Mubadalah.id – Tepuk tangan bergemuruh dari ruangan aula Bahtiar Effendi FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Senin 20 November 2023. Moderator acara talkshow yang bertajuk Maklumat Politik Ulama Perempuan: Pemilu Bersih dan Bermartabat untuk Peradaban Berkeadilan, Dr. Iklilah Muzzayanah Dini Fajriyah, M.Si memungkasi diskusi dengan satu kalimat, jangan golput!
Sikap tegas, dan statement bernas yang disampaikan oleh Jaringan Ulama Perempuan Indonesia dalam kegiatan Maklumat Politik tersebut juga dikuatkan melalui pernyataan Ketua Majelis Musyawarah KUPI Ibu Nyai Badriyah Fayumi dalam sambutan yang ia sampaikan langsung di atas podium.
“Menjelang Pemilu 2024, kita dihadapkan pada realitas terkoyaknya rasa keadilan masyarakat akibat hukum dan aparatur negara yang dijadikan alat pelanggengan kekuasaan.” tegasnya
Ibu Nyai Badriyah mengatakan bahwa sikap Jaringan Ulama Perempuan ini penting, karena melihat KUPI sebagai ruang perjumpaan dan gerakan intelektual, sosial, kultural dan spiritual para ulama perempuan, yang berkhidmah di perguruan tinggi, pesantren, majelis taklim, Ormas, komunitas termasuk LSM, dan kalangan orang muda.
Maka sebagai gerakan bervisi keislaman, kebangsaan, kemanusiaan dan kesemestaan, tentu saja KUPI merasa terpanggil untuk menyuarakan pandangan ulama dan aspirasi perempuan. Harapannya agar cita-cita peradaban berkeadilan dapat dikawal melalui Pemilu yang bersih, jujur, adil, dan bermartabat.
Peran Ormas Mewujudkan Politik Bermartabat
Sementara itu dalam sesi talkshow Maklumat Politik Ulama Perempuan, hadir sebagai pembicara antara lain Kepala PSGA UIN Jakarta Dr. Hj. Wiwi Siti Sajaroh, M. Ag, Dekan FISIP UIN Jakarta, Prof. Dr. Dzuriyatun Toyibah, MSi., M.A, Dekan FDIKOM UIN Jakarta Dr. Gun Gun Heryanto, MS.i, Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Nyai Hj Alissa Wahid, MSi, Psikolog..D, dan Komisioner Komnas Perempuan Prof. Alimatul Qibtiyah, S.Ag, MSi, MA, Ph.D
Dalam kesempatan ini, Prof. Alimatul menyampaikan tentang peran ormas untuk mewujudkan politik bermartabat. Adapun lima peran tersebut antara lain:
Pertama, mengawal pesta demokrasi 2024 yang bermartabat, aman, damai dan tetap terjaga persatuan nasional dan konstitusional. Mendorong negara berfungsi sebagaimana mestinya melalui KPU, Bawaslu juga pejabat dan aparatur negara agar jadi wasit yang adil, profesional, dan penuh integritas.
Kedua, menyiapkan kader-kader yang berkontestasi termasuk capres-cawapres beserta tim dan seluruh pendukungnya agar berkontestasi secara demokratis penuh integritas, lapang hati, serta siap menang dan kalah secara sportif. Bukan pemimpin ala ikan lele yang semakin menikmati saat air keruh, tetapi seperti burung elang yang tajam penuh visi.
Ketiga, menyiapkan ummatnya dan juga seluruh warga negara menjadi pemilih yang bersikap cerdas, rasional, dewasa, bermartabat, dan berkeadaban mulia dalam berpartisipasi maupun menghadapi perbedaan politik. Buktikan bahwa warga negara Indonesia berbeda dari yang lain. Yakni berpolitik cerdas adiluhung.
Keempat, mengawal kebijakan, program dan juga kegiatan yang menjamin pemenuhan hak pada kelompok rentan. Baik visi misi kampanye maupun dalam implementasinya.
Kelima, mengawal kepemimpinan perempuan, sebagaimana Allah mengakui Ratu Balqis yang “Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghafur.”
Dimensi Perubahan
Dalam kesempatan talkshow tersebut, ada banyak juga catatan yang disampaikan oleh Alissa Wahid. Di antaranya adalah tentang empat dimensi perubahan, pertama harus terjadi perubahan kebijakan yang mendukung hal yang kita cita-citakan.
Kedua, perilaku masyarakat harus sesuai juga dengan apa yang kita cita-citakan. Sehingga jika kita mengharapkan peradaban yang berkeadilan, dan kebijakan publik yang sesuai, maka perilaku masyarakatnya juga harus sesuai.
Ketiga, paling penting, di sini peran KUPI dan teman-teman semua adalah kekuatan masyarakat sipil. Kenapa? Karena yang bisa melakukan advokasi kebijakan publik adalah masyarakat sipil, sebagaimana yang sedang kita lakukan hari ini kepada anak-anak muda, yakni edukasi tentang Pemilu, termasuk didalamnya civitas akademika.
Jadi ada perubahan kebijakan publik, kedua perubahan perilaku masyarakat, dan ketiga masyarakat sipil harus kuat. Khusus bagi Indonesia, Alissa menambahkan ada satu dimensi perubahan lagi, yakni keyakinan beragama, karena orang Indonesia terkenal religius sehingga pendekatan agama juga menjadi sangat penting.
Empat dimensi ini, menurut Alissa Wahid harus menjadi hal-hal yang kita pastikan terjadi. Jika sudah demikian apa yang bisa kita dorong, atau kita minta pada para pemimpin terpilih?
