Mubadalah.Id- Semangat 16 HAKTP (Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan) membuat saya ikut melihat tentang seksisme. Ternyata hal ini masih jadi ancaman yang sangat nyata bagi perempuan di kehidupan sehari-hari.
Secara sederhana seksisme adalah sikap, tindakan, perkataan atau keyakinan yang mendiskriminasi seseorang berdasarkan jenis kelamin atau gender. Seksisme bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan, tetapi biasanya, perempuan cenderung lebih rentan.
Melihat Lebih Jelas Bentuk Seksisme
Seksisme terjadi karena sikap mendasar yang menganggap perempuan kurang berharga dibandingkan laki-laki. Ada beberapa bentuk seksisme, kali ini kita bahas empat bagian yang sangat jelas menggambarkan bentuk-bentuk seksisme.
Pertama, Hostile Sexism. Seksisme jenis ini sangat defensif, sengaja melemahkan, memusuhi, atau merendahkan perempuan secara langsung. Jenis ini sangat mudah terlihat, karena jelas menganggap perempuan sebagai musuhnya. Lets say, menganggap perempuan posisinya di bawah laki-laki.
Kedua, Benevolent Sexism. Seksisme jenis ini terasa lebih lembut. Ibarat manusia, ini seperti manusia yang pandai memanipulasi. Bentuk Benevolent sexism sering terlihat sebagai sebuah perlindungan dan pertolongan untuk perempuan. Memangnya, perempuan perlu ditolong dari apa, sih?
Benevolent sexism sangat sering terjadi di kehidupan sehari-hari, menyelinap seperti hal biasa dan terlihat normal. Padahal, benevolent sexism mengandung unsur menempatkan perempuan sebagai makhluk ke dua. Contoh kecilnya menganggap perempuan lebih cocok di rumah, atau perempuan tidak kompeten mengambil keputusan; biar laki-laki saja. Seperti hal biasa, tapi perlahan menghancurkan perempuan dari dalam.
Ketiga, Institutional Sexism. Seksisme jenis ini tercipta dari sebuah kebijakan hingga sistem sosial yang bias gender, tidak ramah perempuan dan sudah tertanam lama. Misalnya deskriminasi berbasis gender di lingkungan kerja, pemerintahan, kebijakan hukum, lingkungan sosial, budaya, dan media.
Keempat, Internalized Sexism. Jenis-jenis seksualisme di atas, sangat berpotensi besar membuat perempuan mempercayainya. Muncul dari internal perempuan sebab percaya pada stigma dan mengiyakan sterotip yang beredar di masyarakat.
Tanpa Kita Sadari, Seksisme Terjadi di Kehidupan Sehari-Hari
Seksisme bisa terjadi sangat halus, seperti melebur dalam kehidupan sehari-hari. Seringkali membuat pelaku dan korban tidak sadar bahwa sedang melakukan suatu hal yang berpotensi merugikan satu pihak.
Nah, agar lebih jelas bagaimana, sih bentuk seksisme dan kapan terjadinya, saya klasifikasikan jadi beberapa bagian.
Pertama, menyasar bentuk fisik perempuan. Membuat standar tentang fisik perempuan agar laki-laki menyukainya. Contohnya bahwa perempuan catik itu berkulit putih, berambut lurus dan menjaga bentuk badan
Kedua, menyasar perilaku perempuan. Contohnya sterotip bahwa perempuan harus bersuara lembut atau perempuan harus feminim agar laki-laki yang bertugas melindunginya. Sering melihat kejadian ini? Jangan abaikan begitu saja.
Ketiga, menyasar pilihan hidup perempuan. Contohnya sterotip perempuan melahirkan dengan caesar seolah belum sepenuhnya menjadi ibu. Anggapan perempuan jangan terlalu berkarir nanti susah jodohnya, atau perempuan harus segera menikah agar ada yang menafkahi. Perempuan seolah berada di posisi yang lebih lemah dan bergantung pada laki-laki yang akan melindunginya.
Keempat, menyasar ruang kerja dan sosial perempuan. Contohnya mengabaikan pendapat perempuan di lingkungan kerja atau sosial, menganggap perempuan tidak layak berada di posisi yang tinggi. Contoh lainnya adalah membayar upah perempuan lebih rendah daripada laki-laki, termasuk juga mengabaikan hak cuti hamil.
Kelima, menyasar emosi perempuan. Seksisme juga terjadi saat menuduh perempuan sedang PMS ketika marah atau bertindak tegas. Begitu juga dengan menganggap perempuan menangis sebagai drama dan simbol kelemahan. Emosi seseorang itu valid, laki-laki dan perempuan berhak memilik dan mengutarakan emosinya.
Keenam, menyasar sterotip perempuan di media. Contohnya poster film bergambar perempuan seksi untuk menarik minat penonton. Contoh lainnya adalah menampilkan sterotip peran domestik adalah tugas perempuan. Begitu juga soal menggambarkan karakter perempuan yang baik adalah sosok pendiam, sabar, lemah lembut, pasrah dan mengorbankan diri dalam film.
Contoh-contoh di atas sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Menurut saya, perempuan harus tahu jenis-jenis seksisme dan bagaimana contohnya agar lebih peduli pada dirinya sendiri.
Ketika Terjadi Seksisme, Itu Bukan Salah Korban
Nyatanya, yang saya paparkan hanyalah sebagian kecil contoh seksisme yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Kadang sedikit susah memang menyadarinya, apalai jika bentuknya benevolent sexism yang sangat halus dan ternormalisasi. Tetapi jika tidak segera menyadari, perempuan sangat rawan terjebak pada internalized sexism.
Seringkali, perbuatan atau perkataan yang mengandung seksisme menyebabkan korbannya merasa bersalah. Ketika perempuan merasa bersalah, ini akan menjadi beban ganda; selain mengalami perlakuan seksis, mereka juga merasa bersalah atas sesuatu yang sama sekali bukan tindakan mereka.
Sangat penting menanamkan pada perempuan bahwa ketika ia menjadi korban, ia tidak bersalah. Akar masalahnya sudah terjadi sejak lama, yaitu pada cara pandang masyarakat, bukan pada diri perempuan. Menyadari bahwa seksisme bukan kesalahan korban adalah adalah langkah pertama untuk menyelamatkan diri dan membangun batasan sehat. []










































