Mubadalah.id – Beberapa waktu lalu, Ibuku Content Creator (ICC) bersama Mubadalah.id, KUPI, dan Ngaji KGI mengadakan kegiatan Tahsin al-Qur’an dan Kajian Ramadan Sunnah Monogami. Kajian pertama kami belajar bersama Prof. Dra. Hj. Nina Nurmala, MA. PhD tentang Norma dan Realita antara Monogami dan Poligami Minggu, 18 April 2021.
Materi kajian yang di ambil berdasarkan hasil penelitian Prof. Nina yang berjudul Renegotiating Polygamy in Indonesia Between Moeslim Discourse and Women’s Lived Expiriences yang sudah diterbitkan menjadi sebuah buku yang berjudul Women, Islam, and Everyday Life: Renegotiating Polygamy in Indonesia (London, New York: Rputledge, 2009 & 2011).
Karena terlahir dari keluarga yang hidup dalam pernikahan monogami, maka Guru Besar Ilmu Fiqh UIN Sunan Gunung Djati Bandung ini ingin mengkaji bagaimana sebenarnya kehidupan sebuah pernikahan poligami karena ada salah satu pelaku poligami yang sering beliau lihat selalu mengenalkan pada masyarakat umum dalam beberapa kesempatan bahwa poligami adalah sebuah pernikahan yang indah.
Dalam meneliti fenomena berpoligami, Prof Nina juga membaca banyak tulisan tentang poligami yang mayoritas ditulis oleh laki-laki. Ada indoktrinasi pada tulisan-tulisan tersebut tentang norma berpoligami yang mana perempuan harus menerima apabila dipoligami oleh suaminya yang dapat berlaku adil. Melihat realita ini, Prof Nina merasa ada kekosongan ilmu pengetahuan yang jarang sekali ditulis yaitu berdasarkan pengalaman perempuan yang menjalani pernikahan poligami.
Prof Nina memaparkan bahwa berdasarkan hukum fiqh, ada tiga kelompok yang menafsirkan hukum berpoligami ini yaitu kelompok pertama memperbolehkan (literal dan parsial), kelompok kedua yang memperbolehkan dengan syarat adil (literal dan parsial namun ayat yang dikutip lebih panjang), dan kelompok yang terakhir adalah yang mengharamkan (kontekstual dan comprehensive approach or double movement).
Pernikahan poligami biasanya berdasarkan ayat al-Qur’an Surah an-Nisa ayat 3 berikut di bawah ini:
وَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تُقْسِطُوْا فِى الْيَتٰمٰى فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ ۚ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ ذٰلِكَ اَدْنٰٓى اَلَّا تَعُوْلُوْاۗ – ٣
Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim.
Menariknya, setelah dikaji, ternyata kelompok yang memperbolehkan berpoligami biasanya mengutip ayat al-Qur’an Surah an-Nisa ayat 3 pada bagian ayat “fa-ankihu ma thobalakum minan-nisa-i matsna wa tsulatsa wa ruba’ “ yang artinya maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat.
Sedangkan kelompok yang kedua masih berpedoman pada surah an-Nisa ayat 3 pada bagian “fa-ankihu ma thobalakum minan-nisa-i matsna wa tsulatsa wa ruba’, fa-in khiftum alla ta’dilu fawahidatan” yang artinya maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat, tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja.
Kelompok yang kedua ini biasanya membatasi poligami dengan syarat-syarat untuk memastikan keadilan seperti pintu darurat istilah yang dipakai oleh Prof. Dr. Quraish Shihab, Kompilasi Hukum Islam, Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 yang sudah diperbarui dengan Undang-Undang Perkawinan No. 16 Tahun 2019.
Seperti yang tertulis dalam undang-undang tersebut pada pasal 4 (empat) apabila seorang suami akan beristri lebih dari seorang, makai a wajib mengajukan permohonan kepada pengadilan di daerah tempat tinggalnya dan izin tersebut dikeluarkan apabila istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri, istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Kelompok yang terakhir biasanya mengambil hukum berdasarkan al-Qur’an Surah an-Nisa ayat 129 yang berbunyi:
وَلَنْ تَسْتَطِيْعُوْٓا اَنْ تَعْدِلُوْا بَيْنَ النِّسَاۤءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلَا تَمِيْلُوْا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوْهَا كَالْمُعَلَّقَةِ ۗوَاِنْ تُصْلِحُوْا وَتَتَّقُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا – ١٢٩
Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. Bersambung. []