Minggu, 21 September 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Kampanye Inklusivitas

    Inklusivitas di Era Digital: Strategi Baru Kampanye di Media Sosial

    Tempat Ibadah Ramah Disabilitas

    Rektor ISIF Dorong Gerakan Tempat Ibadah Ramah Disabilitas dalam MISI ke-10

    Amal Maulid KUPI

    Amal Maulid KUPI dan Majelis Taklim di Yogyakarta Gelar Santunan untuk 120 Perempuan

    Pengaburan Femisida

    Di Balik Topeng Penyesalan: Narasi Tunggal Pelaku dan Pengaburan Femisida

    Bincang Syariah Goes to Campus

    Kemenag Gelar Blissful Mawlid “Bincang Syariah Goes to Campus” Ajak Generasi Muda Rawat Bumi

    Ulama Perempuan KUPI

    Doa, Seruan Moral, dan Harapan Ulama Perempuan KUPI untuk Indonesia

    Ulama Perempuan KUPI yang

    Nyai Badriyah Fayumi: Maklumat Ulama Perempuan KUPI untuk Menyelamatkan Indonesia

    Ekoteologi

    Forum Rektor Bersama Gusdurian Dorong Ekoteologi Kampus

    Tuntutan 17+8

    Kamala Chandrakirana: Demokrasi Indonesia Hadapi “Krisis dalam Krisis”

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    ABK

    Ketika Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Masih Tersisihkan dari Sekolah

    Sushila Karki

    Sushila Karki, Perempuan yang Dipilih Gen Z Nepal

    Qobiltu Nikaahaa

    Ketika Hidup Berubah dengan Satu Kalimat: Refleksi Qobiltu Nikaahaa

    Difabel dan Kesehatan Mental

    Difabel dan Kesehatan Mental

    Pernikahan Anak

    Mari Akhiri Pernikahan Anak di Lingkungan Kita

    Santri Era Digital

    Santri di Era Digital: Mengapa Dakwah Harus Hadir di Media Sosial?

    Imajinasi

    Urgensi Imajinasi dan Identitas Manusia Demi Keseimbangan Peradaban

    Living Together

    Jangan Pernah Normalisasi Living Together

    Takut Bicara

    Taklukkan Takut Bicara di Depan Umum: Dari Ketakutan Menjadi Kekuatan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Pernikahan

    Menjadikan Pernikahan sebagai Ladang Ibadah

    Ekofeminisme Spiritual

    Meneladani Ajaran Cinta Nabi dalam Pelestarian Alam: Perspektif Ekofeminisme Spiritual

    Jilbab

    Seksualitas Perempuan dan Problem Jilbab

    Aurat

    Perbedaan Batasan Aurat Menurut Al-Qur’an

    Konteks Sosial yang

    Batas Aurat Ditentukan oleh Konteks Sosial dan Budaya

    Aurat

    Batas Aurat Perempuan dalam Islam: Ragam Tafsir dan Konteks Sosialnya

    Seksualitas Perempuan dalam

    Aurat dan Fitnah: Pergulatan Tafsir Seksualitas Perempuan dalam Islam

    Perempuan di Ruang Publik

    Perempuan di Ruang Publik Menurut Islam

    Menjaga Bumi

    Maulid Nabi dan Kewajiban Menjaga Bumi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Kampanye Inklusivitas

    Inklusivitas di Era Digital: Strategi Baru Kampanye di Media Sosial

    Tempat Ibadah Ramah Disabilitas

    Rektor ISIF Dorong Gerakan Tempat Ibadah Ramah Disabilitas dalam MISI ke-10

    Amal Maulid KUPI

    Amal Maulid KUPI dan Majelis Taklim di Yogyakarta Gelar Santunan untuk 120 Perempuan

    Pengaburan Femisida

    Di Balik Topeng Penyesalan: Narasi Tunggal Pelaku dan Pengaburan Femisida

    Bincang Syariah Goes to Campus

    Kemenag Gelar Blissful Mawlid “Bincang Syariah Goes to Campus” Ajak Generasi Muda Rawat Bumi

    Ulama Perempuan KUPI

    Doa, Seruan Moral, dan Harapan Ulama Perempuan KUPI untuk Indonesia

    Ulama Perempuan KUPI yang

    Nyai Badriyah Fayumi: Maklumat Ulama Perempuan KUPI untuk Menyelamatkan Indonesia

    Ekoteologi

    Forum Rektor Bersama Gusdurian Dorong Ekoteologi Kampus

    Tuntutan 17+8

    Kamala Chandrakirana: Demokrasi Indonesia Hadapi “Krisis dalam Krisis”

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    ABK

    Ketika Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Masih Tersisihkan dari Sekolah

    Sushila Karki

    Sushila Karki, Perempuan yang Dipilih Gen Z Nepal

    Qobiltu Nikaahaa

    Ketika Hidup Berubah dengan Satu Kalimat: Refleksi Qobiltu Nikaahaa

    Difabel dan Kesehatan Mental

    Difabel dan Kesehatan Mental

    Pernikahan Anak

    Mari Akhiri Pernikahan Anak di Lingkungan Kita

    Santri Era Digital

    Santri di Era Digital: Mengapa Dakwah Harus Hadir di Media Sosial?

    Imajinasi

    Urgensi Imajinasi dan Identitas Manusia Demi Keseimbangan Peradaban

    Living Together

    Jangan Pernah Normalisasi Living Together

    Takut Bicara

    Taklukkan Takut Bicara di Depan Umum: Dari Ketakutan Menjadi Kekuatan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Pernikahan

    Menjadikan Pernikahan sebagai Ladang Ibadah

    Ekofeminisme Spiritual

    Meneladani Ajaran Cinta Nabi dalam Pelestarian Alam: Perspektif Ekofeminisme Spiritual

    Jilbab

    Seksualitas Perempuan dan Problem Jilbab

    Aurat

    Perbedaan Batasan Aurat Menurut Al-Qur’an

    Konteks Sosial yang

    Batas Aurat Ditentukan oleh Konteks Sosial dan Budaya

    Aurat

    Batas Aurat Perempuan dalam Islam: Ragam Tafsir dan Konteks Sosialnya

    Seksualitas Perempuan dalam

    Aurat dan Fitnah: Pergulatan Tafsir Seksualitas Perempuan dalam Islam

    Perempuan di Ruang Publik

    Perempuan di Ruang Publik Menurut Islam

    Menjaga Bumi

    Maulid Nabi dan Kewajiban Menjaga Bumi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Menjadikan Pernikahan sebagai Ladang Ibadah

Jika pernikahan dijalani dengan kerelaan, kejujuran, dan semangat saling berbuat baik, ia bisa benar-benar menjadi ladang ibadah.

Ina Layinah Ina Layinah
20 September 2025
in Hikmah, Pernak-pernik
0
Pernikahan

Pernikahan

3
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ada seorang teman pernah berkata dengan nada bercanda, “cinta itu anugerah, sementara nikah itu nasib.” Mengapa disebut nasib? Karena pernikahan sering dianggap sebagai pintu dari segala kesusahan mulai dari urusan ekonomi, relasi antar keluarga, persoalan dengan tetangga, hingga beban rumah tangga yang tidak ada habisnya.

Tak jarang, pernikahan yang digadang-gadang sebagai jalan kebahagiaan justru berakhir menjadi sumber masalah hingga perceraian.

Lalu pertanyaanya, jika menikah pada akhirnya hanya akan berujung perceraian, mengapa banyak orang begitu terburu-buru untuk segera menikah? Bukankah menikah sering dikampanyekan sebagai penyempurna agama, tetapi kenyataannya banyak pasangan justru berakhir tidak bahagia?

Menikah sebagai Separuh Agama

Dalam berbagai prosesi khitbah hingga akad nikah, hadis Nabi yang berbunyi “Apabila seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agama, dan bertakwalah kepada Allah untuk separuh yang sisanya” hampir selalu kita dengar. Hadis ini kerapkali dijadikan pengingat bahwa menikah adalah ibadah besar yang mendatangkan pahala.

Namun, sayangnya, pemahaman itu sering berhenti pada tataran simbolis. Bahkan kalimat “menikah adalah separuh agama” terdengar manis di telinga. Tetapi jarang dibarengi dengan melihat realitas di masyarakat.

Karena tidak sedikit yang menyadari bahwa pernikahan juga bisa berubah menjadi sarana keburukan seperti kekerasan, penelantaran, pemerkosaan dalam rumah tangga, hingga trauma anak.

Sementara itu, bagi sebagian orang, menikah bahkan hanya dipahami sebagai “legitimasi hubungan biologis.” Alasannya adalah lebih baik menikah daripada terjerumus dalam zina.

Padahal, logika ini justru berbahaya. Karena pernikahan bukan sekadar status halal-haram hubungan intim, tetapi sebuah komitmen yang menuntut kesiapan fisik, emosional, spiritual, dan finansial.

Tanpa kesiapan itu, rumah tangga bisa menjadi ladang konflik. Bahkan, dalam pandangan sebagian ulama, pernikahan dengan paksaan apalagi tidak kesiapan justru bisa berstatus haram karena lebih banyak menimbulkan mudarat daripada manfaat.

Perjanjian Kokoh

Dalam sebuah pengajian tadarus subuh bertema akad pernikahan, Dr. Faqihudin Abdul Qodir mengingatkan bahwa pernikahan bukan sekadar seremonial. Ia adalah perjanjian kokoh yang keduanya jaga dengan baik.

Setidaknya ada tiga hal penting yang harus suami istri jaga dalam pernikahan:

Pertama, adanya kerelaan dari kedua belah pihak, baik pasangan maupun keluarga besar. Tanpa kerelaan, pernikahan kehilangan makna dasarnya.

Kedua, tidak boleh ada pihak yang merasa terugikan. Hal ini sejalan dengan sabda Nabi, “Jangan merugikan diri sendiri dan jangan pula merugikan orang lain.”

