• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Memaknai 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional

Ahmad Agung Basit Ahmad Agung Basit
20/10/2019
in Publik
0
hari santri nasional

hari santri nasional ditetapkan pada tanggal 22 Oktober.

24
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Hari ini tepat tanggal 22 Oktober, sesuai dengan penetapan Keputusan Presiden (Keppres) no 22 tahun 2015 terkait penetapan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Masyarakat dan terutama kalangan santri menyambut dengan riang gembira hal ini bisa dilihat dari berbagai kegiatan yang mereka adakan, mulai dari kirab santri ratusan bahkan ribuan santri dilibatkan dalam penyambutan dan tersebar di penjuru Nusantara, mengisinya dengan berbagai lomba, kegiatan keagamaan, dan sosial.

Hal serupa dimaksudkan sebagai rasa syukur pengakuan negara atas keberadaan peran santri untuk membangun ibu pertiwi.

Secara keumuman, bicara santri tidak lepas dari pondok pesantren dan kitab kuning, pondok merupakan tempat belajar sedangkan kitab kuning adalah materi yang diajar.  Ada sebuah postulat yang disepakati bahwa kitab kuning adalah jiwa pesantren dan identitas utama kaum santri.

Kitab adalah landasan berpikir media bernalar sekaligus koridor berdialektika. Melalui strategi ilhaq dan qiyas, santri diajarkan untuk konsisten dalam menjaga keselarasan tekstual-rasional dalam menyelesaikan berbagai permasalahan. Santri tanpa kitab ibarat siang tanpa malam dan bunga tanpa lebah.

Seiring berjalannya waktu makna santri pun bergeser bukan hanya identik dengan sarung kopiah dan kitab kuning. Menurut Muhaimin Iskandar dalam Republika.co.id makna santri yang sebenarnya bukan hanya murid yang menuntut ilmu di pesantren, tetapi lebih dari itu, santri bermakna sebagai tiga kesucian, yakni suci dalam pikiran, suci dalam hati dan suci dalam prilaku.

Baca Juga:

Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

Dari tiga kesucian itu merupakan modal bagi bangsa Indonesia untuk tetap berpegang teguh pada nilai-nilai keagamaan yang kuat. Ini yang menjadi modal dasar untuk menata diri kita, menata keluarga kita, serta kehidupan bangsa dan negara.

Hal serupa menurut penuturan KH Ahmad Mustofa Bisri nama santri itu tidak hanya bagi mereka yang mondok di pesantren, tetapi juga yang sedang belajar di sekolah formal atau perguruan tinggi.

“Asalkan bersikap tawaduk kepada Allah dan orang-orang alim, itu santri.”

Terlepas dari hal di atas semoga dengan ditetapkannya hari santri, kedepan pemerintah lebih peduli terhadap pengembangan pendidikan pesantren dan santri. Semoga.[]

Ahmad Agung Basit

Ahmad Agung Basit

Terkait Posts

Gaji Pejabat

Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

1 Juli 2025
Pacaran

Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

30 Juni 2025
Pisangan Ciputat

Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

30 Juni 2025
Kesetaraan Disabilitas

Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

30 Juni 2025
Feminisme di Indonesia

Benarkah Feminisme di Indonesia Berasal dari Barat dan Bertentangan dengan Islam?

28 Juni 2025
Wahabi Lingkungan

Wahabi Lingkungan, Kontroversi yang Mengubah Wajah Perlindungan Alam di Indonesia?

28 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Difabel

    Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?
  • Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID