Mubadalah.id – Bagi kebanyakan orang Indonesia, ketika mendatangi resepsi pernikahan tentunya tak lupa mengucapkan sakinah, mawadah, dan warahmah kepada kedua mempelai. Maksud dari mengucapkan ungkapan tersebut adalah untuk mengharapkan agar menjadi keluarga yang diberi ketenangan, cinta kasih, dan senantiasa diberi rahmat oleh Allah.
Namun, seiring waktu berjalan terdapat satu tingkatan yang lebih tinggi dari sebuah keluarga sakinah, yaitu keluarga maslahah. Melalui tulisan ini penulis akan menguraikan ringkasan bagaimana kiat-kiat mewujudkan keluarga maslahah dari buku karya Dr. Jamal Ma’mur Asmani yang berjudul “Keluarga Maslahah: Kiat Membangun Keluarga Sehat, Anak Kuat, Akhirat Selamat.
Apa Itu Keluarga Maslahah?
Secara bahasa maslahah merupakan akar kata dari bahasa arab yaitu salaha, yasluhu, salahan. Artinya sesuatu yang baik, patut, dan bermanfaat.
Jadi, keluarga maslahah adalah keluarga yang memahami dan melaksanakan hal-hal yang membawa kebaikan dan mengetahui serta menjauhi hal-hal yang menolak kerusakan dunia dan akhirat untuk keluarga, lingkungan, masyarakat, bangsa dan umat manusia secara umum.
Berbeda halnya dengan keluarga sakinah, keluarga maslahah memiliki sisi kebermanfaatan yang lebih luas, bukan hanya keluarga lingkungan sekitar, bahkan bangsa dan negara terkena manfaatnya.
Indikator Keluarga Maslahah
Setelah sebelumnya saya jelaskan mengenai pengertian keluarga maslahah, selanjutnya apa indikator sebuah keluarga kita katakan maslahah? Dalam buku ini menjelaskan bahwa kemaslahatan keluarga terbagi menjadi tiga indikator, yaitu: kemaslahatan primer, kemaslahatan sekunder dan kemaslahatan tersier.
Lalu, dari tiga kemaslahatan tersebut kita lihat lagi dari beberapa hal. Seperti kemaslahatan primer yang dapat terlihat dari agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan. Dari agama tertandai dengan doktrin religius terinternalisasi dengan baik, dan jiwa tertandai dengan kesehatan fisik terjaga dengan baik. Lalu akal tertandai dengan pendidikan yang berkualitas, keturunan yang tertandai dengan anak menjadi kader yang berkualitas tinggi.
Selanjutnya. yaitu kemaslahatan sekunder yang dapat kita lihat dari, rumah sesuai standar layak, fasilitas transportasi tersedia, dan mampu bergaul-berinteraksi secara harmonis dengan masyarakat.
Berikutnya, adalah kemaslahatan tersier yang dalam hal ini dapat kita lihat dari tiga hal, yaitu: Pertama, pasangan yang memiliki pengaruh besar di tengah masyarakat.
Kedua, sumber ekonomi memadai sehingga dapat meningkatkan ibadah sosial. Terakhir, yaitu terwujudnya Sakinah (ketenangan), Mawaddah (cinta), dan Rahmah (sayang) dengan ciri-ciri menjadi tim yang solid, terhindar dari konflik, dan berkolaborasi dalam kebaikan dan ketakwaan.
Bagaimana Kiat-kiat Menuju Keluarga Maslahah?
Pertama, melakukan pemilihan pasangan sesuai standar agama
Dalam hadis menyebutkan bahwa pasangan terbaik adalah pasangan yang berdasarkan agama yang terejawantahkan dalam karakter positif (religius, penyabar, penyayang, peduli orang lain, dan perekat persaudaraan). Nabi Muhammad Saw bersabda:
حَدَّثَنَامُسَدَّدُ حَدَّثَنَايَحْيَ عَنْ عُبَيْدِاللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِيْ سَعِيْدُ بْنِ أَبِي سَعِيدِعَنْ أَبِي هُرَيْ رَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِّيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُلِأََبَعِ لِأَرْبَعِ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِيْنِهَا فَاظْ فَرْبِذَاتِ الدِيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ. مُتَّفَقُّ عَلَيهِ
“Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menveritakan kepada kami Yahya dari Ubaidillah ia berkata: telah menceritakan kepadaku Sa’id bin Abud Sa’id dari bapaknya dari Abu Huraitah raddilalhu ‘anhu, dari nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda: “wanita itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, karena nasabnya, karena kevantikannya, dan karena agamanya, maka pilihlah yang punya agama, maka niscaya kedua tanganmu akan dipenuhi dengan debu (beruntung).” (HR. Al-Bukhari-Muslim).
Kedua, saling mempelajari dan memahami karakter pasangan
Di antara kita meskipun pernikahannya sudah berlangsung lama tetapi pasangan belum mengetahui karakter spesifik pasangan. Suami belum mengetahui sepenuhnya apa yang membuat istri bahagia atau marah begitupun juga sebaliknya. Hal ini karena suami istri terjebak pada rutinitas yang tidak ada habisnya, sehingga membuat lupa mempelajari dengan seksama karakter spesifik pasangannya
Oleh sebab itu, baik itu pasangan yang akan menikah, sudah menikah, baik baru atau sudah lama, mari secepatnya mempelajari pasangan secara detail. Apakah itu kelebihannya, kekurangannya, karakteristiknya dan lain-lain.
Hasil dari ini semua akan bermanfaat terhadap proses berlangsungnya rumah tangga, seperti adaptasi, kolaborasi, dan integrasi keluarga dalam jangka panjang. Masing-masing pasangan setelah mengetahui akan melakukan hal-hal yang membuat bahagia dan menjauhi hal-hal yang dapat menimbulkan amarah.
Ketiga, membangun visi ke depan
Visi merupakan cita-cita masa depan dalam jangka panjang. Misalnya, hendak kita bawa ke mana keluarga ini? Visi ini harus kita bangun bersama lalu melakukannya secara bertahap. Proses perjalanan keluarga akan menghasilkan kerangka visi yang kita laksanakan dengan jangka waktu yang panjang.
Harapannya agar keluarga yang terbangun mampu menebarkan kebaikan, kedamaian, kemajuan yang dirasakan seluruh penghuni rumah lalu melebar kepada tetangga, lingkungan, dan masyarakat secara lebih luas.
Kebanyakan keluarga tidak merencanakan untuk membuat visi sehingga keluarga berjalan tanpa target dan terkesan apa adanya. Oleh sebab itu, keluarga ideal adalah keluarga yang mempunyai visi. Cita-cita besar tentunya adalah membangun keluarga yang bahagia lahir dan batin yang harus kita tinjau dengan kemandirian ekonomi, pendidikan anak yang cukup, lingkungan sosial yang kondusif.
Keempat, membangun kolaborasi
Kolaborasi lahir dari sebuah tim yang bergerak dengan baik, berkelanjutan, dan penuh kekuatan. Bekerja secara individu melelahkan dan mudah jatuh dalam kebosanan. Oleh sebab itu, dalam membangun kolaborasi membutuhkan tim yang mempunyai kapabilitas dan integrasi yang baik. Tim berasal dari ikatan emosial seperti kerabat, guru-murid dan sejenisnya.
Pada setiap keluarga masing-masing anggota harus berpartisipasi aktif dan memiliki sifat terbuka. Keluarga menjadi paham akan ke mana arah keluarga ini dari kolaborasi yang selama ini terbangun. Kolaborasi aktif dan sinegritas inilah yang akan mengantarkan kebangkitan sebagai instrumen kebangkitan bangsa di masa depan.
Keluarga sebagai unit terkecil di masyakarat kita harapkan mampu melahirkan bibit bonus demografi unggul pada tahun 2030. Maka dari itu, dari setiap anggota keluarga tentunya tidak ingin menjadi beban demografi bagi negara. Melalui keluarga maslahah, anak dapat lahir dari kedua orang tua yang mampu mendidik putra-putrinya dengan nilai-nilai kehidupan dasar sehingga, anak menjadi kader penerus bangsa yang berkualitas. []