Mubadalah.id – Seperti yang kita ketahui dari berbagai berita mengenai serangan Israel terhadap Gaza, serangan terus berlanjut bahkan pada tempat-tempat publik seperti sekolah, universitas, rumah sakit, hingga pengungsian. Kondisi Gaza yang porak poranda akibat serangan Israel mengakibatkan hampir seluruh fasilitas publik menjadi lumpuh. Fasilitas ini termasuk fasilitas untuk akses sanitasi, air bersih, tempat tinggal, dan akses pangan.
Dampaknya, hampir seluruh rakyat Palestina harus merenggut nyawa dan hidup dalam kesusahan. Hal ini juga berdampak buruk bagi perempuan-perempuan di Gaza. Mereka tidak memiliki kesempatan untuk menjaga kesehatan reproduksi, padahal mereka memiliki pengalaman reproduksi yang terus berlanjut seperti Menstruasi.
Pada akhirnya, para perempuan Gaza terpaksa mengonsumsi tablet penunda menstruasi. Bukan tanpa alasan, para perempuan di Gaza melakukan hal ini karena keterbatasan air bersih, akses sanitasi, dan kekurangan pembalut akibat serangan Israel yang tidak kunjung berhenti.
Tablet Penunda Menstruasi
Tablet norethisterone merupakan salah satu tablet yang dikonsumsi para perempuan Gaza untuk menunda menstruasi. Padahal, tablet ini hanya untuk pendarahan menstruasi yang sangat parah, adanya enometriosis, dan nyeri menstruasi.
Menurut konsultan medis kebidanan dan ginekologi di Nasser Medical Complex, Walid Abu Hatab, menyatakan bahwa tablet norethisterone bekerja dengan menjaga kadar homon progesteron. Sehingga, ketika hormon pregosteron dalam kadar yang masih tinggi, hal ini mencegah dan menghentikan rahim untuk melepaskan lapisannya, sehingga menunda terjadinya menstruasi.
Namun, ternyata banyak juga efek samping yang terdapat pada obat ini. Dilansir dari lama klik dokter, obat nerothisterone memiliki beberapa efek samping baik tingkat ringan sampai tingkat berat, seperti menstruasi tidak teratur, kanker payudara, kelainan visual (misalnya kehilangan penglihatan sebagian atau seluruhnya, proptosis, diplopia), migrain, depresi, penurunan toleransi glukosa, mual, muntah, sakit perut, penambahan berat badan, sakit kepala, pusing, insomnia, payudara nyeri, amenorea, perubahan sekresi serviks, dan jerawat.
Membincang Pengalaman Reproduksi Perempuan Gaza
Meskipun tidak seluruh perempuan mengalami pengalaman reproduksi, namun hampir sebagian besar perempuan pasti mengalami pengalaman reproduksi, tak terkecuali perempuan di Gaza. Pengalaman reproduksi perempuan seperti menstruasi, hamil, menyusui, hingga nifas kerap kali membutuhkan aid kit yang higienis untuk mendukung pengalaman reproduksi. Misalnya, pengalaman reproduksi seperti menstruasi membutuhkan pembalut dan akses sanitasi serta air bersih untuk mendukung kesehatan organ reproduksi.
Namun sayangnya, tidak semua perempuan di Gaza mendapatkan fasilitas untuk mendukung pengalaman reproduksi perempuan. Perempuan Gaza bernama Salma Khaled membagikan pengalaman reproduksinya selama serangan Israel berlangsung. Perempuan berumur 41 tahun ini mengungsi dari Kota Tel al-Hawa ke kamp pengungsi Deir al-Balah di Gaza tengah.
Selama di pengungsian, Salma merasakan ketidaknyamanan seperti merasa dalam ketakutan berkepanjangan, depresi, hingga berdampak pada siklus menstruasi yang tidak teratur dan pendarahan hebat. Salma tak ingin mengambil resiko di tengah gencarnya serangan Israel terhadap wilayah Gaza.
Hal ini karena pada beberapa toko hingga apotek, pembalut sangat langka. Di apotek dan toko-toko, pembalut serta obat-obatan tidak tersedia karena terjadi pengepungan dan pemboman Israel terhadap jalan-jalan utama. Selain itu, akses air bersih dan fasilitas sanitasi tidak ditemukan di ruang publik. Lebih ironis lagi, penggunaan kamar mandi harus dijatah dan mandi dilakukan dalam beberapa hari sekali.
Oleh karena itu, para perempuan Gaza lebih memilih untuk mengonsumsi tablet penunda haid daripada harus kerepotan dan kesusahan dalam mencari pembalut dan air bersih.
Bagaimana selanjutnya?
Menimbang pengalaman reproduksi perempuan pada kondisi perang adalah hal yang sangat penting. Hal ini berkaitan langsung dengan kesehatan vital perempuan. Terlebih, terbatasnya akses seperti pembalut, air bersih, dan akses sanitasi menjadi perhatian yang utama demi kesehatan sistem reproduksi perempuan.
Bantuan berupa donasi datang dari berbagai penjuru dunia, dari makanan, selimut, baju, dan obat-obatan. Pada sisi yang lain, para pengungsi perempuan tetap membutuhkan akses bantuan seperti pembalut. Meskipun sebagian besar perempuan mengonsumsi tablet penunda menstruasi, peristiwa biologis perempuan bisa terjadi sewaktu-waktu.
Sudah seharusnya perang dihentikan. Perempuan dan anak-anak menjadi korban dengan beban yang lebih berat. Terganggunya proses biologis perempuan seperti menstruasi, menyusui, nifas, dan melahirkan menyusahkan para perempuan dan anak-anak. Hal ini sudah sangat menyalahi hak asasi manusia, terlebih hak dalam melangsungkan proses reproduksi. []