Mubadalah.id – Belum hilang rasa sedih kita atas tragedi pembunuhan seorang ayah terhadap 4 anak-anaknya di Jagakarsa Jakarta Selatan, kini muncul lagi kasus serupa di Malang Jawa Timur. Ada apa dengan keluarga Indonesia?
Satu keluarga terdiri dari bapak, ibu dan anak di Kabupaten Malang ditemukan tewas bunuh diri. Hasil penyelidikan mengungkap motif bunuh diri karena beban utang.
Keluarga yang tewas itu antara lain sang ayah berinisial WE (44) yang berprofesi sebagai guru SD, sang ibu berinisial SU (40), dan seorang putri berinisial RY (12) yang masih duduk di bangku kelas 7 SMP.
Sebelumnya dalam kasus di Jagakarsa juga motif utama adalah persoalan ekonomi keluarga. Di mana sang suami yang berhenti dari pekerjaannya. Lalu peran mencari nafkah utama digantikan sang istri. Alih-alih memberi dukungan, sang istri malah menjadi korban KDRT, sebelum akhirnya menghabisi nyawa ke empat anaknya yang masih belia.
Jangan Sepelekan Kondisi Keuangan
Belajar dari kasus di atas, menjadi refleksi bersama keluarga Indonesia. Termasuk aku dan suami yang pagi ini membincang tentang bagaimana strategi mengelola keuangan keluarga, terutama untuk kepentingan biaya pendidikan anak-anak di masa depan. Karena kita tidak bisa menganggap sepele kondisi keuangan keluarga.
Meskipun mungkin setiap keluarga di Indonesia punya persoalan yang berbeda, tetapi yang paling dominan semua berawal dari kondisi keuangan yang tidak sehat. Istilah lainnya lebih besar pasak dari pada tiang. Lebih banyak pengeluaran daripada penghasilan.
Menilik penghasilan yang masih belum mencukupi untuk menutupi kebutuhan keluarga, ada baiknya jika suami dan istri keduanya sama-sama bekerja. Jadi tidak mengandalkan keuangan keluarga dari satu pihak saja. Tidak hanya itu, yang lebih penting lagi tahu bagaimana cara mengelola sumber keuangan agar bisa terus berkelanjutan, tanpa terlilit hutang yang entah kapan bisa kita bayar.
Kami, aku dan suami pun pernah dalam kondisi terjebak hutang besar di saat masa pandemi tiga tahun silam. Ketika bisnis rental mobil sepi, sementara setoran ke pihak bank dan leasing harus tetap berjalan. Tetapi akhirnya kami bisa keluar dari kondisi sulit itu dengan komitmen penuh menyelesaikan seluruh tanggungan yang harus kami bayarkan.
Belajar dari situasi tersebut, kami beralih investasi ke hal lain, dan meninggalkan bisnis rental mobil. Akhirnya aku pun harus melek literasi keuangan. Belajar menabung logam mulia dari nominal paling kecil dan yang bisa aku lakukan. Hingga tiga tahun ini ketika ada kebutuhan mendesak, tidak lagi mengandalkan pinjaman dari pihak ketiga.
Kesadaran tentang “Antaradhin”
Dalam keluarga menurutku ada hal yang lebih penting selain komunikasi, dan komitmen pada perkawinan. Yaitu antaradhin, atau saling rida antara suami istri atas apa-apa yang dijalani oleh keduanya. Tetapi saling rida ini dalam kerangka kebaikan, bukan mengajak pada kerusakan seperti kasus bunuh diri suami istri di Malang itu.
Dalam proses saling rida, ada dukungan dan kepercayaan dari suami pada istri, agar mampu mandiri, punya otoritas penuh, dan tidak menggantungkan hidupnya pada orang lain. Sebaliknya, aku pun sebagai istri harus memberi kepercayaan penuh bahwa suami juga bisa menggantikan sosok Ibu yang bisa mendampingi pengasuhan, dan proses tumbuh kembang anak-anak dengan baik.
Sikap saling rida yang kedua ini, yang tidak nampak dari suami istri dalam kasus KDRT Jagakarsa. Memberi ruang sang istri bekerja, tetapi begitu sampai di rumah, istri menjadi objek pelampiasan kekerasan dari suaminya sendiri. Bahkan ke empat anaknya turut menjadi korban atas sikap abusive dan ego maskulinitas laki-laki.
Hal ini juga penting menjadi catatan bagi teman-teman salingers yang belum menikah, atau sedang merencanakan pernikahan agar selektif memilih pasangan hidup. Karena membangun rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah wa mubadalah itu, tidak cukup hanya dengan kata cinta. Tetapi juga harus memahami betul lima pilar dalam perkawinan.
Doa agar Memiliki Pasangan sebagai Penyejuk Hati
Sebagai pamungkas dalam artikel singkat ini, setiap individu pasti mendamba keluarga yang harmonis. Di mana kita bisa memiliki pasangan hidup sebagai penyejuk hati. Dan ini sepenggal doa yang bisa kita rapalkan seusai salat lima waktu.
وَٱلَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَٰجِنَا وَذُرِّيَّٰتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَٱجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Dan orang-orang yang berkata, ‘Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa’.” (QS al-Furqan: 74).
Melansir dari NU Online, bahwa dalam ayat ini, Al-Qur’an menggenapi sifat orang-orang salih yang Allah juluki mereka dengan ibad ar-rahman (hamba milik Dzat Yang Maha Pengasih) dengan sifat selalu berdoa bagi pasangan hidupnya, dan keturunannya agar senantiasa menjadi penyejuk hati mereka.
Tak hanya itu, Dr. Muhammad Sayyid Thanthawi dalam tafsir Al-Wasith menyebutkan tafsir dari “jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa”, adalah harapan mereka agar menjadi panutan bagi orang-orang bertakwa baik dalam lembutnya perbuatan mereka, maupun halusnya perkataan mereka.
Walhasil, orang-orang bertakwa menurut Al-Qur’an adalah orang-orang yang paling berbuat baik kepada pasangannya. Baik dalam perbuatan maupun perkataan mereka.
Sebagaimana dalam hadis:
قال رسول الله خياركم خياركم لنساءكم لا يضربن أحدكم ظعينته ضربه أمته
Rasulullah bersabda “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada istri. Janganlah kalian pukul istri kalian seperti halnya kalian memukul budak-budak kalian” (HR Al-Baihaqi). []