Minggu, 14 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Dialog Publik KUPI

    Dialog Publik KUPI: Dari Capaian hingga Tantangan Gerakan Keulamaan Perempuan

    Keulamaan Perempuan pada

    Prof. Euis: Kajian Keulamaan Perempuan Tak Cukup Berhenti pada Glorifikasi

    Digital KUPI

    Ahmad Nuril Huda: Nilai Komunitas Digital KUPI Belum Menyaingi Kelompok Konservatif

    Pemulihan Ekologi

    Nissa Wargadipura Tekankan Pemulihan Ekologi Berbasis Aksi Nyata

    ulama perempuan

    Menyulam Arah Gerakan Ulama Perempuan dari Yogyakarta

    Data Pengalaman Perempuan

    Nyai Badriyah: KUPI Menegakkan Otoritas Keagamaan Berbasis Data dan Pengalaman Perempuan

    Halaqah Kubra 2025

    Halaqah Kubra 2025 Jadi Titik Konsolidasi Baru Gerakan Ulama Perempuan

    Halaqah Kubra

    Rektor UIN Sunan Kalijaga Apresiasi KUPI Pilih Kampus sebagai Mitra Penyelenggara Halaqah Kubra

    Halaqah Kubra di UIN

    KUPI Gelar Halaqah Kubra, Rektor UIN Sunan Kalijaga Soroti Data Partisipasi Perempuan di Dunia Islam

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Bencana Alam

    Bencana Alam, Panggung Sandiwara, dan Kesadaran Masyarakat Modern

    Hak Bekerja

    Hak Bekerja: Mewujudkan Dunia Kerja yang Inklusif bagi Disabilitas

    Bencana Alam

    Al-Qur’an dan Peringatan Bencana Alam

    Berbagi

    Berbagi dalam Spiritualitas Keheningan dan Kasih

    Ekologi

    Mereka yang Menjaga Alam, Namun Menjadi Korban: Potret Perempuan di Tengah Krisis Ekologi

    Madrasah Creator KUPI

    Nanti Kita Cerita Tentang Madrasah Creator KUPI dan Halaqah Kubra KUPI

    krisis Laut

    Krisis Ekosistem Laut: Dari Terumbu Karang Rusak hingga Ancaman Mikroplastik

    Laras Faizati

    Laras Faizati: Ancaman Kebebasan terhadap Suara Perempuan

    Haramain

    Haramain dan Wacana Gender: Menimbang Batasan, Akses, dan Partisipasi

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Dialog Publik KUPI

    Dialog Publik KUPI: Dari Capaian hingga Tantangan Gerakan Keulamaan Perempuan

    Keulamaan Perempuan pada

    Prof. Euis: Kajian Keulamaan Perempuan Tak Cukup Berhenti pada Glorifikasi

    Digital KUPI

    Ahmad Nuril Huda: Nilai Komunitas Digital KUPI Belum Menyaingi Kelompok Konservatif

    Pemulihan Ekologi

    Nissa Wargadipura Tekankan Pemulihan Ekologi Berbasis Aksi Nyata

    ulama perempuan

    Menyulam Arah Gerakan Ulama Perempuan dari Yogyakarta

    Data Pengalaman Perempuan

    Nyai Badriyah: KUPI Menegakkan Otoritas Keagamaan Berbasis Data dan Pengalaman Perempuan

    Halaqah Kubra 2025

    Halaqah Kubra 2025 Jadi Titik Konsolidasi Baru Gerakan Ulama Perempuan

    Halaqah Kubra

    Rektor UIN Sunan Kalijaga Apresiasi KUPI Pilih Kampus sebagai Mitra Penyelenggara Halaqah Kubra

    Halaqah Kubra di UIN

    KUPI Gelar Halaqah Kubra, Rektor UIN Sunan Kalijaga Soroti Data Partisipasi Perempuan di Dunia Islam

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Bencana Alam

    Bencana Alam, Panggung Sandiwara, dan Kesadaran Masyarakat Modern

    Hak Bekerja

    Hak Bekerja: Mewujudkan Dunia Kerja yang Inklusif bagi Disabilitas

    Bencana Alam

    Al-Qur’an dan Peringatan Bencana Alam

    Berbagi

    Berbagi dalam Spiritualitas Keheningan dan Kasih

    Ekologi

    Mereka yang Menjaga Alam, Namun Menjadi Korban: Potret Perempuan di Tengah Krisis Ekologi

    Madrasah Creator KUPI

    Nanti Kita Cerita Tentang Madrasah Creator KUPI dan Halaqah Kubra KUPI

    krisis Laut

    Krisis Ekosistem Laut: Dari Terumbu Karang Rusak hingga Ancaman Mikroplastik

    Laras Faizati

    Laras Faizati: Ancaman Kebebasan terhadap Suara Perempuan

    Haramain

    Haramain dan Wacana Gender: Menimbang Batasan, Akses, dan Partisipasi

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Mengenal Toxic Masculinity; Jangan Sampai Kamu Menjadi Pelakunya!

Toxic masculinity memang ada dan seringkali mengaburkan realitas sosial yang seharusnya. Bukan hanya laki-laki yang terkena dampaknya, tetapi perempuan bahkan masyarakat secara umum juga ikut merasakan

Siti Nisrofah Siti Nisrofah
2 Desember 2022
in Personal
0
Toxic Masculinity

Toxic Masculinity

607
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pernahkan kalian mendengar kalimat “Cowok kok lemah”? Jika jawabannya iya maka lingkunganmu terindikasi toxic masculinity. Untuk sebagian orang, istilah tersebut mungkin masih terdengar asing, akan tetapi tanpa sadar masyarakat kita sering terjebak dengan toxic masculinity. Apakah kalian salah satu pelakunya? Mari mengenal lebih jauh dengan istilah asing tersebut.

Toxic masculinity merupakan suatu tekanan yang dibebankan kepada kaum lelaki untuk bisa melakukan atau mempunyai suatu kepribadian tertentu. Kepribadian tersebut sangat lekat dengan istilah yang kita kenal dengan sifat-sifat maskulin. Maskulinitas itu bagus, hanya saja jika berlebihan hingga menjadi standar sosial maka akan menjadi toxic atau racun.

Beberapa contoh dari maskulinitas seperti keberanian, ketangkasan, ketegasan, kekuasaan, kekuatan, kekerasan, dan lain sebagainya. Sifat-sifat tersebut sangat berbanding terbalik dengan feminitas yang sering sandarkan pada kaum perempuan.

Popularitas toxic masculinity di masayarakat kita, mengatakan bahwa laki-laki tidak boleh menampilkan sisi lembutnya apalagi menangis. Konstruk sosial menganggap bahwa menangis hanya boleh dilakukan perempuan sehingga jika ada lelaki yang menangis maka anggapannya ia lemah. Aah, keras sekali dunia ini! Untuk mengungkapkan emosi lahiriah saja konsekuensinya sangat berat, iya mereka langsung dianggap makhluk yang paling lemah di muka bumi yang fana ini.

Laki-laki Dituntut Menjadi Superior

Secara alami, manusia memiliki hormon stres berupa oksitosin dan opioid endogen (hormon endorfin) yang harus kita lepaskan melalui air mata menangis. Bayangkan saja, betapa tersiksanya laki-laki yang tidak bisa meluruhkan hormon tersebut untuk meringankan stresnya melalui menangis karena takut dianggap cengeng dan lemah.

Emosi yang tidak bisa kita ungkapkan dengan semestinya maka akan berdampak buruk bagi kesehatan mental seseorang. Tentunya hal tersebut sangat tidak sehat bagi pertumbuhan seseorang yang pastinya akan berdampak pada perilaku yang mengarah pada hal negatif.

Hemat saya, laki-laki yang tidak mampu mengungkapkan emosinya secara natural akan membuatnya memilih untuk memendam daripada meminta pertolongan bahkan depresi dan trauma psikologis yang bisa berakhir bunuh diri.

Selain tidak boleh menangis, toxic masculinity menuntut laki-laki untuk kuat dan berkuasa. Singkatnya, laki-laki harus menjadi tokoh yang superior dan mendominasi semua aspek kehidupan. Fenomena tersebut akan sangat menakutkan bagi laki-laki yang tidak bisa memenuhinya. Harus kita sadari bersama bahwa tidak semua laki-laki terlahir dengan kondisi fisik dan psikis yang kuat sesuai dengan standar di masayarakat.

Dampak Toxic Maskulinity

Selain untuk diri laki-laki itu sendiri, dampak toxic masculinity juga terasa oleh perempuan maupun masyarakat pada umumnya. Pertama, karena emosi laki-laki yang tidak boleh terungkapkan secara alami dalam hal ini adalah menangis, maka alternatif yang ia gunakan adalah ekspresi marah bahkan berujung pada perilaku kekerasan. Orang-orang di sekitarnya sudah otomatis menjadi sasaran akan kemarahan dan tindak kekerasannya.

Kedua, konstruk sosial yang mengatakan bahwa laki-laki tidak boleh lemah akan membuatnya melakukan apapun agar identitasnya terakui kuat oleh masyarakat. Karenanya, laki-laki seringkali menganggap bahwa urusan rumah tangga seperti menyapu, memasak, mencuci adalah kodrat perempuan. Jika laki-laki mengerjakan perkara domestik ia akan dianggap tunduk dengan perempuan yang menurunkan harkat dan martabatnya sebagai laki-laki. Tidak menutup kemungkinan, hal tersebut menjadi salah satu faktor terjadinya kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan di dalam keluarga.

Mari kita renungkan bersama, selama ini apakah kita menjadi pelaku dalam toxic masculinity di masyarakat? Jawab saja di dalam hati masing-masing. Masih belum terlambat untuk kita mengurangi problem sosial tersebut. Mulailah dari diri kita sendiri yang kemudian ditularkan kepada keluarga bahkan masyarakat secara luas.

