• Login
  • Register
Minggu, 26 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Transformasi Ego dari Karakter Selfish ke Altruis

Transformasi dari karakter selfish ke karakter altruis adalah pekerjaan yang harus dilakukan oleh semua manusia untuk membangun masyarakat, di mana masing-masing individu bekerja sama dengan murah hati, dan tak mementingkan diri sendiri, sehingga tercapailah kemaslahatan bersama.

Rizki Eka Kurniawan Rizki Eka Kurniawan
10/09/2021
in Hikmah
0
Ego

Ego

170
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Berbicara tentang Ego, berarti berbicara tentang tanggung jawab. Sebab Ego adalah satu aspek yang paling kuat pengaruhnya dalam membentuk perilaku manusia. Ego mempengaruhi manusia untuk memilih, menentukan, memutuskan dan menghendaki sesuatu atas dirinya sendiri. Dan, pada setiap perilaku manusia yang ditujukan kepada dunia di luar dirinya selalu disertai dengan konsekuensi dan resiko-resiko yang mengharuskan manusia untuk selalu bertanggung jawab atas perilakunya sendiri.

Kita bisa menyepakati bersama bahwa semua orang mengemban beban tanggung jawab dalam hidupnya, sebagaimana firman Allah dalam Q.S. al-Ahzab: “Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikul amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dzolim dan bodoh.”

Namun meskipun begitu, tidak semua orang mampu menjalankannya tanggung jawab dengan baik. Beberapa orang malah terkadang menolak tanggung jawab yang seharusnya sudah menjadi kewajibannya, tak jarang pula orang-orang hanya mau memikul tanggung jawab sesuai dengan kepentingannya sendiri.

Sebagai contoh kecil saja, alasan seseorang mau bekerja dan memikul tanggung jawab dalam pekerjaannya adalah karena mereka membutuhkan pekerjaan tersebut untuk membiayai hidupnya. Sebab mereka membutuhkan uang untuk bisa bertahan hidup. Mereka membutuhkan uang untuk bisa memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan dan bahkan memuaskan hasrat pribadinya untuk bersenang-senang.

Jadi, apa yang dilakukannya dalam pekerjaan dan kerelaannya dalam memikul tanggung jawab sebenarnya ditunjukan karena hal tersebut menyangkut kepentingannya sendiri dalam hidup. Kesannya selalu ada motif terselubung bagi manusia untuk mau mengemban tanggung jawab, motif yang mengarah pada kepentingannya sendiri, entah itu untuk bertahan hidup atau untuk bersenang-senang dan memperoleh kebahagiaan yang lebih.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Keragaman Alam Semesta Adalah Kehendak Tuhan untuk Manusia
  • Ngaji Rumi: Patah Hati Dengan Dunia, Puasa Sebagai Obatnya
  • Mati Mencari Nafkah untuk Keluarga, Lebih Baik daripada Mati Berjihad
  • Pada Masa Pra-Islam, Perempuan Menjadi Manusia Paling Lemah dan Tidak Dihargai

Baca Juga:

Keragaman Alam Semesta Adalah Kehendak Tuhan untuk Manusia

Ngaji Rumi: Patah Hati Dengan Dunia, Puasa Sebagai Obatnya

Mati Mencari Nafkah untuk Keluarga, Lebih Baik daripada Mati Berjihad

Pada Masa Pra-Islam, Perempuan Menjadi Manusia Paling Lemah dan Tidak Dihargai

Hal semacam ini juga dijelaskan oleh Maulana Rumi dalam Fihi Ma Fihi melalui kisah Al-Zamakhsyari, seorang pengarang tafsir al-kasysyaf yang menulis kitab untuk menginterpretasi al-Qur’an dan merealisasikan tujuan Tuhan untuk mengagungkan agama Islam.

Namun di lain sisi usaha Al-Zamakhsyari dalam menulis kitab juga didasari atas keinginannya untuk menunjukan keutamaan dirinya. Lebih tegas lagi Maulana Rumi mengatakan, “Ada banyak manusia yang melakukan tugas mereka tetapi justru tujuan mereka berbeda dengan maksud Tuhan… banyak tafsir yang ditulis untuk menginterpretasi al-Qur’an, tapi tujuan para pengarangnya adalah untuk menunjukan kelebihan mereka.”

Motif Terselubung dalam Setiap Perilaku Manusia

Selalu ada motif terselubung dalam setiap perilaku manusia yang sesuai dengan kepentingannya sendiri. Motif yang mendasari perilaku dan keputusan-keputusan seseorang dalam hidup. Definisi dari motif sendiri agaknya hampir sama dengan alasan—sama-sama merupakan suatu hal yang memotivasi manusia untuk melakukan sesuatu demi tercapainya sebuah tujuan.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Viktor Frankl dalam Logoterapi-nya, bahwa semua manusia membutuhkan makna hidup untuk bisa memperoleh kebahagiaan. Makna hidup yang dimaksud oleh Viktor Frankl adalah bahwa manusia membutuhkan alasan untuk apa dirinya menjalani kehidupan, dalam arti manusia butuh sesuatu yang bisa mereka cintai, lindungi dan perjuangkan.

Secara singkat, bisa kita pahami bahwa manusia hidup demi sesuatu, dan sesuatu tersebut dibutuhkan manusia untuk memperoleh makna dalam dalam hidupnya. Sesuatu itu merupakan sebuah objek yang pada akhirnya menjadi motif atau alasan terselubung dari setiap perilaku dan keputusan-keputusan manusia dalam hidup.

