• Login
  • Register
Minggu, 1 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Figur

Mengenal Bilkis Bano, dan Perjuangannya untuk Keadilan

Bilkis Bano, perempuan 82 tahun berasal dari India. Pada tahun 2021 ini dinobatkan sebagai Persons of The Years 2021 versi Royal Islamic Strategic Studies Centre Jordan

Lutfiana Dwi Mayasari Lutfiana Dwi Mayasari
21/11/2021
in Figur, Rekomendasi
0
Disabilitas

Disabilitas

48
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Usia memang tak lagi muda, namun semangatnya untuk memperjuangkan keadilan melebihi kekuatan perempuan seumurnya bahkan dibawahnya. Ialah Bilkis Bano, perempuan 82 tahun berasal dari India. Pada tahun 2021 ini dinobatkan sebagai Persons of The Years 2021 versi Royal Islamic Strategic Studies Centre Jordan.

Bukan tanpa alasan, perjuangannya untuk menuntut kesetaraan sebagai muslim minoritas di India merupakan sejarah panjang perjuangan kemanusiaan. Dengan segala keterbatasan fisiknya yang termakan usia, Bilkis Bano mampu memobilisasi masa untuk menuntut kebijakan National Register of Citizens (NRC) dimana salah satu kebijakan terbaru yang dikeluarkan adalah Citizenship Amendement Art (CAA).

NRC mentargetkan semua warga negara India harus memiliki surat resmi kelahiran (akta kelahiran). Tanpa surat resmi kelahiran maka mereka akan diklasifikasikan sebagai warga negara tidak resmi dan tidak memiliki hak-hak kewarganegaraan. Kebijakan ini banyak ditentang oleh pribumi India, karena penduduk di wilayah pedesaan rata-rata tidak memiliki dokumen tersebut dan tidak memiliki akses untuk mengurus dokumen tersebut.

Melihat konfrontasi yang tinggi, akhirnya melalui kebijakan CAA dinyatakan bahwa seluruh penduduk yang tinggal di India diperbolehkan mengajukan kewarganegaraan India meskipun tanpa dokumentasi resmi dengan syarat bukan beragama Islam. Kebijakan ini lahir dari dominasi pemerintahan Hindu yang didukung oleh organisasi seperti Rashtriya Swayam Sevak Sangh (RSS).

Bukan kejadian pertama, pada 1925 RSS menjadi perwakilan dari suara Gandhi’s di India. Meskipun diskriminasi agama minoritas ini sempat surut, kemudian saat ini bangkit kembali. Tidak hanya tinggal diam, Bilkis Bano pada akhirnya melakukan protes di jalanan. Diawali dari daerahnya sendiri yaitu di Shaheen Baghin Delhi, ia menarik perhatian dunia dan meminta agar dunia memperhatikan nasib muslim minoritas di India yang berjuang melawan ketertindasan dari dominasi fasisme Hindu.

Baca Juga:

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

Film Bhakshak: Bicara Eksploitasi Anak dan Keberanian Jurnalis

Kisah Perempuan Beracun dari India

Nietzsche dan Perempuan

Gerakan ini awalnya hanya didukung oleh penduduk Muslim India, namun lama kelamaan didukung oleh seluruh agama, termasuk juga pemeluk agama Hindu. Meskipun beragama Hindu, namun tidak semua setuju dengan kebijakan fasisme Hindu yang diskriminatif terhadap agama lain. Mereka sama-sama menuntut kebebasan dan hak untuk beragama.

Gerakan yang dikoordinasi oleh Bilkis Bano ini dilakukan selama 100 hari, menentang ideologi pemerintah yang berhaluan fasisme Hindu. Diawali dari Shaheen Baghin Delhi, aksi protes ini meluas di 12 lokasi dan melibatkan jutaan peserta aksi. Aksi ini sempat dihentikan oleh pemerintah dengan alasan pandemi covid-19 yang melarang masyarakat untuk berkumpul. Selama beberapa bulan aksi tersebut memang terhenti. Bukan karena putus asa, namun karena pertimbangan kesehatan yang juga diprioritaskan oleh para demonstran.

Namun demikian Bilkis Bano dan para pendukung aksi menyatakan bahwa gerakan ini tak akan terhenti meskipun pandemi. Bahkan mereka berjanji akan semakin keras menyuarakan perjuangan kesetaraan dan kebebasan beragama di tengan fasisme Hindu.

