• Login
  • Register
Jumat, 6 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama tentang Batas Aurat Perempuan

Ulama madzhab Hanafi membolehkan telapak kaki perempuan terbuka baik di dalam maupun di luar sembahyang

Redaksi Redaksi
05/06/2025
in Pernak-pernik
0
Batas Aurat

Batas Aurat

832
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Perbedaan interpretasi masing-masing ulama tentang batas aurat perempuan didasarkan pada beberapa hal: teks hadits, informasi atau pernyataan sahabat Nabi dan logika hukum (illat).

Dalam literatur fiqh Syafi’i, Hanafi dan Maliki, yang sering menjadi rujukan dalam memperkuat interpretasi mereka terhadap phrase ma dzahara minha adalah ucapan sahabat Nabi yaitu Ibn Abbas r.a. “kecuali muka dan kedua telapak tangan”.

Ucapan Ibn Abbas r.a. ini sering menjadi rujukan bagi para ulama yang memilih untuk mengatakan bahwa wajah dan telapak tangan perempuan adalah bukan bagian aurat.

Sementara teks hadits yang menjadi tujukan dalam mentafsiri al-Qur’an surat an-Nur ayat 31, di antaranya adalah:

“Dari Aisyah bahwa Asma bint Abu Bakr masuk ke Rasulullah Saw, dia mengenakan pakaian yang tipis, (melihat hal itu, beliau Nabi memalingkan mukanya sambil berkata: “Wahai Asmd!, sesungguhya perempuan itu kalau sudah sampai (umur) haidl (dewasa) tidak lagi pantas untuk memperlihatkan (tubuh)-nya kecuali ini dan ini”. Nabi memberi isyarat tangannya dengan menunjukkan ke muka dan telapak tangan beliau.” (HR. Abu Dawud)

Baca Juga:

Dalil Batas Aurat Perempuan

Memaknai Aurat Perempuan secara Utuh

Ragam Pendapat Ahli Fiqh tentang Aurat Perempuan

Tafsir Perintah Menutup Aurat dalam al-A’raf Ayat 31

Hadits Dha’if

Teks hadits ini menurut Abu Dawud, sang perawi hadits ini, tidaklah valid, karena sanadnya (matarantai narasumber) terputus. Perawinya, Khalid bin Durayk, tidak bertemu langsung dengan Siti Aisyah r.a. Keadaan ini menyebabkan hadits ini adalah dha’if (lemah).

Khalid sendiri, di samping tidak bertemu langsung dengan Siti Aisyah, menurut para ahli hadits, adalah orang yang tidak dikenal (majhul). Beberapa teks hadits lain yang dijadikan dasar hukum untuk menyatakan bahwa batas aurat perempuan adalah seluruh tubuhnya selain muka dan telapak tangan adalah:

Dari Aisyah r.a. bahwa Nabi Saw bersabda: “Allah tidak menerima shalat perempuan yang sudah haid kecuali dengan memakai tutup kepala.” (HR. Ibn Majah)

Teks hadits ini dinilai para ahli hadits secara berbeda. Al-Turmudzi memberinya predikat baik (hasan). Ibn Hibban menilai shahih. Sementara Imam al-Qurthubi menganggapnya mawquf, berhenti hanya sampai sahabat, tidak sampai Nabi. Bahkan Imam alHikim menganggap hadits ini bermasalah, cacat (ma’lal).

Di dalam teks ini disebutkan bahwa perempuan yang sudah haid (dewasa), yang hendak shalat diperintahkan untuk menutup kepalanya.

Penutup Kepala

Dalam bahasa Arab penutup kepala atau kerudung ini disebut khimar. Jika perintah tersebut diartikan sebagai kewajiban, maka apakah kewajiban ini berlaku bagi bagian wajah, telapak tangan dan telapak kaki?

Teks ini jelas tidak menyebutkannya secara eksplisit, tetapi ulama sepakat berpendapat bahwa wajah dan dua telapak tangan bukanlah bagian dari aurat yang wajib ia tutup ketika salat. Untuk telapak kaki, ulama berbeda pendapat. Perbedaan juga muncul dalam kasus aurat di luar shalat.

Teks hadits ini hanya bisa menjadi dasar untuk melegitimasi bahwa kepala perempuan dalam sembahyang haruslah ia tutup dengan kerudung (khimar) dan bagi mayoritas ulama, hanya untuk perempuan merdeka, bukan perempuan hamba hamba sahaya.

Hadits lain: “Dari Ummu Salamah, dia bertanya kepada Nabi Saw tentang perempuan yang sembahyang memakai baju dan kain penutup kepala, tanpa memakai sarung. Nabi bersabda: “(boleh) kalau baju itu panjang sampai menutup bagian atas dari telapak kakinya.” (HR. Abu Dawud).

Menurut sebagian ulama teks hadits ini adalah hadits shahih. Tetapi ulama madzhab Hanafi menganggap teks hadits ini lemah (dha’if).

Al-Zayla’i menyebutkan beberapa ulama hadits yang melemahkan teks hadits ini, antara lain Ibn al-Jawzi dan Abu Hatim.

Karena itu, ulama madzhab Hanafi membolehkan telapak kaki perempuan terbuka baik di dalam maupun di luar sembahyang. Padahal di dalam teks hadits ini secara eksplisit menyebutkan bahwa telapak kaki perempuan harus perempuan tutup ketika sembahyang, yang berarti telapak kaki adalah aurat. []

Sumber : Buku Jilbab dan Aurat Karya KH. Husein Muhammad 

Tags: auratbataspendapatperbedaanperempuanulama
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Wuquf Arafah

Makna Wuquf di Arafah

5 Juni 2025
Aurat

Aurat Perempuan: Antara Teks Syara’ dan Konstruksi Sosial

5 Juni 2025
Fikih Ramah Difabel

Menggali Fikih Ramah Difabel: Warisan Ulama Klasik yang Terlupakan

5 Juni 2025
Batas Aurat Perempuan

Dalil Batas Aurat Perempuan

5 Juni 2025
Aurat Perempuan

Memaknai Aurat Perempuan secara Utuh

4 Juni 2025
Batasan Aurat Perempuan

Batasan Aurat Perempuan dalam Tinjauan Madzhab Fiqh

4 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Berkurban

    Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Solusi Ramah Lingkungan untuk Pembagian Daging Kurban

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tambang Nikel Ancam Kelestarian Alam Raja Ampat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Iduladha sebagai Refleksi Gender: Kritik Asma Barlas atas Ketaatan Absolut

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 3 Solusi Ramah Lingkungan untuk Pembagian Daging Kurban
  • Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha
  • Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang
  • Makna Wuquf di Arafah
  • Iduladha sebagai Refleksi Gender: Kritik Asma Barlas atas Ketaatan Absolut

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID