Mubadalah.id – Pengasuh Pondok Pesantren Dar Al-Fikr Cirebon, KH. Husein Muhammad menjelaskan bahwa ada banyak hal yang menarik sekaligus pandangan-pandangan Sayyidah Sukainah yang progresif sekaligus kontroversial.
Salah satunya adalah saat menikah, Sayyidah Sukainah meminta dibuatkan perjanjian pra-nikah yang harus ditandatangani calon suaminya. Beberapa bunyi perjanjian itu adalah :
١. الا يمس امراة سواها
٢. الا يحول بينها وبين مالها شيء
٣. الا يمنعها الخروج ان تريده
1. Tidak boleh mengambil perempuan lain. (Tidak boleh poligami)
2. Tidak boleh ada rahasia dalam hal keuangan. (Keuangan harus terbuka)
3. Tidak boleh melarang keluar untuk beraktivitas di luar rumah jika dirinya menghendaki.
Jika salah satu syarat ini dilanggar, maka dia bebas untuk menentukan pilihan gugat cerai atau melanjutkan.
Dalam perjalanan berumah tangga itu, menurut Buya Husein, konon suaminya itu (Zaid bin Umar al-Utsmani) melanggar butir nomor 1. Suaminya mengambil perempuan lain dan berhubungan intim dengan perempuan itu. Sayyidah Sukainah mengajukan gugat cerai.
Hakim menyampaikan, sebagaimana kata Nabi Saw : “penggugat harus menunjukkan bukti, dan jika tergugat mengingkari, dia harus bersumpah”.
Ini berarti Sayyidah Sukainah harus membuktikan hubungan intim suaminya dengan perempuan lain itu dan Zaid bin Umar harus bersumpah jika menolak.
Saat hakim menanyakan kepada Sayyidah Sukainah, ia menatap suaminya dan mengatakan :
يا أبا عثمان، تزود منى بنظرة فلن ترانى والله بعد الليلة أبدا
Artinya : “Hai Abu Utsman, pandangilah aku sekali lagi dan sesudah malam, demi Allah, kamu tak akan lagi boleh melihat aku selamanya”.
والقاضى صامت لا يتكلم….
Artinya : “Dan hakim membisu seribu basa”.
Lalu, suaminya menceraikannya. (Rul)