Ajarkan Anak Nilai Kesetaraan

Tanamkan nilai-nilai kesetaraan gender di lingkungan sosial sedini mungkin. Ajarkan anak-anak kita untuk mengungkapkan emosinya secara benar tanpa memandang jenis kelaminnya. Jika memang kita perlukan untuk menangis, menangislah! Karena air mata tidak mengenal jenis kelamin laki-laki maupun perempuan.

Jika hal itu memang terasa sulit, berilah ia kartu emosi. Biarkan mereka memilih kartu sesuai dengan emosi yang sedang ia rasakan. Kemudian tuntunlah ia untuk berani mengungkapkan ekspresi yang sedang terjadi. Pada intinya, jangan biarkan anak-anak kita tumbuh tanpa mengenal jati diri.

Dalam konteks keadilan gender dikenal istilah mubadalah yaitu kesalingan. Artinya, dalam ruang domestik maupun publik laki-laki dan perempuan memiliki tugas sosial yang sama. Oleh karena itu, berlaku bijaklah tanpa mendominasi peran apapun.

Stereotip kuat yang sudah kadung melekat pada laki-laki bukan menjadi alasan untuk memandang sebelah mata kaum perempuan. Bertukar peran dan saling menolong akan mengurangi stigma tersebut. Dalam lingkungan keluarga harus ada pembagian peran secara adil yang mana laki-laki maupun perempuan bisa mendapatkan hak dan melakukan kewajibannya secara imbang.

Pentingnya Pendidikan Gender dalam Keluarga

Pendidikan gender dalam keluarga harus tuntas terlebih dahulu. Misalnya, laki-laki mencuci kemudian perempuan menjemur, laki-laki menyapu kemudian perempuan mengepel lantai, laki-laki belanja ke pasar kemudian perempuan memasak, atau bisa sebaliknya. Pembagian peran tersebut akan menjadi pijakan pertama dalam konteks keadilan gender bahwa tugas keluarga adalah tanggung jawab bersama.

Sesuatu yang awalnya baik jika berlebihan dan tidak sesuai kebutuhan akan berubah menjadi racun. Begitupula maskulinitas yang sudah menjadi toxic akan merugikan laki-laki maupun perempuan. Sifat-sifat maskulin bisa kita pertukarkan, bukan hanya mutlak milik laki-laki.

Toxic masculinity dapat mengakibatkan gangguan kesehatan mental bagi laki-laki dan merugikan perempuan yang seringkali menjadi objek kekerasan seksual. Tidak mudah memang untuk merubah stigma yang sudah melekat dan menjadi budaya di lingkungan masyarakat.

Akan tetapi, mulailah dari diri sendiri, skala kecil keluarga yang akhirnya bisa secara menyeluruh di masyarakat. Berilah edukasi kepada anak-anak kita tentang konsep keadilan gender sedini mungkin. Ciptakan lingkungan yang sehat untuk meminimalisir terjadinya toxic masculinity. []

Tags: Cegah Kekerasan SeksualKekerasan Berbasis GenderperempuanRelasiSelf Lovetoxic masculinity
Siti Nisrofah

Siti Nisrofah

Hanya orang biasa :')

Terkait Posts

Keulamaan Perempuan pada
Aktual

Prof. Euis: Kajian Keulamaan Perempuan Tak Cukup Berhenti pada Glorifikasi

13 Desember 2025
Film Gowok
Film

Film Gowok: Ketika Kebencian Menghancurkan Rasa Kemanusiaan

13 Desember 2025
Halaqah Kubra di UIN
Aktual

KUPI Gelar Halaqah Kubra, Rektor UIN Sunan Kalijaga Soroti Data Partisipasi Perempuan di Dunia Islam

12 Desember 2025
Ekologi
Publik

Mereka yang Menjaga Alam, Namun Menjadi Korban: Potret Perempuan di Tengah Krisis Ekologi

12 Desember 2025
Pemberitaan
Aktual

Media dan Bias dalam Pemberitaan Kekerasan terhadap Perempuan

11 Desember 2025
Media yang
Aktual

Aida Nafisah: Literasi Media Berperspektif Perempuan, Kunci Menghentikan Kekerasan yang Dinormalisasi

10 Desember 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bencana Alam

    Bencana Alam, Panggung Sandiwara, dan Kesadaran Masyarakat Modern

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Prof. Euis: Kajian Keulamaan Perempuan Tak Cukup Berhenti pada Glorifikasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nissa Wargadipura Tekankan Pemulihan Ekologi Berbasis Aksi Nyata

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hak Bekerja: Mewujudkan Dunia Kerja yang Inklusif bagi Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Al-Qur’an dan Peringatan Bencana Alam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Dialog Publik KUPI: Dari Capaian hingga Tantangan Gerakan Keulamaan Perempuan
  • Prof. Euis: Kajian Keulamaan Perempuan Tak Cukup Berhenti pada Glorifikasi
  • Bencana Alam, Panggung Sandiwara, dan Kesadaran Masyarakat Modern
  • Ahmad Nuril Huda: Nilai Komunitas Digital KUPI Belum Menyaingi Kelompok Konservatif
  • Hak Bekerja: Mewujudkan Dunia Kerja yang Inklusif bagi Disabilitas

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID