Mubadalah.id – Seringkali saya bertanya-tanya, emang perkara jodoh ada kaitannya dengan ibadah ya? Pasalnya saya sering mendapatkan omongan seperti ini, “Lah kamu aja sholatnya gak tepat waktu koq minta jodoh tepat waktu”, “Hee ayo tahajudan ben ndang dapat jodoh”, “Puasa senin-kamis, shalat dluha sama baca Al- Waqiah sana loh biar jodohnya disegerakan”,….. . Itulah beberapa kalimat yang kerap kali saya dapatkan dari teman-teman terdekat saya sendiri apalagi di usia saya yang sudah menuju seperempat abad, kalimat-kalimat tersebut semakin sering saya dengarkan bahkan setiap hari.
Sayangnya kalimat-kalimat tersebut tidak membuat saya jadi semangat dan termotivasi untuk segera mendapatkan jodoh tapi malah membuat saya jadi agak senewen. Lah bagaimana tidak senewen, jodoh kan sudah ada yang ngatur sudah ada jatahnya dari Tuhan bahkan sudah tertulis di lauhul mahfudz sebelum kita dilahirkan, lah koq jodoh dikorelasikan sama ibadah yang definisi dari ibadah sendiri adalah menghamba kepada Tuhan, yakni kewajiban kita kepada sang Khaliq.
Melaksanakan shalat tepat waktu dengan niatan agar jodohnya didatangkan tepat waktu bukankah sama dengan melaksanakan shalat dengan niatan agar mendapatkan surga? Lantas bagaimana kalau surga itu tidak ada? Lantas bagaimana kalau jodoh itu tidak ada? Akankah kita tidak melaksanakan sholat? Akankah kita tidak melaksanakan ibadah?
Saya pernah mendengar salah satu ceramah Gus Baha. Beliau dawuh demikian,
Ibadah itu ada tiga. Pertama, ‘ibaadah at-Tujjar, beribadah dengan bertransaksi seperti pedagang, mengharapkan imbalan, dan memperhitungkan untung ruginya. Yang kedua ada ‘ibaadah al-‘Aabid, beribadah karena rasa takut dan nurut sebagai hamba. Dan yang ketiga, yang paling baik adalah ‘ibaadah al-Akhyar”, yaitu beribadah sesuai dengan fakta (al – Haq).
Analogi sederhananya beliau seperti ini, kita dari kecil sampai sekarang bahkan sampai nanti kita mati akan mengatakan bahwa kertas itu warnanya putih dan itu tidak ada yang gaji. Kita bilang bahwa kertas itu warnanya putih tidak ada yang bayar. Pun ketika kita bilang bahwa kertas itu warnanya putih tidak ada yang mengancam. Artinya, sudah sejak lama kita mengatakan hal-hal yang berupa fakta, hal-hal yang berupa kenyataan tanpa memikirkan imbalan, tanpa memikirkan akibat.
Begitupun juga dengan konsep Tuhan. Merupakan sebuah kenyataan bahwa Allah SWT adalah Tuhan. Lalu kenapa untuk kita Tuhankan, kita menunggu dikasih surga. Gus Baha juga menukilkan sebuah hadis qudsi yang penjelasannya sebagaimana berikut;
“Allah itu heran terhadap orang yang beribadah karena ingin surga atau karena takut neraka. Andaikan Allah tidak menciptakan surga dan neraka. Apakah Allah bukan Tuhan? Kan Allah tetap Tuhan meskipun tidak ada surga dan neraka.”
Lalu bagaimana dengan beribadah dengan niatan agar jodoh disegerakan? Bisa jadi Allah juga menjawabnya seperti ini;
“Saya itu heran sama jomblo-jomblo yang menyembah saya karena ingin disegerakan jodohnya atau karena takut nggak laku. Andaikan saya tidak memberinya jodoh atau tidak menyegerakannya. Apakah saya ini bukan Tuhan? Kan saya tetap Tuhan meskipun tidak menyegerakan jodohnya”.
Mungkin juga Allah menambahi jawabannya,
“Ealah Nduk, Leh. Ibadahmu terlalu sakral untuk dijadikan kambing hitam karena jodoh yang nggak datang-datang. Jodoh itu sudah pasti. Jodoh itu sudah ada yang ngatur, yang santuy.”
Mungkin benar juga apa yang dikatakan oleh salah seorang teman, “Tuhan itu bukan figuran, tetapi kenapa surga dijadikan tujuan”. Toh sama juga kan bahwa Tuhan itu bukan figuran tapi kenapa jodoh dijadikan tujuan.
Tuhan Maha Berkehendak atas segala hal. Kita diperbolehkan untuk berdoa, meminta apa yang kita inginkan dan apa yang kita butuhkan. Tetapi Tuhan mempunyai kehendaknya dan kita tidak mempunyai hak untuk mengontrol kehendak Tuhan itu sendiri. Belum disegerakan jodohnya bukan berarti kita tidak laku. Bisa jadi karena Tuhan tahu bahwa ada “PR” hidup kita yang belum selesai. Jadi kita harus belajar dan belajar lagi.
Berdoa agar disegerekan jodohnya boleh-boleh saja, tetapi melaksanakan ibadah baik fardlu maupun sunnah tetaplah harus lillahi ta’ala. []