Mubadalah.id – Seseorang tidak dilahirkan ‘sebagai’ perempuan, melainkan ‘menjadi’ perempuan. Menjadi perempuan adalah anugerah yang Allah SWT berikan kepada hamba pilihannya. Menjadi perempuan menurut penulis tidak menjadikan seseorang itu terbatas dalam tingkah laku dan ruang gerak dalam mengembangkan potensi diri. Sebab perempuan adalah permata kehidupan yang setiap lekuk hidupnya, Tuhan menganugrahkan permata yang indah dan menawan.
Terlebih dalam hal pendidikan. Islam sendiri mewajibkan setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan untuk menuntut Ilmu. Sebab baik laki-laki maupun perempuan, sejatinya sama-sama memiliki hak untuk memperoleh pendidikan tinggi, sama-sama berhak untuk mengabdikan dan mengembangkan ilmu yang telah ia peroleh untuk kebaikan umat manusia. Berangkat dari kesadaran inilah, setiap perempuan harus bangga menjadi perempuan.
Jauh melihat ke masa lampau, mari kita mengenang kembali kisah Sayyidah Nafisah, seorang wali perempuan yang begitu masyhur pada zamannya. Di mana yang tidak kita ragukan keilmuan dan kesalehannya. Beliau adalah Sayyidah Nafisah binti Hasan Al-Anwar bin Zaid al-Ablaj bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib dan Siti Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah SAW, lahir di sebuah kota Mekah pada Rabu, 11 Rabi’ul Awal tahun 145 H dan merupakan cicit Nabi Muhammad SAW. Sayyidah Nafisah dikatakan sangat menyerupai bibinya yang bernama Sukainah Al-Kubra binti Zaid bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib.
Hafal Al-Qur’an Sejak Belia
Sayyidah Nafisah tumbuh besar di kota Madinah. Sejak kecil ia lebih senang melakukan ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, bahkan menghabiskan waktunya hanya untuk membaca Al-Qur’an dan menuntut ilmu. Pendidikannya itu didapatkan langsung dari ayahnya. Bersama dengan wanita-wanita salehah lainnya, Sayyidah Nafisah juga nampak sangat berbeda, bahkan sejak umurnya yang amat belia itu ia sudah hafal Al-Qur’an. Selain itu ia juga dikatakan sebagai sumber pengetahuan keislaman (Nafisah al-‘ilm).
Sayyidah Nafisah adalah seorang wanita yang sangat taat, tekun, istiqomah dan selalu ikhlas. Kepadanya juga kita katakan ‘Abidah Zahidah. Sehingga ia mempunyai berbagai karomah sebagai kemuliaan dan penghormatan baginya atas segala amal kebajikan yang senantiasa Allah SWT ridlai. Karomah sendiri adalah suatu kejadian luar biasa yang tidak bisa kita nalar secara logika dan rasio. Di mana manusia tidak mampu untuk menganalisisnya. Karomah ini diberikan kepada orang-orang yang Allah SWT cintai, dan mengikuti jejak Rasulullah SAW serta menjalankan semua perintah-Nya.
Menikah atas Perintah Rasulullah SAW
Syekh Muwaffiquddin menceritakan dalam Kitab Mursyiduz Zuwar, ketika Sayyidah Nafisah hendak dilamar oleh seorang laki-laki. Di umurnya yang masih belia, yaitu 16 tahun. Banyak laki-laki baik dari kalangan ulama maupun bangsawan yang melamarnya. Rasa senang kepada Sayyidah Nafisah tidak lain tidak bukan karena ia adalah wanita yang sangat baik dalam beragama. Namun dari sang ayah, Sayyid Hasan Al-Anwar belum ada respon terkait itu.
Hingga suatu ketika perasaan senang kepada Sayyidah Nafisah juga seorang laki-laki rasakan. Dia bernama Ishaq Al-Mu’taman bin Ja’far Shadiq bin Muhammad Baqir bin Muhammad bin Ali bin Zainal Abidin bin Husain bin Ali Abi Thalib dan Siti Fatimah Az-Zahra binti Rasululaah SAW. Keduanya memiliki garis keturunan yang bersambung kepada Rasulullah Saw.
Meski sempat terjadi penolakan atas lamaran Ishaq terhadap Sayyidah Nafisah, namun pada akhirnya atas restu dan perintah Rasulullah Saw melalui mimpi yang Sayyid Hasan (ayahanda Sayyidah Nafisah) alami, agar menikahkan Sayyidah Nafisah dengan Ishaq yang terpercaya.
Puasa dan Ibadah Malam Selama 40 Tahun
Puasa dan ibadah malam memang biasa para ulama lakukan. Tidak terkecuali oleh beliau Sayyidah Nafisah. Bahkan ia melakukan ibadah malam selama 40 tahun tanpa pernah tidur. Sedangkan pada siang harinya ia laksanakan dengan terus berpuasa.
Mengalirkan Air Sungai Nil saat Paceklik
Suatu ketika di negeri Mesir, di mana sungai Nil yang menjadi sumber kehidupan mengering dan masyarakat sangat mendesak akan kebutuhan air. Maka orang-orang mendatangi Sayyidah Nafisah untuk meminta doa kepadanya. Lalu Sayyidah Nafisah memberikan sebuah kain. Kain itu ia lemparkan ke Sungai Nil, dan mengalirlah sumber air bahkan sangat berlimpah.
Karomah lain, dari kisah Sayyidah Nafisah yaitu, Berkah Doanya Menyelamatkan Orang dari Penguasa Zalim, Air Wudhunya Sembuhkan Penyakit, Menggali kuburnya sendiri.
Dari kisah Sayyidah Nafisah, kita belajar banyak. Bahwa betapa ‘menjadi’ perempuan tidak menjadi halangan untuk memberi kebermanfaatan bagi sesama. Perempuan juga memiliki hak untuk mengembangkan potensi, meningkatkan kecerdasan dan berkiprah dalam bidang profesional. Jadilah seperti Sayyidah Nafisah, yang pemberani dan cerdas. []