Mubadalah.id – Tauhid atau hanya menuhankan Allah Swt tidak hanya terkait hubungan manusia dan Allah Swt. Tauhid adalah pemosisian diri di hadapan Allah Swt sekaligus di hadapan makhluk-Nya.
Dalam kalimat syahadat tentang ketuhanan Allah Swt. terkandung ketidaktuhanan selain-Nya. Bagian akhir ini justru yang menjadi kekuatan perubahan sosial revolusioner dalam sejarah para Rasul. Kalau saja menuhankan Allah Swt disertai dengan bolehnya menuhankan selain-Nya, tentu tidak ada perubahan sosial yang berarti.
Di sini kita mesti hati-hati, sebab keimanan kita justru tidak hanya terletak pada menuhankan Allah Swt, melainkan juga pada tidak menuhankan selain-Nya. Musyrik adalah beriman kepada Allah Swt dan pada saat yang sama menuhankan juga selain-Nya.
Pada masa Nabi Musa a.s, tauhid artinya tidak menuhankan kekuasaan seperti yang dilakukan Fir’aun, masa Nabi Syuaib a.s, tauhid berarti tidak menuhankan harta sehingga curang dalam berniaga, dan pada masa Nabi Luth a.s, tauhid berarti anti menuhankan libido seks.
Menuhankan selain Allah Swt pasti akan menghalalkan segala cara yang membahayakan kemanusiaan. Karenanya, batas kita taat kepada selain Allah adalah tidak bermaksiat. Tauhid juga punya makna tertentu dalam masyarakat patriarki. Apa itu?
Tauhid itu Anti Patriarki
Pada masa pra-Islam, masyarakat Jahiliyah menganut sistem patriarki. Bayi perempuan dikubur hidup-hidup karena dianggap memalukan, perempuan dijadikan jaminan utang, hadiah, mahar, waris, dan lain-lain. Perempuan layaknya benda mati yang tidak bernyawa, berakal, dan berhati.
Pada masa itu, perempuan sepenuhnya berada di bawah kendali laki-laki. Ayah bisa menyetubuhi anak perempuan kandungnya, anak laki-laki bisa menyetubuhi ibu kandungnya, dan persetubuhan sedarah lainnya. Sementara perkawinan mereka maknai sebagai kepemilikan mutlak laki-laki atas perempuan.
Islam mendobrak relasi ini dan menegaskan bahwa perempuan bukan hamba laki-laki, sebab keduanya sama-sama memiliki status melekat sebagai hanya hamba Allah Swt. Laki-laki juga bukan patron perempuan, sebab keduanya sama-sama mengemban amanah melekat sebagai khalifah fil ardh sehingga harus jadi mitra dalam memakmurkan bumi. []