Mubadalah.id – Lingkar Filologi Ciputat mengadakan kegiatan bertajuk, “Bersahabat dengan Literasi, Modal Aktualisasi Diri.” Kegiatan yang terlaksana pada Minggu, 18 Juni 2023 ini dimoderatori oleh salah seorang ilmuwan filologi yang berasal dari ranah Minang, Zikra Fadilla.
Di mana acara ini berlangsung selam dua jam dengan rangkaian acara yang memanjakan hausnya pengetahuan para peserta. Kegiatan ini pula yang mengantarkan saya menuliskan tentang konsistensi adalah kunci keberhasilan literasi, terutama bagi generasi milenial.
Sebagai pengantar, Zikra menjelaskan bahwasanya manuskrip merupakan hasil goresan tangan orang terdahulu yang menjadi sumber informasi dan sejarah bagi orang di masa kini atau masa mendatang. Bagaimana hal kuno bisa menjadi asik di era modern saat ini. Selain itu juga berguna menjadi sumber informasi dalam menggali aktualisasi diri merupakan pertanyaan yang telah menjadi pembahasan para narasumber.
Narasumber pertama, ada Prof. Oman Fathurrahman (Kan Oman), salah seorang filolog Indonesia dan founder Ngariksa. Sebagaimana yang telah kita ketahui, Ngariksa adalah salah satu nama kajian filologi yang diampu oleh Kang Oman dalam kanal Youtube dan media sosial miliknya yang ia rintis sejak Ramadan 4 tahun lalu bersama para mahasiswanya yang overload di kelas. Kang Oman menggambarkan bagaimana sejak tahun 70-an, mulai timbul kelompok-kelompok studi mahasiswa, yang semakin ke sini semakin hilang.
Konsistensi Lebih Baik dari Seribu Karamah
Adapun Ciputat sebagai tempat berkumpulnya mahasiswa lintas mazhab merupakan salah satu tempat berdirinya komunitas-komunitas diskusi mahasiswa dengan multi keilmuan. Diskusi yang terinisiasi oleh para mahasiswa. Karena memiliki komunitas dan ekosistem, ia akan tetap hidup dan memiliki perjuangan keilmuannya tersendiri.
Kang Oman memberi pesan pada para hadirin untuk menjaga ekosistem komunitas yang mereka dirikan. Alasannya, sebab al-istiqamah khair min alf karamah, sebuah hal yang kita konsistensikan itu lebih baik daripada seribu karamah.
Narasumber selanjutnya adalah Kang Adit, filolog muda Indonesia (ahli naskah sunda kuno) yang telah melalang buana ke berbagai negeri di atas bumi ini untuk menyampaikan dan meneliti manuskrip-manuskrip kuno secara akademik. Ia merupakan pustakawan di Perpusnas RI lulusan doctoral di Ecole Pratique deh Hautes Etudes (EPHE, PSL) Paris, Prancis. Mengawali prakatanya, Kang Adit menceritakan kegemarannya pada bahasa dan sastra sejak belia.
Kang Adit mem-flashback kisahnya yang ia lakukan sesuai passion-nya. Di mana ia seriusi dalam tulisan dan kegiatan akademik, serta keseharian bersama rekan-rekannya. Kecintaan pada bahasa dan sastra membawanya pada naskah-naskah kuno Melayu yang menarik perhatian
Lalu, membawanya untuk terjun aktif kerja di Perpusnas RI, khususnya pada naskah-naskah kuno. Para ahli di musemum nasional membuatnya tertegun dan tertarik, sehingga ia mewajibkan diri untuk mempelajari naskah sebagai bagian dari beban kerja yang harus ia kuasai.
Literasi dan Kebiasaan Membaca
Sebuah artikel yang ia tulis untuk sebuah simposium diapresiasi sangat baik oleh para ahli. Kang Adit dihubungi untuk mengalihbahasakan artikelnya tersebut ke bahasa asing. Kemudian artikel ini ia kirim ke berbagai perguruan tinggi di Prancis serta mendapat respon baik berupa penerimaan dia untuk belajar di kampus-kampus tersebut.
Bagi Kang Adit, literasi adalah nama lain dari kebiasaan membaca, dan kebiasaan ini harus benar-benar kita biasakan. Apapun perihal fenomena budaya, jika kita memiliki kesadaran filologi, kita akan sampai pada pemahaman mendalam dan terperinci tentang hal-hal detail yang terdapat di dalamnya.
Selanjutnya pembicara terakhir, Ustadz Ahong, founder Bincang Syariah yang juga filolog manuskrip Arab Hadramian mengisahkan perjalanan hidup yang bermula dari literasi. Pada saat lulus dari strata satu, ia membuat komunitas pengkaji hadis bersama para alumni Darus Sunnah yang lain. Komunitas ini ia jalankan secara bersama sehingga berkembang menjadi sebuah media yang terkenal pada saat ini.
Konten kontra narasi digital yang berasal dari tulisan di website komunitas kemudian dilirik oleh Prof. Jamhari Makruf untuk ia kembangkan dengan pendanaan yang serius. Pada akhirnya, anggota komunitas mau tidak mau harus melek literasi digital guna mengikuti trend keislaman.
Yakni sesuai kebutuhan pasar pembaca. Sebagai media keislaman, butuh keahlian digital dalam mengikuti trend media sosial untuk mengimbangi narasi-narasi keislaman yang proposional di masyarakat.
Konsistensi Adalah Kunci
Menurut Ustadz Ahong, bagi komunitas filologi, yang belum tampak adalah kerja-kerja pembuatan konten monolog dan sejenisnya mengenai studi keislaman yang sesuai terhadap isu terkini. Yakni dengan menghadirkan serta meng-compare sejarah masa lalu. Sebagaimana orang-orang Persia, juga Romawi. Hal itu sebagai data penguat untuk mengkonter isu-isu keislaman yang rancu dan memerlukan verifikasi ulang.
Seperti contoh dalam memaparkan kontoversi isu pernikahan anak antara Kanjeng Nabi Muhamamd SAW dan Siti Aisyah yang masih harus kita tafsirkan ulang. Selain itu kita pahamkan kepada kepada khalayak umum sebagai bagian menyampaikan ajaran Islam yang rahmah llal- aalamiin.
Baik secara personal maupun komunitas, para narasumber menegaskan, bahwasanya hal yang perlu kita perhatikan dalam sebuah perjalanan hidup adalah tentang istiqamah. Atau pembiasaan, dan konsistensi, agar hal tersebut dapat menjadi bagian dari jati diri yang tidak bisa kita pisahkan begitu saja. Terutama ketika menjalani hidup yang kita pilih.
Konsistensi adalah kunci, itupun akan menemukan masa bahagianya yang berbentuk keahlian pada passion yang kita gemari. Maka, dengan demikian kita semua akan menjadi ahli di berbagai bidang yang berbeda. Sehingga, untuk memulai membiasakan suatu hal, yang tidak boleh kita tinggalkan adalah proses membaca. Karena segala sesuatu itu kita mulai dari hasil membaca. Sebagaimana bunyi wahyu pertama, Iqra’! []