Sosok kuntilanak selanjutnya menjadi simbol penindasan perempuan oleh kekerasan. Ia melakukan balas dendam terhadap para pelaku yang telah menyiksa dirinya. Bahkan mengganggu para lelaki lain yang juga melakukan hal buruk terhadap perempuan lain.
Mubadalah.id – Apa yang pertama kali kamu pikirkan ketika membaca kata “kuntilanak”? Apakah sebagai sosok hantu yang menakutkan, suka mengganggu, atau suaranya yang khas membuat tubuh merinding dan bulu kuduk berdiri semua?
Yap, banyak orang-orang yang selalu mengasumsikan, memikirkan, dan membayangkan kuntilanak sebagai sosok yang begitu buruk. Bukan masalah, karena hal ini juga berdasarkan data yang ada. Sebuah pengalaman obyektif, apalagi saat menonton film atau sekedar mengetik namanya di kolom search Google.
Bahkan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) sendiri telah menambahkan definisi kata kuntilanak sebagai hantu yang konon berkelamin perempuan, suka mengambil anak kecil atau mengganggu wanita yang baru saja melahirkan.
Tapi, ternyata kuntilanak juga tidak seburuk itu. Bukan masalah wajah atau tertawanya yang menggelitik, tapi nilai kehidupannya. Barangkali ini sering terabaikan, atau bahkan tidak pernah terpikirkan.
Namun siapa sangka bahwa di balik sosok kuntilanak yang selalu menjadi momok, ternyata ia bisa disebut sebagai seorang tokoh dengan jalan kehidupan begitu pelik, bahkan setelah kematiannya.
Banyak berbagai versi berbeda yang menggambarkan kisah-kisah sejarah kuntilanak. Ada yang berangkat dari pesugihan, penyembahan, atau melalui peristiwa pembunuhan.
Barangkali masih ada model cerita yang lain juga. Dan tentu semua versi tidak akan cukup jika harus saya jelaskan semuanya di sini. Sehingga salah satunya mungkin cukup untuk mewakili cerita di balik sosok seorang kuntilanak yang selalu menakutkan ini.
Kisah Kuntilanak
Salah satu kisah kuntilanak dari perbagai adaptasi film terkait berawal dari peristiwa tragis sebuah pasangan suami istri. Ketika segerombol perampok datang ke sebuah rumah. Mereka melakukan perampokan, memperkosa sang istri, dan membunuh keduanya (red. suami istri).
Setelah kematian itu akhirnya arwah sang perempuan tidak tenang. Pengalaman sebagai korban kekerasan seksual dan pembunuhan membuat ia membalaskan dendamnya melalui bentuk hantu yang menakutkan. Sebut saja namanya “Kuntilanak”.
Sosok kuntilanak selanjutnya menjadi simbol penindasan perempuan oleh kekerasan. Ia melakukan balas dendam terhadap para pelaku yang telah menyiksa dirinya. Bahkan mengganggu para lelaki lain yang juga melakukan hal buruk terhadap perempuan lain.
Ini turut menjadi bentuk kebangkitan, bahwa sosok kuntilanak yang telah ditindas habis semasa hidupnya. Baik oleh kekerasan rumah tangga dan perkosaan, tidak sekedar menerima nasib dan menyerah begitu saja.
Sayangnya nasib sosok kuntilanak tidak semulus itu. Meskipun memiliki kekuatan sebagai hantu yang terkesan horor, konstruksi masyarakat kembali memerkosa substansinya sebagai seorang perempuan yang menakutkan. Penggambaran sosoknya sebagai seseorang berwajah buruk rupa, memiliki kuku-kuku yang panjang dan runcing, serta pakaian pakaian lusuh yang menutupi tubuhnya.
Sehingga masyarakat menyingkirkan, memojokkan, dan mengusirnya tanpa diberi tempat dimanapun itu. Lantas kemudian orang-orang menyebutnya sebagai sosok hantu yang jahat, dan suka merusak ketenteraman kehidupan masyarakat.
Lagi-lagi kuntilanak mengalami kesakitan yang berlipat ganda. Perkosaan berlapis-lapis telah menimpa hidupnya. Saat masih hidup, orang-orang yang tidak bertanggung jawab telah memperkosa dan menodainya, dan setelah meninggal ia masih harus mendapatkan hujatan tanpa henti.
Trauma Berkepanjangan
Trauma berkepanjangan sosok kuntilanak hingga tidak bisa tenang atas kematiannya merepresentasikan perasaan seluruh perempuan korban kekerasan seksual lainnya. Rasa takut terus menghantuinya, ingatan akan rasa sakit, dan segala paksaan yang telah membawa pengalaman buruk hingga akhir hayat.
Dan ia juga, sebagaimana perempuan korban kekerasan seksual lainnya. Sama-sama tengah mencari keadilan di tengah nilai dan norma yang tidak pernah memperdulikan rasa sakitnya, kerugiannya, dan kekerasan yang ia alami.
Sosok kuntilanak begitu lekat dengan perjuangan tiap-tiap orang yang pernah mengalami kekerasan seksual, dan ingin bangkit dari keterpurukannya. Walaupun tidak bisa lagi menyebutnya sebagai manusia yang memiliki tubuh fisik murni.
Namun pengalaman-pengalaman pahit yang telah ia lewati selama hidup, setelah mati, dan sampai sekarang telah menggambarkan bahwa pengorbanan untuk membunuh kejahatan – apalagi kekerasan seksual seperti yang ia alami – tidak memiliki akhir cerita.
Bukankah akhirnya cara pandangmu akan kuntilanak sekarang berbeda?
Ya walaupun tidak menutup kemungkinan masih takut jika menemuinya di sudut-sudut ruang kosong. Setidaknya sekarang kita sama-sama memahami, bahwa sosok kuntilanak begitu keren, dan nilai yang ia bawa begitu dalam.
Kuntilanak adalah gambaran dari korban-korban kekerasan seksual di luar sana. Penggambarannya melalui kebangkitan arwah setelah mati. Seakan perlakuan orang-orang yang tidak bertanggung jawab telah membuatnya trauma berkepanjangan, bahkan ketika ia telah kehilangan nyawa.
Dan sosoknya sendiri merupakan sebuah simbol yang mewakili rasa sakit banyak perempuan di tengah lini masyarakat. Dari nasibnya, tubuhnya, dan konstruksi masyarakat akan nama dan penampakannya, tetap membuat sosok kuntilanak tegar dan tidak berhenti berjuang meskipun tanpa dukungan siapapun.
Gambaran sosok kuntilanak turut membawakan pesan yang begitu dalam. Dengan keberanian suaranya, tindakannya, dan bagaimana ia merebut apa-apa yang telah manusia renggut tanpa tanggung jawab, telah menjadi sebuah petunjuk bahwa menyerah pada takdir kerusakan bukanlah solusi yang harus ia terima sampai mati.
Lebih dari itu, perlu usaha yang kontinu untuk terus bangkit dari keterpurukan meski harus jatuh berkali-kali. []