Mubadalah.id – Satu pekan ini kasus perselingkuhan artis mewarnai pemberitaan. Bahkan wara-wiri di laman media sosial kita, trending topik di twitter, serta fyp di TikTok. Kita sampai hapal di luar kepala reka adegan, chat yang menggunakan aplikasi Gojeg, hingga tato yang bergambar wanita idaman lain. Ya, perselingkuhan Syahnaz dan Rendy, yang mengorbankan pasangan masing-masing. Jeje dan Lady Nayoan.
Peristiwa di atas tak ayal mendapat perhatian sejumlah pihak. Dian Kartika Sari Handayani, Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Periode 2015-2020 turut bersuara, dan mengungkapkan melalui akun TikToknya @diankshandayani bahwa ternyata perempuan bisa menjadi pelaku kekerasan.
Secara tegas perempuan yang biasa saya sapa Mbak Dian ini mengatakan harus ada cancel culture bagi Syahnaz karena telah menjadi pelaku kekerasan psikis terhadap Jeje dan Lady Nayoan. Karena akibat perbuatannya itu, banyak orang yang telah ia sakiti.
Melihat Dari Aspek Gender
Sebelum membincang soal cancel culture, Mbak Dian terlebih dulu mengulas tentang aspek gender yang ada dalam kasus perselingkuhan tersebut. Menurutnya kalau melihat cerita dari apa yang disampaikan oleh beberapa media dan Lady Nayoan, kita kemudian sadar bahwa sesunggguhnya kekerasan itu bisa dilakukan oleh laki-laki atau perempuan.
“Dulu orang selalu berpikir perempuan merupakan korban dari kekerasan, dan laki-laki adalah pelaku kekerasan. Tapi fakta perselingkuhan mereka ini, menunjukkan bahwa perempuan ketika dia punya power, kedudukan, atau posisi yang lebih tinggi dia bisa melakukan kekerasan dengan sesama perempuan ataupun dengan laki-laki.”, ungkap Mbak Dian.
Lebih lanjut ia mengatakan dalam kasus Syahnaz karena dia merasa sangat dicintai. Si Jeje sangat bucin terhadap Syahnaz, dan dia merasa tahu Rendy bahwa sangat takluk pada dia, maka dia terus menerus melakukan hubungan dengan Rendy. Apa yang dilakukan oleh Syahnaz ini adalah bentuk kekerasan. Bukan kekerasan secara fisik, tapi lebih pada kekerasan secara mental.
Kekerasan Psikis
Melihat fakta kasus perselingkuhan tersebut, Syahnaz telah melakukan kekerasan secara psikis kepada Lady Nayoan, juga kepada suaminya Jeje. Karena itu sesungguhnya kita harus tahu bahwa perselingkuhan atau perebut laki-laki atau istri orang lain, ataupun relasi yang menyakiti mental itu adalah bentuk kekerasan secara mental.
Mbak Dian menyarankan pada media-media agar memberi sanksi sosial terhadap Syahnaz. Yakni dengan memberlakukan cancel culture sebagaimana yang terjadi pada Saipul Jamil, pasangan Lesti-Billar, dan deretan artis lainnya.
“Nah, harusnya media-media, atau produsen hiburan memberi perhatian dalam persoalan ini. Siapapun yang merupakan pelaku kekerasan seharusnya dia tidak ditampilkan media. Seperti kasus Lesti dan Billar, media sudah mengambil peran yang cukup baik, yaitu dengan tidak menampilkan pelaku kekerasan. Dalam kasus Syahnaz, Jeje, Lady Nayoan dan Rendy seharusnya pihak media tidak memunculkan Syahnaz karena dia adalah pelaku kekerasan psikis. Saya kira itu jelas, dan bisa menjadi pelajaran bagi kita semua.” Tegas Mbak Dian.
Bagaimana Mubadalah Melihat Kasus Ini?
Meminjam penjelasan Kiai Faqih Abdul Kodir dalam artikel “5 Faktor KDRT Artis terus Merebak dalam Perspektif Mubadalah” yang mengatakan bahwa Mubadalah adalah relasi dua pihak, seperti suami dan istri, dengan basis kesalingan dan kerjasama antara keduanya.
Dalam perspektif mubadalah, setiap kebaikan berkeluarga harus dilakukan keduanya dan dirasakan juga oleh keduanya. Begitupun keburukan dalam berkeluarga, harus dicegah dan dihindari keduanya. Masing-masing tidak boleh menjadi pelaku maupun korban.
Untuk menguatkan relasi mubadalah ini, masing-masing harus memegang teguh tiga prinsip pondasi: cara pandang bermartabat, adil, dan maslahah. Cara pandang bermartabat artinya masing-masing harus memandang diri dan pasangannya sebagai seseorang yang bermartabat dan patut untuk kita perlakukan secara baik dan mulia. Apapun posisi dan keadaan masing-masing, harus memulai dengan cara pandang yang bermartabat.
Pondasi Mengelola Relasi Pasutri
Ketika keadaan dan kapasitas keduanya berbeda, maka yang memiliki kapasitas lebih harus bertandang melindungi dan memberdayakan yang kurang. Baik secara fisik, ekonomi, sosial, maupun pengetahuan. Yang fisiknya kuat melindungi yang lemah. Yang ekonominya berlimpah mendukung yang kekurangan. Begitupun masalah sosial, spiritual, dan intelektual. Inilah perilaku dari prinsip yang kedua: adil.
Sementara maslahah artinya masing-masing harus berpikir dan berperilaku untuk kebaikan keluarga, untuk diri, pasangan, dan seluruh anggota keluarga lain. Untuk itu, juga membuka dan memfasilitasi potensi diri dan pasangan agar bisa maksimal dalam mewujudkan kebaikan dan juga menikmatinya.
Tiga prinsip ini menjadi pondasi untuk mengelola relasi pasutri yang terus menghadapi berbagai tantangan, bahkan tekanan hidup. Jika tiga prinsip ini tidak menjadi pondasi, maka pasutri artis maupun awam, kaya maupun miskin, terpelajar maupun tidak, akan rentan terjadi kekerasan sebagaimana kasus Syahnaz dan Jeje. Maka, dengan tiga prinsip ini, setidaknya ada lima faktor mengapa KDRT artis akan terus marak terjadi.
Ke lima faktor itu antara lain, cara pandang merendahkan, lupa kebaikan pasangan, kontrol diri lemah, pudarnya rasa berpasangan, dan nafsu yang berkuasa. Menilik penjelasan Kiai Faqih ini, semoga rumah tangga kita semua juga terhindarkan dari hal-hal yang demikian. []