Mubadalah.id – Asih memandang isi lemarinya dengan tatapan sendu. Kini ia menyadari kenapa Mas Bambang menyimpan banyak baju yang sudah lama tak terpakai namun nasibnya hanya menjadi pemenuh lemari rumah.
10 tahun yang lalu, semenjak Asih sering sakit dan masuk keluar rumah sakit, berat badannya sulit sekali miring ke arah kanan. Ia merasa mengonsumsi apapun tidak akan membuat badannya melebar. Bahkan ketika ia hamil, berat badannya menyusut secara perlahan tanpa membutuhkan effort melakukan ini itu.
Pekerjaan rumah sehari-hari dan mengurus buah hatinya yang menggemaskan sudah membuat ia merasa telah berolahraga sehingga kebiasaannya hidup minimalis sangat mudah diterapkan yaitu jarang membeli pakaian kecuali untuk keperluan tertentu.
Perempuan sunda berkulit langsat ini memang sudah lama mencoba untuk hidup minimalis. Namun akhir-akhir ini, nampaknya Asih kerap terlihat bingung karena satu tahun terakhir ini berat badannya selalu meningkat.
Timbangan yang semula sulit bergeser ke arah kanan, kini dengan mudahnya tergelincir setiap kali kaki Asih menapaki timbangan yang tersimpan di sudut rumahnya. Berat badannya telah bertambah 5 kilogram dalam satu tahun. Sebuah hal yang luar biasa baginya yang sudah 9 tahun sangat sulit meningkatkan berat badan.
Baju-baju yang biasa ia kenakan pun kini terasa sesak. Mau tidak mau ia harus membeli beberapa setel pakaian dengan satu ukuran lebih besar daripada sebelumnya.
Memilah Baju yang Jarang Terpakai
Lemari pakaiannya sesak. Baju-baju yang sudah tidak muat lagi di badannya ia pisahkan ke dalam lemari khusus pakaian yang sudah jarang ia gunakan. Ia masih belum bisa melepas baju-baju tersebut. Karena ia berharap ia akan menggunakannya kembali ketika berat badannya menyusut. Tetapi hal tersebut masih menjadi wacana hingga saat ini.
“Ah, ternyata mungkin ini yang ada di pikiran Mas Bambang saat itu.” gumam Asih masih memandangi baju-bajunya dengan penuh perasaan kepemilikan. Ia melihat ada kaos alumni yang dulu kerap ia kenakan.
Ada pula kaos merchandise yang ia dapat dari gurunya saat ia berhasil mengikuti lomba nasional antar mahasiswa di bidang keagamaan. Baju seragam pernikahan yang hanya ia gunakan beberapa kali tidak dalam satu tahun.
Saat ini ia sadar, banyak pakaiannya yang masih sangat layak terpakai tersebut sudah tak lagi bisa ia gunakan. Jika ia menunggu dirinya tanpa ada aksi yang nyata seperti berolahraga, ia akan terjerat dan semakin sulit melepaskan pakaian-pakaian tersebut.
Pilihannya saat ini, mulai berolahraga kembali atau melepas kepemilikan dengan membagikan baju-baju yang masih layak tersebut kepada orang-orang di luar sana. Di mana mungkin tidak seberuntung dirinya. Membagikan baju kepada mereka yang mungkin hanya memiliki satu setel pakaian yang digunakan setiap hari.
Melepas Rasa Kepemilikan
Tangan Asih pun mulai mengambil dan menyortir baju-baju yang sudah jarang ia kenakan. Meski tidak mudah, namun Asih mencoba melepas rasa kepemilikan dan kenangan pada baju-baju tersebut dengan mengabadikan baju tersebut ke galeri foto gawainya.
Ia memfoto baju tersebut sebelum meletakkannya ke dalam sebuah kardus. Meski sulit, namun Asih berusaha sedikit demi sedikit karena ia sadar bahwa memberikan baju-bajunya yang sudah jarang ia kenakan akan jauh lebih bermanfaat. Di mana mereka belum tentu setiap tahun dapat membeli baju baru daripada baju tersebut harus tergeletak menjadi fosil di lemari rumahnya dan menjadi pertanggungjawaban saat hisabnya kelak di akhirat.
Jam telah menunjukkan pukul 17.30 WIB. Tidak terasa sudah dua jam ia telah mengurangi isi lemarinya. Asih pun menghentikan aktivitasnya sejenak untuk persiapan salat Maghrib sembari menunggu Mas Bambang pulang dari kantornya.
Pukul 22.00 WIB ketika toko-toko sudah tutup, Asih meminta Mas Bambang untuk menemaninya membagikan baju-bajunya kepada mereka yang membutuhkan. Di sekitar rumahnya masih banyak orang-orang yang tidur di emperan toko.
Meski jumlahnya tidak banyak, Asih pun memberikan baju tersebut kepada mereka secara acak. Mungkin mereka tahu baju tersebut bukanlah baju baru, namun bagi mereka, baju tersebut sudah seperti baju baru.
Ada rasa lega di hatinya yang mungkin lapangnya melebihi ruang kosong di lemarinya. Ya, akhirnya Asih berhasil membawa dirinya untuk tetap berupaya hidup minimalis dengan berlatih melepas kenangan dan kepemilikan pada baju-bajunya. []