Mubadalah.id – Ungkapan Arab “al-ummu madrasah ula” atau “ibu adalah sekolah pertama” sering kita dengar dalam berbagai ceramah keagamaan. Kalimat ini biasanya dipakai untuk menegaskan betapa pentingnya peran seorang ibu dalam mendidik anak-anaknya.
Namun, pertanyaannya: apakah pendidikan anak sepenuhnya menjadi tanggung jawab ibu? Apakah seorang ayah bisa lepas dari kewajiban itu?
Dalam perspektif mubadalah jawabannya jelas tidak. Pendidikan anak bukanlah beban sepihak, melainkan tanggung jawab bersama kedua orang tua. Pemikiran ini dapat kita temukan dalam buku Qiraah Mubadalah karya Dr. Faqihuddin Abdul Kodir, yang mencoba memberikan tafsir baru terhadap teks-teks klasik dengan pendekatan yang lebih adil dan setara.
Menafsir Ulang Istilah Al-Umm
Menurut Kiai Faqih, istilah “al-umm” dalam ungkapan tersebut tidak semata-mata harus dimaknai secara harfiah sebagai ibu. Dalam tafsir mubadalah, al-umm lebih tepat dipahami sebagai orang tua atau keluarga.
Dengan begitu, pernyataan “al-ummu madrasah ula” berarti bahwa orang tua—ayah dan ibu—adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Bahkan lebih luas, keluarga secara keseluruhan merupakan sekolah kehidupan pertama yang tak tergantikan.
Pesan ini selaras dengan prinsip Islam bahwa pendidikan anak adalah amanah bersama. Ayah dan ibu sama-sama berkewajiban untuk memberikan teladan, menanamkan nilai-nilai moral, serta membimbing anak menuju kedewasaan. Jika hanya salah satu yang terlibat, maka pendidikan anak menjadi timpang.
Pandangan ini juga ditegaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra., bahwa Nabi Muhammad Saw. bersabda:
“Tidak ada seorang anak pun yang lahir kecuali dalam keadaan fitrah (suci dan bersih). Kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (Shahih Bukhari, no. 1373).
Hadis tersebut jelas menunjukkan bahwa ayah dan ibu sama-sama berperan aktif dalam membentuk identitas, orientasi keagamaan, dan arah hidup seorang anak.
Karena tidak ada satu pun teks yang membenarkan anggapan bahwa pengasuhan adalah beban ibu semata. Justru kedua orang tua kita dorong untuk hadir secara penuh dalam proses pertumbuhan anak—baik dalam aspek spiritual, intelektual, maupun emosional. []