Perspektif Adil Gender
Pertama, para pemimpin, atau para pembuat legislasi nanti, kita harus menuntut mereka memastikan keadilan seutuhnya. Meminjam bahasa Ibu Nyai Nur Rofiah, keadilan hakiki menjadi cara pandang utama. Setiap kebijakan dibuat betul-betul dengan pandangan keadilan hakiki. Bukan hanya formalitas atau prosedural saja. Tetapi memang tujuannya betul-betul untuk mewujudkan rakyat adil, makmur sentosa.
Kedua, untuk bisa mewujudkan keadilan seutuhnya itu maka para pemimpin bangsa kita harus memiliki keberpihakan terhadap mereka yang dilemahkan dan terpinggirkan. Itu penting sekali. Karena kalau kita selalu berpikir kebutuhan mainstream, maka yang tertinggal itu adalah orang-orang yang mustadh’afin. Mereka yang dilemahkan oleh sistem.
Mereka itu adalah kelompok disabilitas, kelompok-kelompok adat yang jauh dari keramaian urban, dan tentu saja termasuk perempuan yang menempati 50 persen atau setengah dari jumlah penduduk di Indonesia. Meski secara prosedural pintunya sudah dibuka, tapi secara faktual masih banyak hal yang membuat perempuan itu belum punya agensi yang cukup, dan bisa menjadi counter part yang adil bagi laki-laki.
Kita masih mengakui misalmya di dunia bisnis masih ada glass ceiling yang sangat besar. Untuk pekerjaan yang sama dengan gaji yang berbeda. Contohnya, untuk gaji CEO perempuan lebih rendah dibandingkan untuk CEO laki-laki.
“Seperti di Perusahaan di mana saya menjadi komisaris itu, sales banyak sekali dari perempuan, tapi sales manajer berasal dari laki-laki semua. Nah ini adalah situasi faktual kita. Maka kemudian penting sekali para pemimpin kita berpikir untuk benar-benar adil. Adil tidak sama dengan seragam, penyeragaman atau sama.” Paparnya.
Ketiga, memastikan setiap agenda Pembangunan membawa perspektif adil gender. Sebagaimana Inpres yang merupakan instrument presiden untuk respon cepat pada masa pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Saat itu Gus Dur pernah mengeluarkan Inpres No. 9 tahun 2000 untuk memastikan perspektif adil gender masuk dalam poros pembangunan.
Apapun program kebijakannya, Mbak Alissa menegaskan bagi pemimpin terpilih harus menggunakan perspektif adil gender. “Kita harus pastikan berlaku dengan sungguh-sungguh, tidak hanya kebijakan di atas kertas. Para pemimpin terpilih harus menggunakan pengalaman perempuan sebagai cara pandang.” Terang putri pertama Gus Dur ini.
Program Prioritas Perempuan
Selain itu, Alissa Wahid juga menyampaikan tentang agenda prioritas perempuan. Antara lain:
Satu, Pendidikan dan akses bagi perempuan. Akses Pendidikan berkualitas bagi perempuan belum merata terutama di kota-kota yang lebih kecil atau desa. Dua, kesehatan perempuan dan anak perempuan. Karena yang perlu perawatan kesehatan secara khusus adalah perempuan, dengan sekian pengalaman biologisnya.
Tiga, praktik yang membahayakan perempuan. Akhir-akhir ini banyak sekali kasus kekerasan seksual, dan kekerasan domestik yang intensitasnya semakin mengerikan. Jumlahnya juga semakin banyak. Seperti perkawinan anak, pernikahan yang tidak tercatatkan, pemaksaan perkawinan, atau pemaksaan penerimaan terhadap perkawinan oleh suaminya. Ini adalah praktik yang membahayakan perempuan, dan anak perempuan
Empat, akses terhadap pengembangan potensi perempuan, akses terhadap dunia kerja, dan akses terhadap peningkatan keterampilan perempuan. Memastikan dunia kerja yang berkeadilan, dan lebih ramah terhadap pengalaman perempuan.
Lima, program kepemimpinan perempuan untuk membibit secara sengaja, membuka ruang-ruang politik bagi perempuan. Yakni untuk membangun ekosistem yang akan melahirkan pemimpin perempuan.
Pemilu 2024: Perempuan Pilih Perempuan
Sementara itu soal keterwakilan perempuan terutama menanggapi Pemilu 2024, Mbak Alissa mengatakan kita harus mengakui jika hari ini kualitas caleg perempuan dianggap menjadi satu titik lemah. Ia menambahkan bahwa ketika mencoblos calon pastikan untuk memilih caleg perempuan. Karena menurutnya daftar calegnya saja sudah kurang perempuan, sehingga nanti kalau yang ada sekarang tidak masuk ke parlemen, suara perempuan akan semakin sedikit.
Kalau kualitasnya kurang bagaimana? Mbak Alissa menegaskan ia akan menyelesaikan PR ini jika sudah masuk ke dalam parlemen (terpilih). Ia berkomitmen akan membuat program khusus pembekalan bagi para anggota legislatif perempuan di parlemen. “Pilihlah caleg perempuan. Partainya terserah tapi harus perempuan, agar perempuan punya suara di parlemen.” Tegasnya.
Selanjutnya, pesan Mbak Alissa agar kita memastikan setiap perempuan pemilih menggunakan hak suaranya. Karena menilik pengalaman yang sudah-sudah kalau di desa-desa, Mbah-mbah putri itu biasanya malas untuk terlibat dalam Pemilu.
Menilik pengalaman tersebut, Mbak Alissa menegaskan agar kita bisa mengajaknya, karena perempuan membutuhkan suara perempuan. “Kita pastikan mbah-mbah putri terfasilitasi bisa pergi ke TPS.” Ujar mbak Alissa mengakhiri pesannya untuk Pemilu 2024 nanti. []