• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Film

Memahami Pluralisme dalam Film My Name Is Khan

Jalan Allah itu Kasih Sayang, Bukan Kekerasan!

Nadhira Yahya Nadhira Yahya
22/09/2020
in Film, Publik
0
film My Name is Khan
272
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Serial Bollywood tentu bukan lagi tontonan yang asing bagi masyarakat Indonesia. Dari yang lawas, sampai yang terbaru sepertinya India tidak habis-habisnya menghadirkan film yang menarik, karena ciri khasnya yang tidak hanya menghibur, tapi juga sarat akan makna. Cerita dan kisah yang dibangun dalam film, seringkali merupakan hal-hal yang dekat dengan kita, sehingga tak jarang setelah menontonnya, kita menjadi tergugah dan terinspirasi. Salah satunya adalah film lawas yang berjudul My Name is Khan.

Film My Name is Khan ini tayang perdana pada tahun 2010 dan mendapatkan respon yang sangat ramai dari masyarakat internasional, termasuk Indonesia. Masyarakat kemudian menjadi heboh lantaran film ini yang berani mengangkat isu rasis di Amerika. Film ini pun menjadi istimewa lantaran diputar di tengah kondisi umat Islam yang struggling dengan kompleksitasnya.

Saya berkali-kali dan akan selalu menyukai dialog Rizwan khan yang menjadi sentral dalam film ini, “My name is Khan, and I’m not a terrorist.” Rizwan Khan merupakan seorang penyandang autis yang akhirnya jatuh cinta kepada seorang hair-stylist beragama hindu yang bernama Mandira. Ketika akhirnya mereka berdua menikah, Sameer (yang merupakan anak Mandira), mulai mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari teman-teman di sekolahnya, hanya karena ia memiliki ayah bernama belakang Khan, seorang muslim.

Suatu ketika, secara tidak sengaja Sam terbunuh dalam suatu kecelakaan akibat pertikaian yang dilatarbelakangi oleh persoalan “khan”, karena pada saat itu Amerika sedang digencarkan oleh aksi terorisme yang dilakukan oleh beberapa oknum, yang diduga adalah seorang muslim. Hal ini dikarenakan muslim atau Islam sudah dicap disana sebagai agama penuh kekerasan yang menyukai perang dan jihad.

Oleh sebab itu, keluarga Khan dan para muslim lainnya yang berada di Amerika mendapatkan imbas dari aksi beberapa oknum tersebut. Di sinilah mulai tampak bagaimana budaya rasis di Amerika terhadap warga pendatang disana, terutama bagi mereka yang merupakan seorang muslim.

Baca Juga:

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

Jejak Tokoh Muslim Penyandang Disabilitas

Film Indonesia Menjadi Potret Wajah Bangsa dalam Menjaga Tradisi Lokal

Tidak ada pihak yang mau bertanggungjawab terhadap kasus yang terjadi pada Sam. Kemarahan yang sudah menyelimuti Mandira pun membuatnya menyalahkan Khan, karena ia berpikir sebab nama “khan” lah Sam terbunuh. Sampai pada suatu hari, ia sudah tidak sanggup dan akhirnya mengusir Khan dan menyuruhnya untuk meminta keadilan, kalau perlu hingga ke Presiden. Di sinilah scene-scene menyedihkan mulai terlihat. Khan yang merasa bersalah pun pergi dan menuruti keinginan Mandira. Ia pun mulai melacak keberadaan presiden dan berjalan dari kota ke kota.

Pelajaran terpenting dan inti dari film ini adalah bagaimana solidaritas sesama manusia terbangun, tanpa melihat adanya latar belakang agama dan ras mereka. Ini terlihat lewat scene saat Khan berada di Georgia dan akrab dengan masyarakat di sana yang mana seluruh warganya merupakan warga non-muslim, lalu beramai-ramai mereka menyanyikan lagu “we shall overcome” di sebuah gereja. Nyess, adem banget. Menyentuh dan penuh makna yang dalam.

Scene ini memberikan sebuah pesan kepada penontonnya bahwa tidak ada perbedaan apapun di antara manusia. Di dalam film pun terdapat sebuah kalimat yang disampaikan oleh Ibu dari Rizwan Khan yang mengatakan bahwa hanya ada dua jenis manusia di dunia, yakni orang baik dan orang jahat. Maka selain hal tersebut, semua manusia adalah sama. Tidak ada yang membedakan mereka selain dari dua hal itu.

Lalu, saat Khan kembali lagi ke Georgia ketika badai menimpa kota itu. Ia teringat oleh keluarga yang sudah baik merawatnya dan ingin membantu keluarga tersebut. Sesampainya di Georgia, Khan menyaksikan keadaan yang sangat miris. Seluruh warga berlindung di sebuah gereja yang semakin buruk keadaannya, dan tidak lama lagi akan runtuh.

Di sini, Khan, yang merupakan seorang autis, muslim, justru hadir sebagai penggerak para warga untuk kemudian bangkit dan tidak menyerah dengan keadaan. Lewat hati murni milik Khan lah, yang pada akhirnya menggerakkan dunia untuk ikut serta membantu warga Georgia. Ah, disini saya teringat penggalan sebuah ayat:

“Indeed, Allah will not change the condition of a people until they change what is in themselves” (Ar Ra’d: 11).

Film ini sederhana. Akan tetapi secara tegas menekankan bahwa mau berada di dalam situasi dan kondisi apapun, teruslah berbuat baik. Berbuat baik bukan karena ingin mendapatkan sesuatu, atau ingin menunjukkan sesuatu. Berbuat baik karena memang hal tersebut layak dan harus untuk dilakukan.

Dari menonton film ini, kita bisa melihat bagaimana dampak suatu hal yang kita dapatkan apabila kita berbuat sesuatu. Isu pluralisme memang tidak se-enteng kedengarannya. Untuk memahaminya, tidak hanya bisa dijelaskan dalam teori. Duduk di kelas, setelah itu selesai. Tidak. Nyatanya, kita harus benar-benar menerapkannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Praktiklah yang benar-benar akan menentukan sikap kita.

Oh iya, Best Moment lainnya dalam film ini, yaitu saat Khan melontarkan statementnya kepada sekelompok jamaah di masjid yang terlihat menyampaikan pidato bernuansa rasis, lalu Khan pun mengatakan: “Jalan Allah itu jalan kasih sayang, bukan kekerasan.” []

Tags: FilmIndiamuslimpluralismeRasis
Nadhira Yahya

Nadhira Yahya

Terkait Posts

Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Nakba Day

Nakba Day; Kiamat di Palestina

15 Mei 2025
Nenek SA

Dari Kasus Nenek SA: Hukum Tak Lagi Melindungi yang Lemah

15 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version