Konsep inilah yang melahirkan prinsip kafa’ah, yaitu kesetaraan antara pasangan, baik dalam status sosial, relasi, maupun latar belakang. Tujuannya agar pernikahan berjalan lebih harmonis dan minim konflik. Meski begitu, jika kerelaan sudah terwujud, kesetaraan ini tidak lagi menjadi penghalang.

Ketiga, kejujuran mutlak diperlukan. Tidak boleh ada kebohongan terkait kesehatan, kondisi ekonomi, atau hal-hal krusial lainnya. Pernikahan yang dibangun di atas kebohongan hanya akan rapuh sejak awal, bahkan berisiko hancur ketika kebenaran terungkap.

Jika tiga aspek ini keduanya jalankan dengan sungguh-sungguh, maka pernikahan tidak mudah goyah. Karena landasan kuat akan menopang pasangan menghadapi gelombang kehidupan, sehingga perceraian bisa mereka minimalisir.

Saling Mendukung

Pada akhirnya, menikah hanya bisa kita sebut ibadah jika hal tersebut menjadi ruang belajar bersama. Sebuah ruang kesalingan antara suami dan istri. Keduanya harus saling menghargai, saling mendukung, saling menguatkan.

Sehingga menikah bukanlah jalan pintas untuk “menghalalkan” yang sebelumnya haram, melainkan komitmen panjang untuk merawat relasi dengan penuh tanggung jawab.

Hadis tentang menikah sebagai separuh agama seharusnya menjadi ajakan untuk memaknai pernikahan sebagai komitmen bersama. Komitmen untuk berbuat baik satu sama lain, menjadikan rumah tangga sebagai ladang amal kebaikan, bukan sarang penderitaan.

Jika pernikahan dijalani dengan kerelaan, kejujuran, dan semangat saling berbuat baik, ia bisa benar-benar menjadi ladang ibadah. Tetapi jika hanya dijadikan kewajiban sosial atau sekadar formalitas, ia bisa berubah menjadi separuh masalah.

Dengan begitu, pernikahan memang bisa menjadi nasib—baik atau buruk—tergantung bagaimana kita memaknainya. Ia bisa menjadi separuh agama bila ia jalani dengan kesadaran penuh, tetapi bisa pula menjadi separuh masalah bila ia lakukan hanya karena tuntutan lingkungan atau dorongan nafsu sesaat.

Di tengah maraknya perceraian, kasus kekerasan dalam rumah tangga, dan rapuhnya ikatan keluarga, kita perlu kembali menafsirkan ulang makna pernikahan. Bukan sekadar akad di hadapan penghulu, bukan pula sekadar simbol status sosial, melainkan perjanjian suci yang menuntut kerelaan, kesetaraan, dan kejujuran.

Pertanyaan yang tersisa adalah: apakah kita ingin menjadikan pernikahan sebagai jalan ibadah menuju kebahagiaan, atau justru membiarkannya berubah menjadi pintu masuk menuju masalah? []

Tags: ibadahLadangMenjadikanpernikahan
Ina Layinah

Ina Layinah

Perempuan asli Majalengka yang suka mencoba hal baru, kini dia sedang suka menyusun Lego.

Terkait Posts

Qobiltu Nikaahaa
Keluarga

Ketika Hidup Berubah dengan Satu Kalimat: Refleksi Qobiltu Nikaahaa

20 September 2025
Tempat Ibadah Ramah Disabilitas
Aktual

Rektor ISIF Dorong Gerakan Tempat Ibadah Ramah Disabilitas dalam MISI ke-10

16 September 2025
Menikah dan Hilangnya Separuh Hidup Perempuan
Keluarga

Menikah dan Hilangnya Separuh Hidup Perempuan

16 September 2025
Abul ‘Ash
Pernak-pernik

Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’: Menantu Nabi yang Tetap Menjaga Pernikahan Meski Beda Keyakinan

13 September 2025
Pratama Arhan dan Azizah Salsha
Personal

Perceraian Artis Terjadi Lagi, Kini Pratama Arhan dan Azizah Salsha

29 Agustus 2025
Pernikahan yang
Hikmah

Makna Pernikahan

23 Agustus 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Difabel dan Kesehatan Mental

    Difabel dan Kesehatan Mental

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Hidup Berubah dengan Satu Kalimat: Refleksi Qobiltu Nikaahaa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sushila Karki, Perempuan yang Dipilih Gen Z Nepal

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Inklusivitas di Era Digital: Strategi Baru Kampanye di Media Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kerudung Pink Bu Ana: Antara Simbol Perlawanan dan Standar Ganda terhadap Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menjadikan Pernikahan sebagai Ladang Ibadah
  • Meneladani Ajaran Cinta Nabi dalam Pelestarian Alam: Perspektif Ekofeminisme Spiritual
  • Ketika Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Masih Tersisihkan dari Sekolah
  • Sushila Karki, Perempuan yang Dipilih Gen Z Nepal
  • Seksualitas Perempuan dan Problem Jilbab

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID