Mubadalah.id – Salah satu klausul pasal dalam undang-undang perkawinan yang saat ini menuai kritikan adalah pasal 31 ayat (3). Pasal tersebut menjelaskan bahwa kepemimpinan keluarga merupakan otoritas penuh suami sebagai kepala keluarga.
Sebagian orang menganggap pasal 31 ayat (3) sebagai ketetapan undang-undang yang bias gender. Karena klausul pasal ini akan melanggengkan asumsi bahwa perempuan harus dipimpin, diarahkan, dibina, dan lain sebagainya.
Namun, sebagian yang lain mengatakan bahwa kepemimpinan suami dalam keluarga adalah ketetapan syariat. Ada ayat yang kerap mereka jadikan dasar, yaitu QS. an-Nisa ayat 34:
اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ
Artinya: “Laki-laki (suami) itu pemimpin bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya.”
Sebagian besar ulama memaknai ayat di atas sebagai ketentuan normatif yang berlaku sepanjang masa. Dalam arti laki-laki (suami) sebagai pemimpin keluarga adalah aturan pokok agama yang berlaku di mana saja, kapan saja, dan dalam keadaan bagaimana pun.
Dampak dari penafsiran ini, banyak masyarakat yang menganggap bahwa kodrat laki-laki (suami) itu sebagai pemimpin keluarga. Sehingga ia mempunyai otoritas penuh dalam mengatur keluarganya.
Tafsir QS. an-Nisa ayat 34
Menurut KH. Husein Muhammad, untuk memahami QS. an-Nisa ayat 34 kita harus menganalisis alasan mengapa Allah menjadikan laki-laki sebagai pemimpin keluarga. Ayat di atas sebenarnya telah menyebutkan, “bima faddallahu ba’dahum ‘ala ba’din”. Yakni karena sebagian mereka (laki-laki) diberikan Allah kelebihan atas sebagian perempuan.
Selanjutnya, kita juga perlu memahami bentuk nyata dari kelebihan yang Allah berikan kepada sebagian laki-laki. Karena ayat di atas tidak menyebutkan secara eksplisit jenis atau bentuk kelebihannya.
Mengenai dengan hal ini, para ulama seperti al- Razi memberikan penjelasan terkait dengan kelebihan laki-laki. Dalam karyanya yang berjudul Tafsir al-Kabir beliau menyebutkan bahwa keunggulan laki-laki itu adalah potensi pengetahuan dan kekuatan fisik.
Sedangkan Zamarkhsyari, dalam karyanya yang berjudul al-Kasysyaf mengatakan bahwa keunggulan laki-laki adalah meliputi potensi nalar, ketegasan, semangat, kekuatan fisik, ketangkasan dan keberanian.
Selain karena keunggulan yang Allah berikan kepada sebagian laki-laki, ada alasan lain yang menjadi faktor laki-laki menjadi pemimpin dalam keluarga. “wabima anfaqu min amwalihim”. yakni, karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya.
Dari ayat tersebut dapat kita simpulkan alasan mengapa Allah menjadikan laki-laki sebagai pemimpin atas perempuan dan keluarganya. Pertama, karena kemampuan nalar; kedua, kekuatan fisik; ketiga, karena sudah menafkahi keluarganya.
Pandangan KH. Husein Muhammad
Menurut KH. Husein Muhammad, Jika kita cermati, perempuan juga akan bisa dan mampu memiliki ketiga kelebihan tersebut. Karena ketiga hal tersebut bukan sesuatu yang bersifat kodrati yang tidak bisa kita ubah.
Kemampuan nalar misalnya, perempuan bisa memiliki kemampuan nalar yang cerdas apabila orang tuanya memberikan ruang untuk mengakses pendidikan. Karena dengan pendidikanlah seseorang, baik laki-laki atau perempuan akan memiliki kemampuan yang cerdas.
Begitupun dengan kekuatan fisik, hal tersebut bukan sesuatu yang alamiah, melainkan sesuatu yang harus diolah. Dengan membiarkan perempuan melakukan aktifitas di luar rumah, baik itu bekerja maupun olahraga, hal itu akan menjadikan fisik perempuan kuat.
Selanjutnya mengenai nafkah, kerja-kerja mencari nafkah dan menafkahi bukan pekerjaan yang hanya bisa laki-laki lakukan. Kenyataan hari ini banyak perempuan yang mencari dan menafkahi keluarganya, bahkan suaminya.
Dengan demikian, pemimpin keluarga adalah peran yang tidak mutlak harus laki-laki. Perempuan pun dapat menjadi pemimpin keluarga. karena ketiga kelebihan yang menjadi alasan laki-laki sebagai pemimpin keluarga dapat perempuan miliki.
Maka dari itu, KH. Husein Muhammad menyimpulkan bahwa QS. an-Nisa ayat 34 merupakan ayat yang bersifat informatif atau khabari. Yakni, ayat yang mengabarkan kepada kita tentang realitas sosial, budaya dan pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan yang berlaku pada saat itu.
Karena ayat ini bersifat informatif, maka menurut KH. Husein Muhammad, konsep kepemimpinan keluarga yang terdapat dalam QS. an-Nisa ayat 34 tidak berlaku pada masa sekarang. Mengingat realitas sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat sudah jauh berubah. []