Sebuah workshop sedang berlangsung selama tiga hari, 23-25 Juni 2019, di Kuala Lumpur Malaysia untuk merumuskan Prinsip-prinsip Etis dalam Hukum Perkawinan Islam.
Workshop ini diselenggarakan oleh Musawah, sebuah organisasi Muslim Internasional, yang memiliki perhatian pada keadilan relasi dalam hukum keluarga muslim.
“Syariah adalah soal standar nilai yang menjadi dasar hukum Islam, bukan sistem hukum, fiqh lah sistem hukum itu”, kata Mohsen Kadivar, Profesor Studi Islam di Duke University, pada hari kedua, dalam sesi Prinsip-prinsip Etis dalam Fiqh.
“Fiqh kita tentang hukum keluarga saat ini harus dirumuskan ulang agar sesuai dengan prinsip-prinsip nilai dalam syariah, seperti keadilan relasi, kerjasama antar pihak, etis, logis, dan memberi solusi, bukan berkompetisi dengan hukum hukum lain”, tegasnya.
“Ijtihad kita tentang pernikahan bisa dibagi empat bidang:, memasuki pernikahan, mengarunginya, keluar atau berhenti darinya, dan beyond pernikahan”.
“Salah satu yang perlu ditegaskan pada fiqh kita saat ini, sebagai sistem hukum Islam pernikahan, bahwa mahar itu bukan rukun, wajib, atau syarat dalam pernikahan”.
“Secara prinsip syariah, mahar bukan harga perempuan untuk “halal” berhubungan seks dengan laki-laki. Tetapi hadiah yang diberikan laki-laki secara sukarela. Ia baik, direkomendasikan, atau sunnah saja”.
“Secara syariah, pernikahan bukanlah pertukaran antara seks yang diberikan perempuan dengan uang atau mahar yang diberikan laki-laki”.
“Pernikahan adalah ikatan dua pihak yang setara, laki-laki dan perempuan, untuk hidup bersama secara egaliter dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan alamj sebagai manusia”.