Mubadalah.id – Banyak orang yang masih belum mengetahui betapa pentingnya isu stunting bagi masa depan bangsa ini. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting di Indonesia. Isu stunting sendiri adalah sebuah gangguan yang terjadi pada tumbuh kembang anak. Penyebabnya karena kekurangan gizi dan infeksi berulang. Di mana hal itu mulai dari masa emas kehidupan pertama (sejak di dalam kandungan) sampai dengan usia dua tahun.
Penyebab Stunting
Selain akibat kekurangan gizi, penyebab utama stunting lainnya adalah minimnya pengetahuan terkait kehamilan dan menyusui serta pengasuhan anak, dan sanitasi lingkungan tempat tinggal yang tidak bersih dan sehat. Lalu kurangnya sarana penyediaan air bersih dan fasilitas mandi cuci kakus (MCK), serta minimnya akses fasilitas kesehatan yang dibutuhkan bagi ibu hamil, ibu menyusui, dan balita.
Biasanya anak yang mengalami stunting teridentifikasi dengan tinggi badan di bawah standar. Atau nilai standar deviasinya kurang dari -2.00 dan -3.00 yang dapat kita lihat dan kita pantau grafiknya pada buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
Ciri-Ciri Stunting
Gejala lainnya yang dapat kita kenali saat anak usia dini adalah wajahnya nampak lebih muda dari anak seusianya. Mengalami pertumbuhan tubuh dan gigi yang terlambat, berat badan lebih ringan untuk anak seusianya.
Selain itu, anak yang mengalami stunting, memiliki kemampuan fokus belajar yang kurang baik serta gejala lainnya yang perlu orang tua konsultasikan kepada tenaga kesehatan ahli dibidangnya. Artinya, gejala-gejala ini tidak serta merta dapat kita simpulkan tanpa adanya pernyataan dari ahli.
Dampak Akibat Stunting
Tidak hanya terlihat pada keterlambatan pertumbuhan anak yang tidak sesuai. Tetapi stunting dapat menyebabkan dampak negatif lainnya seperti terganggunya perkembangan otak yang dapat menurunkan kecerdasan anak serta rentan terkena penyakit seperti diabetes, obesitas, penyakit jantung untuk dampak negatif jangka panjangnya.
Bonus Demografi
Jika dampak panjang stunting terjadi pada anak-anak yang akan menjadi generasi emas di tahun 2045, tentu hal ini akan sangat menakutkan. Karena bonus demografi ini bisa menjadi bumerang jika sumber daya manusianya mengalami penurunan kualitas.
Apalagi jika mengingat di tahun 2045 Indonesia mendapat bonus demografi yaitu lebih dari 50% penduduknya berada pada usia produktif. Sehingga pada momen ini pemerintah telah merencanakan program Indonesia Emas 2045.
Isu stunting tentu menjadi masalah kita bersama. Bukan hanya menjadi permasalahan setiap ibu yang harus mengandung sembilan bulan. Di mana ia memastikan nutrisi anaknya tercukupi di dalam kandungan.
Dan, tidak lagi menjadi permasalahan setiap ibu yang sedang berjuang memberikan ASI (air susu ibu) dan sejenisnya sebagai makanan terbaik si kecil di enam bulan pertama kehidupannya.
Selain itu, bukan juga hanya menjadi permasalahan bagi setiap orang tua mengalami gerakan tutup mulut (GTM) pada anaknya yang sedang menjalani masa MPASI (Makanan Pendamping Air Susu Ibu).
Lebih dari itu, ia tidak hanya menjadi permasalahan bagi ibu-ibu kader Posyandu yang setiap bulan rutin mengadakan pengecekan kesehatan untuk anak.
Isu stunting ini menjadi permasalahan yang kita hadapi bersama. Bahkan di setiap rumah yang di dalam anggota keluarganya terdapat ibu hamil, ibu menyusui, dan anak menjadi ujung tombak akar rumput yang dapat menurunkan angka stunting khususnya di Indonesia.
Menjadi Tanggung Jawab Bersama
Jangan sampai isu stunting yang sebegitu krusialnya ini justru menjadi bahan kiasan apalagi olok-olokan dari emosi yang tidak kita kelola dengan bijak. Hanya karena adanya ketidaksepemahaman pendapat.
Jangan sampai kita memberikan informasi yang kurang tepat mengenai stunting. Hanya karena orang lain mungkin tidak berpikir secepat yang kita bisa. Mungkin tidak memahami konteks yang kita maksud di dalam sebuah teks. Lantas melabelinya sebagai orang yang terkena stunting.
Apalagi jika posisinya merupakan sosok yang kita perhitungkan di masyarakat. Sepakat dengan pendapat Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK (Peneliti Utama dan Chairman Health Collaborative Center) bahwa pernyataan yang salah bisa mempengaruhi pandangan masyarakat. Apalagi jika yang mengeluarkan pernyataan tersebut adalah sosok yang memiliki pengaruh dilingkungannya.
Menutup ulasan ini, mari kita terus berupaya untuk menyikapi perbedaan dengan kepala dingin. Tujuannya agar kita bersama menurunkan kasus stunting di Indonesia dapat tercapai.
Agar anggaran yang telah pemerintah alokasikan terserap dengan baik dan para tenaga kesehatan di tengah-tengah kesibukannya. Namun tetap memberikan edukasi secara cuma-cuma di media sosial kepada masyarakat. Khususnya para orang tua pun merasa jerih payahnya tidak sia-sia. []