Mubadalah.id – Usia memang tak lagi muda, namun semangatnya untuk memperjuangkan keadilan melebihi kekuatan perempuan seumurnya bahkan dibawahnya. Ialah Bilkis Bano, perempuan 82 tahun berasal dari India. Pada tahun 2021 ini dinobatkan sebagai Persons of The Years 2021 versi Royal Islamic Strategic Studies Centre Jordan.
Bukan tanpa alasan, perjuangannya untuk menuntut kesetaraan sebagai muslim minoritas di India merupakan sejarah panjang perjuangan kemanusiaan. Dengan segala keterbatasan fisiknya yang termakan usia, Bilkis Bano mampu memobilisasi masa untuk menuntut kebijakan National Register of Citizens (NRC) dimana salah satu kebijakan terbaru yang dikeluarkan adalah Citizenship Amendement Art (CAA).
NRC mentargetkan semua warga negara India harus memiliki surat resmi kelahiran (akta kelahiran). Tanpa surat resmi kelahiran maka mereka akan diklasifikasikan sebagai warga negara tidak resmi dan tidak memiliki hak-hak kewarganegaraan. Kebijakan ini banyak ditentang oleh pribumi India, karena penduduk di wilayah pedesaan rata-rata tidak memiliki dokumen tersebut dan tidak memiliki akses untuk mengurus dokumen tersebut.
Melihat konfrontasi yang tinggi, akhirnya melalui kebijakan CAA dinyatakan bahwa seluruh penduduk yang tinggal di India diperbolehkan mengajukan kewarganegaraan India meskipun tanpa dokumentasi resmi dengan syarat bukan beragama Islam. Kebijakan ini lahir dari dominasi pemerintahan Hindu yang didukung oleh organisasi seperti Rashtriya Swayam Sevak Sangh (RSS).
Bukan kejadian pertama, pada 1925 RSS menjadi perwakilan dari suara Gandhi’s di India. Meskipun diskriminasi agama minoritas ini sempat surut, kemudian saat ini bangkit kembali. Tidak hanya tinggal diam, Bilkis Bano pada akhirnya melakukan protes di jalanan. Diawali dari daerahnya sendiri yaitu di Shaheen Baghin Delhi, ia menarik perhatian dunia dan meminta agar dunia memperhatikan nasib muslim minoritas di India yang berjuang melawan ketertindasan dari dominasi fasisme Hindu.
Gerakan ini awalnya hanya didukung oleh penduduk Muslim India, namun lama kelamaan didukung oleh seluruh agama, termasuk juga pemeluk agama Hindu. Meskipun beragama Hindu, namun tidak semua setuju dengan kebijakan fasisme Hindu yang diskriminatif terhadap agama lain. Mereka sama-sama menuntut kebebasan dan hak untuk beragama.
Gerakan yang dikoordinasi oleh Bilkis Bano ini dilakukan selama 100 hari, menentang ideologi pemerintah yang berhaluan fasisme Hindu. Diawali dari Shaheen Baghin Delhi, aksi protes ini meluas di 12 lokasi dan melibatkan jutaan peserta aksi. Aksi ini sempat dihentikan oleh pemerintah dengan alasan pandemi covid-19 yang melarang masyarakat untuk berkumpul. Selama beberapa bulan aksi tersebut memang terhenti. Bukan karena putus asa, namun karena pertimbangan kesehatan yang juga diprioritaskan oleh para demonstran.
Namun demikian Bilkis Bano dan para pendukung aksi menyatakan bahwa gerakan ini tak akan terhenti meskipun pandemi. Bahkan mereka berjanji akan semakin keras menyuarakan perjuangan kesetaraan dan kebebasan beragama di tengan fasisme Hindu.
Apapun agamanya, menjadi radikal itu berbahaya
Dari perjuangan yang dilakukan Bilkis Bano dan demonstran India, kita bisa melihat bahwa aliran radikal itu ada di setiap agama. Agama mayoritas dalam sebuah negara berpotensi untuk mengintimidasi dan mendiskriminasi penduduk minoritas dengan segala tujuan dan cara. Dalam konteks kebangsaan di India, aliran fasisme Hindu merugikan agama lain yang ada di India termasuk kepada muslim.
Pun dilakukan oleh pemeluk Hindu, nyatanya tidak semua dari mereka menyetujui tindakan fasis tersebut. Banyak dari pemeluk Hindu yang justru berada di pihak Bilkis Bano, menuntut kebebasan beragama untuk seluruh pemeluk agama di India.
Hal ini menandakan bahwa konflik antar agama tidak ada kaitannya dengan ajaran sebuah agama. Namun berkorelasi erat dengan ideologi pemeluknya. Seseorang yang benar-benar menjalankan agamanya dengan benar, tidak akan sibuk mencari kesalahan agama lain dan tidak mungkin mengusik kehidupan umat agama lain. Karena mereka fokus pada mendekatkan diri dengan Tuhan, menjalin hubungan baik dengan sesama, dan berusaha menjadi umat yang bermanfaat untuk orang lain.
Meyakini agama yang dianut sebagai kebenaran tunggal memang sebuah kewajiban. Karena disitulah letak keimanan seseorang atas agama yang dianutnya. Namun saat berinteraksi dengan umat agama lain kita juga harus menyadari bahwa umat lain juga memiliki keyakinan yang serupa atas agamanya. Maka cara terbaik adalah dengan meyakini bahwa semua agama memang mengajarkan kebaikan sesuai dengan caranya masing-masing.
Kita bisa membayangkan bagaimana perjuangan dan penindasan yang dirasakan oleh Bilkis Bano dan pemeluk agama non Hindu di India. Jangankan untuk dapat beribadah, kewarganegaraannya pun terancam dicabut hanya karena mereka beragama Islam. Semoga perjuangan yang dilakukan Bilkis Bano untuk kebebasan beragama di India segera terealisasi. Dan semoga gerakan fasisme Hindu semakin hilang dari India.
Hal ini menjadi pelajaran besar bagi Indonesia sebagai penduduk muslim mayoritas. Agar tidak melakukan tindakan semena-mena terhadap agama lain di Indonesia. Jangan sampai agama minoritas di Indonesia merasakan diskriminasi sebagaimana minoritas muslim di negara lain. Kembali kepada ajaran utama bahwa kita semua adalah manusia yang harus dimanusiakan dan memanusiakan orang lain. Karena sesungguhnya inti dari ajaran semua agama adalah tentang kemanusisan. []