Apapun agamanya, menjadi radikal itu berbahaya

Dari perjuangan yang dilakukan Bilkis Bano dan demonstran India, kita bisa melihat bahwa aliran radikal itu ada di setiap agama. Agama mayoritas dalam sebuah negara berpotensi untuk mengintimidasi dan mendiskriminasi penduduk minoritas dengan segala tujuan dan cara. Dalam konteks kebangsaan di India, aliran fasisme Hindu merugikan agama lain yang ada di India termasuk kepada muslim.

Pun dilakukan oleh pemeluk Hindu, nyatanya tidak semua dari mereka menyetujui tindakan fasis tersebut. Banyak dari pemeluk Hindu yang justru berada di pihak Bilkis Bano, menuntut kebebasan beragama untuk seluruh pemeluk agama di India.

Hal ini menandakan bahwa konflik antar agama tidak ada kaitannya dengan ajaran sebuah agama. Namun berkorelasi erat dengan ideologi pemeluknya. Seseorang yang benar-benar menjalankan agamanya dengan benar, tidak akan sibuk mencari kesalahan agama lain dan tidak mungkin mengusik kehidupan umat agama lain. Karena mereka fokus pada mendekatkan diri dengan Tuhan, menjalin hubungan baik dengan sesama, dan berusaha menjadi umat yang bermanfaat untuk orang lain.

Meyakini agama yang dianut sebagai kebenaran tunggal memang sebuah kewajiban. Karena disitulah letak keimanan seseorang atas agama yang dianutnya. Namun saat berinteraksi dengan umat agama lain kita juga harus menyadari bahwa umat lain juga memiliki keyakinan yang serupa atas agamanya. Maka cara  terbaik adalah dengan meyakini bahwa semua agama memang mengajarkan kebaikan sesuai dengan caranya masing-masing.

Kita bisa membayangkan bagaimana perjuangan dan penindasan yang dirasakan oleh Bilkis Bano dan pemeluk agama non Hindu di India. Jangankan untuk dapat beribadah, kewarganegaraannya  pun terancam dicabut hanya karena mereka beragama Islam. Semoga perjuangan yang dilakukan Bilkis Bano untuk kebebasan beragama di India segera terealisasi. Dan semoga gerakan fasisme Hindu semakin hilang dari India.

Hal ini menjadi pelajaran besar bagi Indonesia sebagai penduduk muslim mayoritas. Agar tidak melakukan tindakan semena-mena terhadap agama lain di Indonesia. Jangan sampai agama minoritas di Indonesia merasakan diskriminasi sebagaimana minoritas muslim di negara lain. Kembali kepada ajaran utama bahwa kita semua adalah manusia yang harus dimanusiakan dan memanusiakan orang lain. Karena sesungguhnya inti dari ajaran semua agama adalah tentang kemanusisan. []

 

Tags: Bilkis BanoFasismeIndiatokoh perempuan
Lutfiana Dwi Mayasari

Lutfiana Dwi Mayasari

Dosen IAIN Ponorogo. Berminat di Kajian Hukum, Gender dan Perdamaian

Terkait Posts

Ketuhanan

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

1 Juni 2025
Disabilitas dan Seni

Kreativitas tanpa Batas: Disabilitas dan Seni

31 Mei 2025
Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Menilik Peran KUPI Muda dalam Momen Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

30 Mei 2025
Al-Ḥayā’

Menafsir Ulang Ajaran Al-Ḥayā’ di Tengah Maraknya Pelecehan Seksual

29 Mei 2025
Merariq Kodek

Merariq Kodek: Ketika Pernikahan Anak Jadi Viral dan Dinormalisasi

28 Mei 2025
Kafa'ah yang Mubadalah

Kafa’ah yang Mubadalah: Menemukan Kesepadanan dalam Moral Pasutri yang Islami

27 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • IUD

    Bagaimana Hukum Dokter Laki-laki Memasangkan Kontrasepsi IUD?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tren Mode Rambut Sukainah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pengalaman Kemanusiaan Perempuan dalam Film Cocote Tonggo

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila
  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)
  • Tren Mode Rambut Sukainah
  • Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID