikat.

Pelatihan berkala tentang etika, komunikasi aman, dan kesadaran gender harus menjadi bagian wajib dari pelatihan tenaga medis, sejak masa pendidikan hingga praktik profesional. Selain itu, penting untuk menghadirkan sistem pelaporan yang efektif, aman, dan mendukung korban.

Rumah sakit juga perlu melakukan audit rutin untuk mengidentifikasi titik-titik rawan terjadinya kekerasan, serta membentuk unit independen yang mampu menangani laporan kekerasan seksual dengan profesional dan berpihak pada korban.

Kita harus memahami bahwa pemulihan korban tidak cukup hanya dengan menghukum pelaku. Institusi tempat kejadian juga harus bertanggung jawab secara moral dan struktural. Pembungkaman, penyangkalan, atau pembelaan terhadap pelaku dengan alasan menjaga nama baik institusi hanya akan melanggengkan budaya kekerasan.

Kejahatan Kemanusiaan

Nama baik sejati justru lahir dari keberanian untuk mengakui kesalahan, mendengar suara korban, dan membenahi sistem dari akarnya. Di sinilah organisasi profesi seperti IDI, PPNI, maupun AIPKI harus mengambil peran lebih aktif dalam pengawasan etik dan perlindungan terhadap pasien maupun tenaga kesehatan dari segala bentuk kekerasan seksual.

Kekerasan seksual di rumah sakit adalah bentuk kejahatan kemanusiaan yang tidak bisa kita toleransi. Ia bukan sekadar pelanggaran etika, melainkan pengkhianatan terhadap prinsip dasar pelayanan kesehatan: menyembuhkan, melindungi, dan memanusiakan. Saat seorang dokter menyentuh tubuh pasien, seharusnya ia menyentuh dengan kehormatan dan tanggung jawab, bukan dengan niat jahat.

Ketika prinsip ini terkhianati, maka yang rusak bukan hanya relasi antarindividu, tetapi juga pondasi moral seluruh sistem kesehatan. Kasus di RSHS Bandung adalah alarm yang harus membangunkan kita semua. Pertanyaannya: apakah kita akan kembali tertidur setelahnya, ataukah kita akan bergerak bersama menciptakan ruang pemulihan yang benar-benar aman dan manusiawi? []

 

Tags: Kekerasan seksualLayanan MedisPerlindungan KorbanPriguna Anugerah PratamaRumah Sakit Hasan SadikinTenaga Kesehatan
Kamilia Hamidah

Kamilia Hamidah

Bekerja di Ipmafa Pati - Institut Pesantren Mathali'ul Falah

Terkait Posts

Kekerasan Seksual
Publik

Mengapa Kita Tidak Boleh Melupakan Kasus Kekerasan Seksual?

21 Oktober 2025
Korban Kekerasan Seksual
Publik

Membela Korban Kekerasan Seksual Bukan Berarti Membenci Pelaku

14 Oktober 2025
Kekerasan Seksual Di Pesantren Gusdurian
Aktual

GUSDURian Dorong Kemenag dan KPAI Serius Terhadap Penanganan Kasus Kekerasan Seksual di Pesantren

1 September 2025
Makna Kemerdekaan
Publik

Makna Kemerdekaan di Mata Rakyat: Antara Euforia Agustus dan Realitas Pahit

8 September 2025
Perkosaan yang
Hikmah

Perkosaan: Kekerasan Seksual yang Merendahkan Martabat Kemanusiaan

15 Juli 2025
Marital Rape
Keluarga

Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

2 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Hijroatul Maghfiroh Abdullah

    Kiprah Hijroatul Maghfiroh Abdullah dalam Gerakan Lingkungan di Indonesia dan Dunia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Disabilitas di Konferensi Nasional KUPI 2025: Sebuah Refleksi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kita, Perempuan, Membentengi Generasi dari Perundungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memaknai Kebahagiaan Lewat Filosofi Mulur Mungkret Ki Ageng Suryomentaram

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Resolusi Jihad Santri: Dari Angkat Senjata hingga Media Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Refleksi Hari Santri Nasional: Kemerdekaan Santri Belum Utuh Sepenuhnya
  • Memaknai Kebahagiaan Lewat Filosofi Mulur Mungkret Ki Ageng Suryomentaram
  • Kita, Perempuan, Membentengi Generasi dari Perundungan
  • Disabilitas di Konferensi Nasional KUPI 2025: Sebuah Refleksi
  • Kiprah Hijroatul Maghfiroh Abdullah dalam Gerakan Lingkungan di Indonesia dan Dunia

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID