Mubadalah.id – Jika merujuk argumentasi fatwa Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) maka perlu merumuskan kembali uraian lima prinsip universal (al-kulliyyat al-khams) dari maqashid syari’ah yang relevan dengan hak anak.
Rumusan ini bisa menjadi kerangka pembahasan hukum Islam tentang hak-hak anak dalam kehidupan yang kongkrit di era kontemporer kita sekarang.
Dengan kerangka maqashid syari’ah, diharapkan substansi dari hak-hak anak yang telah dibicarakan para ulama klasik dapat dikenali kembali dan kemudian diformulasikan ulang dalam konteks kontemporer kita sekarang.
Di bawah ini tawaran tentang uraian dari al-kulliyyat al-khams yang khusus hak-hak anak, sebagai kerangka maqashid syari’ah untuk pembahasan lebih lanjut.
Tiga Prinsip Maqashid Syari’ah
Pertama, prinsip hifzh al-nafs bisa menjadi kerangka bagi indikator-indikator dari Klaster Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan. Kalster ini bisa menyusunya melalui Pemerintah Indonesia dalam perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak, melalui Permen PPPA No. 12/2011.
Sementara, prinsip hifzh al-‘irdh, dengan konsep yang Audah tawarkan, bisa menjadi kerangka bagi Klaster Perlindungan Khusus untuk anak-anak yang dalam kondisi sangat rentan.
Misalnya, untuk anak-anak mengalami bencana alam, berhadapan dengan hukum. Kemudian, mempekerjakan anak dalam pekerjaan yang buruk, menjadi korban kekerasan. Lalu, perdagangan orang, pornografi, prostitusi, dan yang lain.
Kedua, hifzh al-Nasl (Perlindungan Keturunan dan Keluarga). Secara bahasa prinsip ini berarti perlindungan keturunan atau keluarga.
Tafsir kontemporer, seperti di atas, telah memformulasikan sebagai pembangunan keluarga sebagai unit kecil sosial yang kuat, tangguh, dan kondusif.
Dalam isu anak ini, ia bisa mendefinisikannya sebagai prinsip untuk melindungi dan memfasilitasi tumbuh kembang anak. Misalnya dalam lingkungan keluarga yang sehat, saling mendukung, dan saling mencintai.
Karena yang utama dari keluarga di sini adalah keluarga si anak yang alami. Pasalnya, anak masih sangat tergantung terhadap orang dewasa, maka keberadaan keluarga ini menjadi niscaya.
Ia juga bisa berarti keluarga pengganti, jika keluarga biologis langsungnya tidak ada, atau bisa berarti lembaga-lembaga asuh yang kredibel dan berkomitmen untuk menyelenggarakan pengasuhan dengan spirit keluarga alami, yang saling mendukung dan saling mencintai. (Rul)