Kita bisa mengambil kesimpulan bahwa motif merupakan alasan itu sendiri, karena cara kerja motif hampir sama seperti halnya alasan, yaitu mendorong manusia untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ingin dipenuhi. Dari kesimpulan ini kita mengetahui bahwa perilaku manusia itu inheren dengan kepentingannya sendiri, atau bisa kita katakan bahwa perilaku manusia berkaitan dengan Ego.

Munculnya Karakter Selfish

Secara biologis, kehidupan sangat sarat akan persaingan, untuk bisa bertahan hidup kita harus bersifat agresif dan kompetitif terhadap makhluk hidup lain. Sebagaimana yang dikatakan Alfred Adler dalam Psikologi Individual-nya bahwa untuk bisa bertahan hidup manusia harus bersikap agresif.

Hal ini juga yang menjadikan para ilmuwan mempercayai akan adanya hukum seleksi alam; “yang kuat, yang akan bertahan”. Sifat agresif dan kompetitif ini memang menyelamatkan manusia dari ancaman kematian dan mampu membawanya mencapai tujuan pribadinya. Namun, dominasi sifat agresif dan kompetitif memunculkan masalah baru dengan terciptanya manusia dengan karakter selfish, manusia yang hanya mementingkan dirinya sendiri dan tidak mengenal belas kasihan.

Manusia dengan karakter selfish, tak akan peduli dengan keadaan di sekelilingnya. Ia hanya peduli pada dirinya sendiri, dan tak memiliki rasa belas kasih. Jika mayoritas manusia mempunyai karakter selfish, maka persaingan akan semakin ketat dan mencekam. Manusia akan saling memangsa dan menikam sesamanya, nilai-nilai kemanusiaan akan hilang, manusia tak akan lagi memiliki rasa tanggung jawab dan pada akhirnya semuanya akan berujung pada kehancuran spesiesnya sendiri.

Transformasi Ego dari Selfish ke Altruis

Untuk menghindari terjadinya kemungkinan buruk tersebut, manusia harus bisa mengupgrade Ego dalam dirinya, yang dulunya hanya mementingkan dirinya sendiri (selfish) menjadi lebih mementingkan orang lain (altruis). Transformasi dari karakter selfish ke karakter altruis adalah pekerjaan yang harus dilakukan oleh semua manusia untuk membangun masyarakat di mana masing-masing individu bekerja sama dengan murah hati dan tak mementingkan diri sendiri sehingga tercapailah kemaslahatan bersama.

Transformasi tersebut bisa kita mulai dengan cara menyadari akan motif-motif selfish yang terselubung dalam diri kita untuk mencegah munculnya perlakukan desruktif terhadap orang lain yang kerap kali tidak kita sadari di alam bawah sadar. Melalui metode-metode penyucian hati sebagaimana yang dilakukan oleh para sufi seperti al-Ghazali yang mendeklarasikan dirinya untuk memerangi dua belas musuh yang tak terlihat, di antaranya adalah egoism, arogan, angkuh, selfishness, tamak, malas, intoleransi, marah, bohong, curang, ghibah, dan pemfitnahan untuk bisa mentransformasi diri dari karakter selfish ke karakter altruis hingga menemukan kebahagiaan yang sejati.

Sifat-sifat agresif dan kompetitif harus kita pergunakan untuk mencapai kemaslahatan bersama bukan untuk menaklukkan sesama, persaingan harus kita ubah menjadi perlombaan untuk berbuat kebaikan bukan untuk memperoleh kekuasaan dan tanggung jawab harus selalu kita pegang untuk kepentingan bersama bukan untuk mencapai kepentingannya sendiri. []

Tags: EgoHikmahKajian PsikologikehidupankemanusiaanKesehatan MentalmanusiaSelf Love
Rizki Eka Kurniawan

Rizki Eka Kurniawan

Lahir di Tegal. Seorang Pembelajar Psikoanalisis dan Filsafat Islam

Terkait Posts

Konstitusi

Kebebasan Dalam Konstitusi NKRI

25 Maret 2023
Nabi Muhammad Saw

Nabi Muhammad Saw Berpesan Jika Berdakwah Sampaikan Dengan Tutur Kata Lembut

25 Maret 2023
agama

Jangan Pernah Menyalahkan Agama Seseorang yang Berbeda

25 Maret 2023
keragaman

Keragaman Alam Semesta Adalah Kehendak Tuhan untuk Manusia

24 Maret 2023
Hikmah Ramadan

Hikmah Ramadan, dan Momentum Berlomba dalam Kebaikan

24 Maret 2023
Toleransi

5 Dasar Toleransi Menurut Wahbah Az-Zuhaili

24 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Puasa dan Intoleransi

    Puasa dan Intoleransi: Betapa Kita Telah Zalim Pada Sesama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jangan Pernah Menyalahkan Agama Seseorang yang Berbeda

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nabi Muhammad Saw Berpesan Jika Berdakwah Sampaikan Dengan Tutur Kata Lembut

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Zakat bagi Perempuan Korban Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kebebasan Dalam Konstitusi NKRI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ramadan Tiba, Kesehatan Gigi dan Mulut Harus Tetap Terjaga
  • Kisah Abu Nawas dan Penutupan Patung Bunda Maria
  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Nabi Saw Melarang Umatnya Merendahkan Perempuan
  • 3 Tips Jika Target Ibadah Ramadan Berhenti di Tengah Jalan
  • Kebebasan Dalam Konstitusi NKRI

Komentar Terbaru

  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Kemandirian Perempuan Banten di Makkah pada Abad ke-20 M - kabarwarga.com pada Kemandirian Ekonomi Istri Bukan Melemahkan Peran Suami
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist